Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Cerpen 'Membaca Jejak Darah'

1 Juni 2024   02:06 Diperbarui: 1 Juni 2024   02:29 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesosok wanita bergaun merah dan berambut panjang terurai, menatap tajam ke arah Mey Lan dari sudut kamar. Ada lebam dimulutnya dan sudut bibirnya sedikit berdarah. Ada duka dari tatap mata wanita itu. Namun, wajah wanita itu tiba-tiba berubah sangat menyeramkan. Bola matanya semakin membesar. Wajahnya menjadi hancur. Wanita itu mendekati Mey Lan dan tangannya terjulur ke leher, seolah ingin mencekiknya. Mey Lan tak bisa menghindar saat tangan wanita itu mencengkram lehernya. Napasnya sesak. Mey Lan berusaha berteriak untuk meminta pertolongan.

"Ci Memey, bangun!" Suara seorang gadis terdengar seraya mengguncang-guncang tubuh Mey Lan,"Kamu pasti mimpi buruk lagi, ya!"

Mey Lan membuka mata pelan-pelan. Dadanya terasa sakit dan napasnya tersengal-sengal. Mimpi yang baru saja dialaminya benar-benar menakutkan. Rasanya mimpi itu benar-benar terjadi.

"Mimpi buruk lagi, ya, Cici?" tanya Annchi sambil memberikan segelas air putih. Mey Lan hanya mengangguk sambil meneguk air itu. Mey Lan bingung sejak dia menginap di hotel ini, mimpi buruk selalu dialaminya.

Sudah dua hari ini dia menginap bersama rombongan yang akan mengikuti kejuaraan barongsai yang akan diikuti oleh beberapa negara. Kejuaraan barongsai tingkat Internasional yang baru pertama kali dilakukan di Indonesia. Rasa bangga tumbuh di hatinya karena event ini merupakan pengakuan budaya dan tradisi Tionghoa menjadi salah satu bagian dari keragaman budaya di negeri ini. Persatuan dan kesatuan yang direkatkan sangat terasa dalam momen ini.


 Mey Lan dan rombongannya menginap di Hotel Jiazhen tak jauh dari lokasi kejuaraan. Hanya sayangnya kamar hotel sudah dipesan oleh kontingen lain dan hanya tersisa lima kamar. Salah satu kamar bernomor 134.

"Kita jangan tinggal di kamar ini, ya, Koko," ujar Annchi menyatakan keberatannya saat mereka mendapat kamar di nomor 134 ,"atau kita bertukar kamar dengan yang lain."

Mey Lan maklum, angka empat yang melekat di nomor ini mengandung makna kesialan dan keburukan dalam mitos bangsa Tionghoa. Namun, semua kamar hotel sudah dibooking peserta lain dan tak ada yang tersisa. Lagi pula Mey Lan memang kurang percaya pada mitos leluhurnya itu. Sebagai generasi yang lahir di era milenial, dirinya kurang memahami dasar dari mitos itu. Bukankah semua angka itu baik?

"Mungkin ini pengaruh dari nomor kamar kita, Ci Mey maka aku menolak tidur di sini. Buktinya Cici mimpi buruk terus sejak ada di sini," keluh Annchi.

Mey Lan mulai terpengaruh dengan kata-kata Annchi. Dia mengingat kembali saat malam pertama dirinya mendengar ada suara perempuan menangis saat dia sedang duduk di balkon. Anehnya hanya dia yang mendengar sedangkan Annchi sama sekali tak mendengarnya. Di tengah tangisan, perempuan itu merintih dan meminta tolong kepada Mey Lan. Tadi malam, mimpi Mey Lan lebih mengerikan lagi.

"Ah ... sudahlah, jangan berpikir macam-macam. Kita bersiap-siap saja. Koh Ahong sebentar lagi menyuruh kita sarapan kemudian kita akan mulai latihan awal buat kejuaraan besok," ajak Mey Lan sambil bangkit menuju kamar mandi.

Saat Mey Lan membuka kran wastafel, bukan air yang mengalir melainkan cairan merah seperti darah, amis.

"Annchi!" teriak Mey Lan keras. Dia membuka pintu kamar mandi dan berlari keluar.

