Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Titian Kasih

22 Desember 2023   03:48 Diperbarui: 22 Desember 2023   04:32 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar sehatq.com

Karina memandang tubuh kurus, kucel dengan rambut acak-acakan yang tergolek lemah di pembaringan . Hatinya menjerit  dan menggugat keadilan   semesta. Mengapa anak semata wayang harus terpuruk dan tak berdaya seperti ini?

Netra Bisma tampak kosong menatap langit-langit kamarnya. Entah apa yang ada di benaknya . Karina merasakan betapa derita yang dirasakan oleh Bisma sangat mendalam. 

Ada sesal yang menyelinap dalam hatinya.  Mengapa dirinya begitu percaya jika putra semata wayang itu dapat mandiri dan mampu menyelesaikan semua masalahnya sendiri? Karina yakin jika Bisma mampu melalui masa-masa sulit yang dihadapinya,.

Padahal kenyataan yang terjadi terbalik seratus delapan puluh derajat. Bisma menjadi pemurung, penyendiri dan pendiam. Sudah dua minggu, Bisma tak mau makan. Dia banyak mengurung diri di kamar dan tidak banyak berbicara.

Apakah ini ada hubungannya dengan perceraian Karina dan Mas Bram setahun yang lalu. Karina menggugat cerai Mas Bram karena dirinya sudah tak kuat lagi menahan luka menjadi istri yang dimadu. Perselingkuhan itu sengaja dirahasiakan kepada Bisma agar putranya itu tetap menghormati ayahnya. Namun,Karina tak kuat lagi menahan luka itu. Dia menggugat cerai tanpa menjelaskan alasan sebenarnya. Biarlah Mas Bram menjadi ayah yang baik di mata Bisma.

"Bisma mengalami depresi berat. Dia belum bisa diajak berbicara dan  menceritakan semuanya," papar  Reihan- sahabat Karina yang berprofesi sebagai psikiater.

Baca juga: Melati untuk Gwen

"Apakah dia bisa sembuh seperti sediakala,Rei?" Aku bertanya seraya memandang Bisma yang masih membisu. Dia tak mau memandang wajah Karina.

"Kita lihat perkembangan berikutnya. Semoga pelan-pelan kesehatan Bisma membaik. Yang penting kamu harus menemaninya. Jangan biarkan dia sendiri di kamar. Ajak berbicara pelan-pelan." Nasihat Reihan menguatkan hati Karina.

Tanpa terasa air mata Karina membanjiri matanya. Meskipun dia berusaha tabah, tetapi pertahanan hatinya jebol juga. Ibu mana yang tak akan terluka dan sedih saat melihat buah hatinya sedang mengalami masa sulit. 

"Menangislah, Karin jika tangis mampu meringankan beban di hati," ujar Reihan sambil menepuk bahu Karina. Dia membiarkan tangis Karina pecah.

"Apakah perpisahan  dengan ayahnya membuat Bisma seperti ini, Rei?" Karina mengusap air matanya yang terus mengalir di kelopak matanya. 

Reihan tampak diam seolah mencari kata-kata yang tidak akan menambah luka  sahabatnya ini. Karina memberikan sebuah buku catatan yang di dalamnya terdapat tulisan Bisma. Buku itu dia temukan saat membereskan kamar Bisma kemarin.

Rasa itu bersemayam di hatiku. Rasa benci pada ibuku karena telah mengambil keputusan berpisah tanpa mengerti perasaanku yang dipermalukan oleh  polah ibu sendiri. Seandainya bisa, aku memilih mati daripada aku harus tumbuh dengan keluarga yang tak utuh. Ibu yang bersikeras untuk berpisah dari ayah.

Sialnya, aku tak mampu berbuat apa-apa untuk mencegah perceraian itu. Aku masih berusia sebelas tahun saat mereka resmi bercerai. Aku sangat kecewa, setelah aku menyadari kalau aku tumbuh di dalam keluarga tercerai berai. Bahkan sampai kini, saat usia dua belas tahun,  aku masih tak sanggup menerima kenyataan itu. Aku dibully karena tumbuh tanpa kasih sayang utuh. Aku sangat terluka. Ejekan-ejekan dari teman-teman hanya karena aku menjadi korban perceraian.

Sejenak Reihan merenung seraya menatap kertas itu. Reihan tampak menghela napas panjang. Karina tahu jika sahabatnya itu tak mau menambah beban kesedihan dengan hasil analisa Reihan.

"Kita sembuhkan pelan-pelan ya, Karina. Bisma sedang mengalami depresi. Aku belum bisa menjawab hasil analisa. Nanti jika aku sudah yakin apa yang dialami Bisma sebenarnya, akan aku sampaikan semuanya," ujar Reihan pelan. Kemudian dia permisi pulang dan berjanji akan datang lagi besok pagi.

Setelah kepulangan Reihan, Karina masuk ke kamar Bisma seraya membawa makan siang kesukaan Bisma. Karina melihat Bisma tidur atau pura-pura tidur. Karina meletakkan makanan itu di meja. Kemudian dia duduk di samping ranjang Bisma. 

"Ya ... Allah, apakah keputusan aku bercerai dengan Mas Bram adalah keputusan yang egois. Aku tak mempertimbangkan perasaan anakku. Dia sangat terluka dengan perceraian kami," rintih hati kecil Karina. 

Dirinya menahan tangis agar tak terdengar oleh Bisma. Dia tidak mau terlihat rapuh di hadapan putranya. Selama ini dia mampu menepiskan dukanya sendiri.  Kemudian Karina melantunkan ayat-ayat suci Al qur'an untuk membuat hatinya sedikit tenang. Namun tangis Karina pecah karena tak kuat menahan kesedihan.

"Mengapa Bunda tak bercerita alasan Bunda bercerai dengan Ayah?" Suara Bisma terdengar dari arah samping Karina. Karina segera menghapus air mata dan menatap Bisma yang sedang balik menatapnya. Karina tahu Bisma anak yang cerdas dan memahami situasi yang dihadapinya.

"Bunda tak mau menyakitimu, Nak?' jawab Karina pendek,"percayalah kondisi apa pun yang sedang dialami, Bunda masih sangat menyayangimu."

"Aku bertemu dengan ayah di depan sekolah dua minggu lalu. Ayah membawa seorang wanita dan seorang anak berusia tiga tahun. Ayah mengenalkan kepadaku kalau wanita itu adalah istri ayah yang baru dan anak perempuan itu adalah adikku." Bisma berbicara seraya memandangku penuh kesedihan. Akhirnya Karina tahu alasan lain Bisma sangat depresi.

Mas Bram memang keterlaluan. Dia menemui Bisma  tanpa seizin Karina dan mengenalkan keluarga barunya. Sebenarnya hal itu sengaja dirahasiakan Karina agar hati Bisma tidak terluka. Namun, apa yang dilakukan Mas Bram malah sebaliknya. Dia menambah luka di hati Bisma semakin menganga.. Itulah sebabnya Bisma mengurung diri di dalam kamar.

"Apakah itu alasan Bunda mau berpisah dengan Ayah?" tanya Bisma menuntut penjelasan.Karina hanya mengangguk pelan. dia tak sanggup menjelaskan lebih banyak lagi.

"Mengapa Bunda tak memberitahukan kepada Bisma?" Kembali Bisma menuntut jawaban seraya memandang tajam ke arahku.

"Bunda tidak mau membuat hatimu tambah terluka bila melihat alasan sebenarnya. Bunda ingin, kamu melihat Ayahmu adalah laki-laki yang baik," jawabku seraya menghapus air mata yang sudah tak terbendung lagi.

"Maafkan, Bisma yang marah karena  perceraian ini. Bisma menyalahkan Bunda padahal hati Bunda sangat terluka oleh Ayah." Bisma berlari ke arah Karina dan memeluknya sangat erat. Dia menangis dalam dekapan Karina.

Mereka larut dalam kesedihan dan saling mengungkapkan rasa dalam dekapan. Karina bersyukur jika Bisma sudah mengerti apa yang terjadi. Karina tahu setiap perceraian dalam sebuah rumah tangga pasti akan meninggalkan luka khususnya bagi anak.Namun, Bisma dan Karina harus menerima iradah-Nya.

"Bunda akan selalu menyayangimu, apa pun yang terjadi karena kamu adalah titian kasih untuk menggapai ridha Allah," ujarku disela tangisan. 

Kami berpelukan lama. Sementara suara azan Ashar di kejauhan terdengar. Maha Besar Allah yang telah merancang setiap kejadian bagi umat-Nya dengan berbagai ujian dan cobaan untuk menjadikan mereka umat yang beriman dan bersabar..

"Perbuatan halal, tetapi paling dibenci oleh Allah adalah talak". (HR. Abu Daud). 

Cerita khusus buat anak-anak korban perceraian. Sabar dan tawakal. Yakinlah bahwa kasih ibu akan terus mengalir dalam kondisi apapun. Selamat Hari Ibu, buat para bu hebat se-Indonesia.

Cibadak 22 Desember 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun