Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi Satire "Sudahkah Kita Merdeka?"

18 Agustus 2024   00:01 Diperbarui: 18 Agustus 2024   00:01 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar dokumen pribadi by Canva

Sudahkah kita benar-benar merdeka
Kala ibu-ibu masih ribut tentang harga
Sembako yang melambung ke angkasa
peluh deras mengucur di kepala
menyelesaikan aneka kerja
demi mendapat rupiah tak seberapa
Sementara tuan-tuan berdasi
sibuk mengumpulkan upeti
Di mana keadilan itu bersembunyi?

Sudahkah kita benar-benar merdeka
Saat anak-anak desa memeluk mimpi
melintasi sungai demi menggapai cita-cita tinggi
Dengan buku-buku tua lusuh berdebu
Mereka tetap pancangkan niat dalam kalbu
meraih asa yang tergantung di angkasa
Sedangkan anak-anak kota bercanda tawa tak terkira
berdansa dansi atau sekadar menghibur hati
Di mana keadilan jika kesenjangan menganga?

Kemerdekaan, apakah ia hanya kata?
Jika para petani masih menanam asa di tanah gersang,
buruh-buruh pabrik mengais impian,
kaum papa terus menyemai aneka rasa
tanpa tahu kapan panen suka cita.
Sedang kaum borjuis sibuk keliling dunia,
lupakan jerit tangis kaum fakir
yang tak tahu kapan rejeki akan mampir
memberi kebahagiaan yang segelintir

Jika mereka yang kaya semakin kaya
Si miskin hanya bisa berharap tanpa kata,
menahan perih lara yang menghunjam dada  
terbelenggu dalam angan yang tak nyata
jiwa-jiwa mereka terpenjara di negeri surga
Apakah mimpi mereka hanya ilusi takkan nyata?

Lihatlah wajah-wajah letih bersembunyi di balik senyum,
bertahan di tengah badai kehidupan,
Tangan- tangan kasar mengangkat beban,
Di lorong-lorong gelap berjuang tanpa nyana,
Dengan langkah berat tertatih
Menghadapi kenyataan tak kenal belas kasih,
Memohon belas kasihan pada hidup yang kian keras,
Apakah ini wajah dari kemerdekaan,
atau sekadar bayangan di balik tirai tipis sejarah?

Lagu kebangsaan menggema seantero raya
menggelorakan semangat membara di dada
Sayang, ego-ego kaum jutawan membelenggu nurani,
terikat oleh rantai keangkuhan dan gengsi
Korupsi menjalar seperti bakteri
Menggerogoti akar bangsa hingga lonyot, mati
Merampas hak rakyat, menjauh dari sejahtera,
Membuat kemerdekaan menjadi hampa tak bermakna.

Apakah kita sudah benar-benar merdeka?
Saat keadilan dibungkam oleh uang dan kekuasaan?
Di mana janji-janji suci para pahlawan,
harta dan jabatan kini jadi tuan,
korupsi,nepotisme melumatkan martabat bangsa  
Kesenjangan itu merambat tak berjeda
Menyusup ke celah-celah harapan anak bamgsa
Merdeka adalah hak setiap anak negeri tanpa kecuali
Jangan ... jangan gadaikan masa depan mereka
Demi sebuah ambisi pribadi

Kulihat ibu pertiwi, sedang bersusah hati
air matanya berlinang, emas intan yang terkenang
...

Dirgahayu Negeriku Indonesia ke 79. Semoga di usiamu yang kian renta, tulang-tulangmu tak rapuh menanggung beban.

Cibadak, 17 Agustus 2024

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun