Jangan bersikap langit, mengangkasa Â
karena kita hanya tanah yang berbalut nyawa Â
kala hujan guntur melanda, prahara Â
kita lebur dalam lara nestapa
Jangan pula terlalu membumi Â
sejatinya kita terlahir dengan asa dan rasa Â
yang membawa kita dalam bahagia Â
yang membimbing kita dalam lautan suka cita
Hendaknya berkaca pada bintang, yang bercahaya dalam kesemuan
berkilau tak menjanjikan keabadian Â
kita adalah fana dalam panggung penuh ilusi
Wahai angin bawalah pesan  sang waktu
belajar untuk menggerus ego Â
belajar untuk tak berpijak di dahan tinggi Â
belajar senantiasa melihat ke bawah, dalam keikhlasan
Seperti mentari yang selalu menggoda pagi Â
tak ada sombong dalam sinarnya Â
ia menyentuh lembut seluruh jagad Â
seperti itu hendaknya kita menyapa dunia setiap hari
Janganlah diri tertawan harta Â
berkilau hanya di mata dunia Â
Kerendahan hati tak bisa dibeli
Kebersihan atma adalah kekayaan sejati
Tak selamanya kita berdiri di puncak gunung
di bawah ada lembah, sungai, dan ngarai
di sana ada jejak kisah kita berpijak
ke sana pula jalan kita kembali pulang
Dalam kesederhanaan ada keindahan Â
yang tak tertandingi oleh kemewahan Â
karena kilauan hati lebih abadi  membawa diri dalam kepastianÂ
Kebahagiaan tak identik kegemerlapan
Bias pelita mampu menerangi kegelapan malam
memberi kehangatan dengan keikhlasan
berbagi penuh dengan ketulusan Â
Kita adalah butiran debu Â
di antara hamparan luas semesta Â
tak perlu membusungkan dada seperti bumi  yang selalu berserah, tak kenal lelah
Lihatlah air yang menetes tenang Â
mengikis batu tanpa jumawa
hanya butuh  kesabaran dan ketulusan Â
mengubah dunia dengan kelembutan
Bunga-bunga di tepi jalan Â
tak pernah sombong walau memesona Â
Dia tetap membagi pesona
hingga waktu menentukan tiba
Kesuksesan sejati tak terukur materi  kebijaksanaan yang terpatri di hati Â
Langkah langkah penuh percaya diri
menjadi penuntut arah menuju kebahagiaan
Hiduplah dengan hati yang lapang Â
karena ruang jiwa yang sempit Â
tak mampu menampung kasih Â
dan menjauhkan kita dari ketenangan sejati
Cibadak, 3 Agustus 2024
Puisi ini hasil renungan kehidupan