"Ada apa, Ci?" tanya Annchi saat melihat Mey Lan panik dengan wajah pucat.

"Banyak darah di wastafel," seru Mey Lan seraya menunjuk ke arah kamar mandi. Annchi memberanikan diri untuk masuk.

"Tidak ada darah di wastafel," teriak Annchi dari dalam. Mey Lan pelan-pelan masuk dan melihat kran yang dibuka Annchi, hanya terlihat air," Tuh kan, banyak kejadian aneh di sini pasti gara-gara nomor kamar ini."

Mey Lan hanya bergeming. Dia mulai mencerna makna mimpi yang dialami selama dua malam ini. Apakah Mey Lan harus mempercayai mitos leluhurnya itu? Hari itu Mey Lan berlatih dengan perasaan yang tak nyaman. Dia merasa ada sesuatu yang aneh dari kamar itu dan dia harus mencari tahu apa sebenarnya yang dialaminya.

***

        Yu Jie melihat mamanya terbaring di sebuah kamar rawat inap Rumah Sakit Medistra. Di sampingya seorang Alan, adiknya sedang menyuapi mama.

"Ma...Yu Jie belum ditemukan. Polisi masih mencarinya. Mama harus kuat, ikhlas dan sabar ya." Alan menghibur sambil pelan-pelan memasukan sendok berisi bubur.

"Ma, aku di sini di dekatmu," ujar Yu Ji sambil memeluk mamanya. Namun, Yu Ji hanya memeluk ruang hampa yang ada di depannya,"Apa yang terjadi denganku?"

Tiba-tiba ada sebuah kekuatan yang menarik tangan Yu Ji ke arah ruang gelap. Dirinya terikat dengan tali baja. Dia ingin berontak, tetapi tak berdaya. Tak lama ada sosok hitam mendekatinya dan mencekiknya dengan keras. Yu Jie berteriak, meronta histeris. Matanya membelalak ketika tangan kuat dari bayangan itu mencengkram lehernya dengan keras.

"Ci Mey Lan bangun! Sadarlah!" Annchi menyadarkan Mey Lan sambil mengguncang tubuhnya dengan keras.
Namun Mey Lan semakin berteriak histeris. Matanya merah dan suara teriakannya bukan suara milik Mey Lan. Annchi ketakutan melihat Mey Lan yang terus meracau.

"Tolooooong, sakit, gelap!" ceracau Mey Lan sambil memegang lehernya,"Jejak darah...ada jejak darah!"

Mey Lan berlari ke arah kamar mandi sementara Anchi menelepon Koh Ahong untuk meminta pertolongan. Mey Lan menulis sebuah kalimat di dinding kamar mandi dan menggambar sesosok wajah dengan tangannya yang mulai berdarah.

Kegelapan telah menyergapku di sini. Aku ingin lepas. Tolong aku.

Setelah itu Mey Lan tak sadarkan diri. Dia tak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Saat tersadar Mey Lan sudah berada di kamar rumah sakit. Mey Lan melihat angan kanannya dibalut perban dan terasa sakit

"Rupanya kau sudah sadar,Ci," ujar Annchi senang,"Syukurlah!"

Koh Ahong yang sedang berdiri di dekat jendela mendekati Mey Lan,"Syukurlah kau sudah siuman."

"Apa yang terjadi, Koh? Mengapa saya ada di sini? Lalu mengapa dengan tangan saya?" Serentetan pertanyaan keluar dari mulut Mey Lan. Koh Ahong dan Annchi saling berpandangan. Mereka tak menjawab pertanyaan Mey Lan.

"Seorang mayat ditemukan di dinding kamar 134 Hotel Jiazhen. Mayat tersebut diduga seorang perempuan dan belum diketahui identitasnya...." Suara penyiar berita terdengar dari televisi yang ada di dinding kamar.

Koh Ahong memandang Annchi seraya menggelengkan kepala. Kemudian Annchi menggantikan chanel lain. Mey Lan mulai yakin ini ada hubungannya dengan angka sial yang melekat di  kamar hotelnya.

Cibadak, 1 Juni 2024

Cerita dan tokoh hanya berdasarkan imajinasi penulis.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun