Pikiranku berkecamuk, dan di saat yang sama, Aina mengetuk pintu ruang kerjaku. "Kamu baik-baik saja? Sejak kita pulang, kamu kelihatan gelisah." Suaranya lembut, namun aku tahu dia mulai khawatir. Aku hanya mengangguk dan tersenyum kecil, mencoba menyembunyikan apa yang sedang kurasakan. "Aku hanya sedang memikirkan pekerjaan."
Namun, batinku terus tertekan. Haruskah aku menyerahkan rekaman ini ke pihak berwenang? Ataukah aku harus berbicara langsung dengan Andi? Tapi bagaimana jika aku menyinggungnya dan dia justru melawan? Dia bukan lagi mahasiswa idealis seperti dulu. Andi yang sekarang adalah sosok yang berkuasa, dan mungkin tidak akan segan-segan menyingkirkan orang yang menghalanginya.
Tiba-tiba, ponselku bergetar. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal.
_"Aku tahu apa yang kamu lihat hari ini. Jangan coba-coba menyebarkan informasi itu jika kamu ingin keluargamu selamat."_
Aku tercekat. Pesan singkat itu membuat dadaku sesak. Bagaimana mereka bisa tahu? Apakah Andi curiga? Apakah aku sedang diawasi? Seketika, semua terasa semakin berbahaya. Keringat dingin mengalir di pelipis, dan aku merasa seluruh duniaku runtuh. Aku terjebak dalam dilema yang menghancurkan.
Malam itu, aku hampir tidak bisa tidur. Pikiranku terus dipenuhi skenario-skenario mengerikan. Pagi harinya, aku mendapat telepon dari seorang teman di kantor redaksi.
"Ada kasus besar di depan mata. Terkait salah satu tender pemerintah yang diduga penuh konspirasi. Semalam ada OTT di kafe ... dan seorang pejabat di kementrian tertangkap bersama sekoper uang. Kita harus liput ini bisa jadi berita besar."
Aku terdiam sejenak, sadar bahwa informasi itu mungkin terkait dengan apa yang kulihat kemarin. Tapi aku tidak bisa mengungkapnya. Belum. Aku masih harus memutuskan jalan mana yang akan kupilih. Apakah aku akan tetap setia pada kebenaran, atau menyerah pada rasa takut demi melindungi keluargaku?
Konflik batin itu terus menghantam. Dan di tengah dilema itu, aku hanya bisa berpikir satu hal: apakah Andi benar-benar sudah berubah? Ataukah sebenarnya aku yang mulai meragukan segala sesuatu yang pernah kami yakini bersama?
Aku kembali melihat rekaman itu, kali ini dengan pandangan berbeda. Apa yang akan terjadi jika aku memublikasikannya? Akankah kebenaran itu terungkap, atau justru menjadi awal kehancuran bagi keluargaku?
Ponselku berdering lagi, kali ini dari nomor Andi. Aku menatap layar itu dengan cemas. Waktu seakan berhenti saat jari-jariku menggantung di atas tombol angkat.