"Jangan ... jangan ... demit penunggu hutan," ucap Bimo pelan.
"Hush...! Jangan ngomong sembarangan di tempat begini." Aku melotot kepada Bimo yang cengengesan .
"Diam! Jangan berisik..." ujar Pras sambil menempelkan telunjuk ke mulutnya.
Suara langkah itu terdengar lagi. Kali ini suara langkahnya terdengar lebih banyak berarti pemilik langkah itu lebih banyak.
"Kalian tunggu di sini dulu. Aku mau naik ke atas bukit itu agar bisa melihat apa yang sebenarnya terjadi," ujar Pras sambil bersiap- siap pergi.
"Aku ikut, Pras!" pintaku lirih. Pras menganggukan kepalanya.
Aku menaiki bukit yang tak terlalu tinggi bersama Pras. Dari sana kami bisa melihat aktivitas yang terjadi di lembah. Suara gergaji listrik terdengar cukup keras dari sini disertai teriakan derak pepohonan yang tumbang.
"Pras, bukankah itu hutan lindung?" tanyaku sambil menunjuk ke arah lembah.
"Setahuku begitu. Mengapa pepohonan itu bisa ditebangi ya? Apakah mereka berizin?" Pras bertanya pada dirinya sendiri. Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya.
"Ayo, kita balik lagi ke teman- teman." Aku mengajak Pras sambil menarik tangannya. Kami berjalan pelan- pelan khawatir ketahuan sedang mengawasi gerak- gerik mereka di lembah.
Saat tiba di rombongan, Pras menceritakan aktivitas yang ada di lembah.