Tahun yang baru tiba di beranda waktu,
Seperti kertas putih tanpa coretan pilu,
Namun bayang-bayang masa lalu,
Mengetuk hati, mengingatkan untuk bertemu.
Di jejak-jejak kemarin, kutemukan retak,
Janji yang terucap, namun tak selalu tegak,
Mimpi yang terhampar, namun tak semua terengkuh,
Dan doa yang tertinggal di sudut teduh.
Intropeksi menjadi cermin yang jujur,
Memantulkan siapa aku di balik kabur,
Apakah langkah ini telah sejati?
Ataukah hanya ilusi dari mimpi-mimpi mati?
Tahun yang baru, bukan sekadar angka bergulir,
Ia panggilan untuk menakar langkah yang terpencil,
Menimbang berat dosa dan pahala,
Menggali lebih dalam, menemukan makna.
Mari mengemas asa dengan tekad yang baru,
Menyulam luka menjadi pelajaran waktu,
Melepaskan dendam, memaafkan hati,
Agar perjalanan ini lebih berarti.
Bukanlah waktu yang menyembuhkan,
Namun niat yang teguh dalam perjalanan,
Tahun baru adalah pintu,
Masuklah dengan jiwa yang tak lagi ragu.
Mari kita tulis babak yang lebih indah,
Dengan tinta kebajikan dan cinta yang ramah,
Karena tahun yang baru bukan sekadar datang,
Ia adalah kesempatan untuk kita menang.
Langit Januari menyapa dengan kabut pagi,
Seolah merangkul hati yang ingin berlari,
Ke arah mentari yang menjanjikan terang,
Menghapus gelap dari malam yang panjang.
Adakah langkahku meninggalkan jejak?
Ataukah hanya bayang yang mudah lenyap?
Aku bertanya pada pasir waktu,
Apa yang abadi di jalan yang semu?
Dalam sepi, kulihat cermin nurani,
Terpantul bayang cinta yang kerap berkelana,
Kadang ia melambung tinggi di langit janji,
Kadang terjatuh di lembah alpa tanpa makna.