Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Ikutan Obrog-Obrog Tradisi Membangunkan Sahur di Cirebon

2 April 2023   05:28 Diperbarui: 2 April 2023   07:02 1904
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat itu penulis berusia sekitar 13 tahun. Rasa penasaran membuat saya merayu kedua orang tua agar mengizinkan untuk ikut berkeliling kampung. Terbayang saat kelompok obrog-obrog berkelompok dan berkeliling kampung untuk membangunkan para warga. Selain pahala yang diperoleh, tentu saja ada kebahagaan dan kepuasan tersendiri, itu yang dikatakan kakak laki-laki saya yang setiap tahun pasti membuat kelompk Obrog-Obrog.

"Kamu ini perempuan. Tak patut dini hari ada di luar bersama laki-laki juga," jawab Paman saat meminta izin kepadanya.

Namun saya bersikeras untuk ikut dan ingin merasakan sensasi saat mengikuti kelompok obrog-obrog. Akhirnya Paman mengizinkan dengan catatan tidak boleh jauh-jauh dari Mas Dang, kakakku dan harus menggunakan pakaian tertutup rapat dan jas serta kaus kaki.. Dengan senang hati aku menerima syarat itu.

Saya tak dapat tidur malam itu karena takut ditinggalkan oleh kakak. Hingga pukul 1.30, kakak mengetuk pintu kamar dan memintaku bersiap-siap. Kakak saya memegang gitar sebagai alat musiknya dan saya diberi tamborin. Kami berkumpul di rumah Pak RT.  Tepat pukul 2, rombongan obrog-obrog tersebut berangkat.

Awalnya saya senang melihat rombongan yang terdiri dari 15 orang itu. Namun, semakin lama udara dingin, serta gigitan nyamuk mulai membuat tubuh saya tidak nyaman, Apalagi harus berjalan keliling kampung dengan jarak yang cukup jauh.

Kakak saya tersenyum saat melihat saya sibuk memukul-mukul nyamuk dan hinggap di tubuh. Tepat berada di depan rumah, saya berlari ke arah gerbang dan berteriak minta dibukakan pintu. Saya menyerah dan memilih pulang ke rumah. Kakak dan beberapa temannya menggeleng-gelengkan kepala saat melihat tingkahku. Pengalaman itu tak pernah aku lupakan. Aku merasakan jika jasa warga yang membangunkan sahur itu sangat besar.

Indonesia memang merupakan negara yang unik. Dengan satu aktivitas saja, yakni membangunkan sahur, terdapat banyak ragamnya. Sayangnya, tradisi membangunkan sahur ini sudah mulai luntur di beberapa daerah. Pengalaman ikut langsung membangunkan sahur, memberikan pelajaran kepada saya tentang pengorbanan dan keikhlasan. Betapa tidak, saat orang lain duduk nayamn dan tidur di balii selimutnya, mereka harus berkeliling untuk membangunkan warga.

Saya berharap tradisi ini akan hadir kembali meski dalam format yang berbeda. Indonesia memang unik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun