Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Titian Kasih

22 Desember 2023   03:48 Diperbarui: 22 Desember 2023   04:32 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Apakah perpisahan  dengan ayahnya membuat Bisma seperti ini, Rei?" Karina mengusap air matanya yang terus mengalir di kelopak matanya. 

Reihan tampak diam seolah mencari kata-kata yang tidak akan menambah luka  sahabatnya ini. Karina memberikan sebuah buku catatan yang di dalamnya terdapat tulisan Bisma. Buku itu dia temukan saat membereskan kamar Bisma kemarin.

Rasa itu bersemayam di hatiku. Rasa benci pada ibuku karena telah mengambil keputusan berpisah tanpa mengerti perasaanku yang dipermalukan oleh  polah ibu sendiri. Seandainya bisa, aku memilih mati daripada aku harus tumbuh dengan keluarga yang tak utuh. Ibu yang bersikeras untuk berpisah dari ayah.

Sialnya, aku tak mampu berbuat apa-apa untuk mencegah perceraian itu. Aku masih berusia sebelas tahun saat mereka resmi bercerai. Aku sangat kecewa, setelah aku menyadari kalau aku tumbuh di dalam keluarga tercerai berai. Bahkan sampai kini, saat usia dua belas tahun,  aku masih tak sanggup menerima kenyataan itu. Aku dibully karena tumbuh tanpa kasih sayang utuh. Aku sangat terluka. Ejekan-ejekan dari teman-teman hanya karena aku menjadi korban perceraian.

Sejenak Reihan merenung seraya menatap kertas itu. Reihan tampak menghela napas panjang. Karina tahu jika sahabatnya itu tak mau menambah beban kesedihan dengan hasil analisa Reihan.

"Kita sembuhkan pelan-pelan ya, Karina. Bisma sedang mengalami depresi. Aku belum bisa menjawab hasil analisa. Nanti jika aku sudah yakin apa yang dialami Bisma sebenarnya, akan aku sampaikan semuanya," ujar Reihan pelan. Kemudian dia permisi pulang dan berjanji akan datang lagi besok pagi.

Setelah kepulangan Reihan, Karina masuk ke kamar Bisma seraya membawa makan siang kesukaan Bisma. Karina melihat Bisma tidur atau pura-pura tidur. Karina meletakkan makanan itu di meja. Kemudian dia duduk di samping ranjang Bisma. 

"Ya ... Allah, apakah keputusan aku bercerai dengan Mas Bram adalah keputusan yang egois. Aku tak mempertimbangkan perasaan anakku. Dia sangat terluka dengan perceraian kami," rintih hati kecil Karina. 

Dirinya menahan tangis agar tak terdengar oleh Bisma. Dia tidak mau terlihat rapuh di hadapan putranya. Selama ini dia mampu menepiskan dukanya sendiri.  Kemudian Karina melantunkan ayat-ayat suci Al qur'an untuk membuat hatinya sedikit tenang. Namun tangis Karina pecah karena tak kuat menahan kesedihan.

"Mengapa Bunda tak bercerita alasan Bunda bercerai dengan Ayah?" Suara Bisma terdengar dari arah samping Karina. Karina segera menghapus air mata dan menatap Bisma yang sedang balik menatapnya. Karina tahu Bisma anak yang cerdas dan memahami situasi yang dihadapinya.

"Bunda tak mau menyakitimu, Nak?' jawab Karina pendek,"percayalah kondisi apa pun yang sedang dialami, Bunda masih sangat menyayangimu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun