Cermin tegak berdiri
memantulkan bayang-bayang
tak pernah berbohong, tak pandai bersembunyi
kilas diri bermain tanpa dusta semuanya nyata dan fakta
Di sana langkah yang kau tempuh,
tapak yang jujur, atau terselip dusta membisu
setiap tawa bias dalam kepalsuan
semua terpampang, tak mampu kau elak, tak bisa kau lenyapkan
Cermin tak menipu, hanya memantulkan
siapa dirimu saat berada kesendirian
apakah bayangan itu setia pada hati nurani
atau sekadar topeng, yang kau pakai setiap hari
Coba tatap lebih dalam, apa yang kau lihat?
adakah senyum yang tulus, ikhlas terpancar?
cermin tak bicara, namun ia tahu,
kebenaran adalah satu-satunya pantulan tanpa dusta
Maka, berdirilah, di hadapan cermin yang jernih,
renungkan siapa dirimu di antara bayangan
yang memantulkan jati diri
karena cermin tak berdusta, ia cermin hati.
Di hadapan cermin, kulihat bayang
Seulas senyum yang kadang terpasang
Namun di kedalamannya, tersimpan kelam
Menyiratkan cerita yang lama terpendam
Cermin tak pernah melantur, selalu jujur bertutur
Menampakkan laku, meski tak terucap kata
Lembut menyingkap siapa kita
Membaca hati yang terlukis di guratan  wajah
Ia bukan sekedar kaca
Dia saksi tak bersuara
Menelanjangi topeng yang selama ini terpakai
Di dalam pantulan, kutemukan diri yang nyata
Kadang rapuh, kadang teguh, kadang hampa
Bayangku di sana, menatap tajam penuh tanya
Apakah perilaku setia pada hati nurani jiwa?
Ataukah aku hanya sandiwara yang dipakai
Untuk memoles luka yang dalam terurai?
Cibadak, 4 November 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H