"Bunda, belikan lato-lato buatku," rengek Calista sambil menunjuk ke arah penjual lato-lato yang lewat di depan rumah.
Gendis melihat penjual mainan anak-anak sedang memainkan lato-lato dengan suara yang cukup keras. Â Di belakangnya beberapa orang anak mengikuti sambil teriak-teriak kegirangan. Kemudian dia berhenti tepat di pintu gerbang rumah. Calista berlari ke luar dan mendekati penjual itu.
Gendis seperti tak asing dengan laki-laki penjual lato-lato itu. Beberapa kali laki-laki paruh baya itu melewati rumahnya untuk menjajakan mainan. Kalau tidak salah nama penjual mainan itu Parto. Biasa dipanggil dengan panggilan Lik Ato.
Gendis mendekati Calista dan melarang puterinya itu untuk mendekati si penjual.
"Please, Bunda. Aku mau lato-lato itu." Calista kembali merengek sambil menarik-narik tangan Gendis.
"Calista sayang ... Bunda tidak mengizinkan kamu beli lato-lato ya. Umurmu baru empat tahun. Bahaya jika kamu memainkannya," ujar Gendis sambil mengajak Calista masuk rumah. Calista menolak dan meronta keras sambil menjerit-jerit histeris.
"Aku mau lato-lato!" teriak Calista kencang seraya melepaskan diri dari genggaman tangan Gendis.
"Calista! Dengar Bunda ya ...Calista kan anak yang baik. Calista belum boleh memainkan lato-lato nanti kena kepala, bahaya, Sayang." Gendis membujuk Calista dengan sabar.
Pedagang lato-lato memandang Gendis dan berharap agar mainannya itu dibeli. Namun, Gendis tetap melarang Calista membeli mainan itu meskipun Gendis tak tega melihat wajah Lik Ato yang memelas dan berharap dagangannya terjual.
"Lato-latonya aman, kok, Bu," papar Lik Ato sambil memperlihatkan beberapa lato-lato kepada Calista.