Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cerpen "Cinta di Rumah Tua"

15 Februari 2023   21:33 Diperbarui: 15 Februari 2023   21:36 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://www.istockphoto.com/id/foto/

"Tuhan menciptakan senja untuk mengingatkanku untuk pulang pada cinta yang kukenang."  

"Cinta! Kamu ada di mana?" teriak Greg dari arah halaman. John, Andrew dan Hana pun melakukan hal yang sama. Mereka berteriak-teriak dari teras rumah. Namun, Cinta tak nampak batang hidungnya.

Mereka tak dapat menemukan Cinta. Padahal mereka sudah mencari ke segala ruangan yang ada di rumah itu. Sementara senja sudah berlalu berganti malam yang menjemput.

"Cinta, please deh. Don't worry me. Jangan bikin aku cemas. Cinta!" Greg berteriak-teriak kembali, tetapi Cinta tak muncul-muncul juga.

Baca juga: Cerpen

"Aku ada di sini, Greg. Lihat rumah ini sangat indah!" Cinta berteriak tak kalah kerasnya.

"Cinta! Jangan nge-prank kami, dong. Ayo munculah," pinta Hana memohon sambil berjalan di belakang Greg. Sementara teman-teman lainnya berpencar mencari ke ruangan lain.

Mereka sudah mencari di seluruh ruangan rumah tua itu, tetapi Cinta tak dapat ditemukan. Mereka hanya melihat ruangan yang penuh dengan perabotan tua dan berdebu.

"Harusnya kita tak berteduh di sini," ujar Andrew.

"Kamu sih, mengajak kami berteduh di sini, John," gerutu Hana.

"Jadi kalian menyalahkan aku? Kalian lebih senang berhujan-hujan di tengah desa yang asing begini!" Suara John berkata dengan nada tinggi. Dia tidak mau disalahkan.

"Sudah! Kalian tidak perlu bertengkar!' teriak Greg melerai teman-temannya.

Greg sudah terlihat panik. Dia mengambil HP lalu menelepon Om Sambudi, ayah Cinta.

"Halo, Om. Ini Greg. Cinta hilang, Om," ujar Greg hati-hati. Dia tidak ingin papa Cinta terkejut karena puteri semata wayangnya raib.

"Hilang? Kok bisa? Kan tadi pergi sama kamu dan yang lainnya," rentetan pertanyaan Om Sambudi terdengar di telinga Greg.

"Tadi kami menuju vila papa Andrew, Om. Mobil kami mogok dan hujan turun sangat deras dan angin sangat kencang. Kami takut pepohonan di pinggir jalan itu akan tumbang, Kami memutuskan untuk mencari tempat berteduh yang lebih aman." Greg menjelaskan kondisi yang sebenarnya.

"Kamu berada di mana sekarang?" tanya Ayah Cinta.

"Kami berada di sebuah vila tua dekat desa Batujajar, Om." Greg menjelaskan kembali posisi mereka.

"Bagaimana ceritanya Cinta bisa hilang?' Om Sambudi bertanya dengan nada cemas.

"Kami masuk ke vila ini bersama-sama. Cinta ada di belakang kami. Saat kami mencarinya, Cinta sudah tidak nampak, Om," papar Greg sambil menahan suaranya.

"Kamu share lock, ya. Om akan menuju ke sana bersama beberapa orang teman." Om Sambudi berbicara dengan tegas.

"Iya, Om. Semoga ada sinyal ya, Om," ucap Greg seraya mematikan teleponnya. Kemudia dia memberikan lokasi mereka ke wa Om Sambudi.

Sementara Cinta masuk ke dalam rumah yang megah dengan peralatan yang mahal-mahal. Di dinding terdapat foto keluarga terdiri dari lima orang. Seorang wanita dan bapak-bapak dengan tiga orang anak laki-laki yang masih remaja.

Di ruang tamu terdapat sofa yang sangat bagus disertai dengan hiasan yang terbuat dari guci-guci yang indah. Ada beberapa vas bunga yang berisi bunga-bunga indah dan harum.

"Selamat malam," sapa seseorang dari belakang Cinta. Cinta berbalik dan melihat seorang laki-laki remaja seusia dirinya sedang tersenyum ke arah dirinya.

"Wah ... cakep banget," puji Cinta dalam hati.

Sosok cowok ini memikat dilengkapi dengan tubuhnya yang atletis. Rambut coklatnya dengan model Pasquito dengan disconected di pelipis semakin menonjolkan rahangnya yang terlihat sangat kuat. Matanya sedikit sipit dan kulitnya putih. Cinta seolah melihat artis Korea.

"Hai ... maaf, saya masuk tanpa izin ke rumahmu," sapa Cinta malu-malu.

"Selamat datang di rumahku. Saya senang ada yang mau singgah ke sini," tukas laki-laki itu," Saya Stephen."

"Saya Cinta." Cinta mengenalkan diri sambil menyodorkan tangannya ke arah Stephen.

Stephen membalas uluran tangan Cinta. "Wah ... kok tangannya sangat dingin. Wajahnya juga tanpa ekspresi," batin Cinta.

"Maaf. Saya dan teman-teman tadi kehujanan dan mobil kami mogok. Kami mencari tempat berteduh dan kami melihat rumah ini," jelas Cinta.

"Tidak apa-apa. Ini rumah keluarga kami, keluarga Danu Subroto. Kamu boleh beristirahat di sini," tutur Stephen.

Suara Stephen yang lembut dan sopan membuat Cinta semakin tertarik kepadanya. Ikh ... apakah ini yang namanya jatuh cinta pada pandangan pertama?

Kemudian Stephen memberikan sebuah foto gadis remaja. Loh ... wajah gadis dalam foto itu sama persis dengan wajahku.

"Ini kekasihku. Dia meninggalkan aku dan sudah lama tak mau menemuiku. Aku akan senang jika kamu mau menjadi pacarku," ucap Stephen lirih.

Aduh ... Cinta tersanjung dengan ucapan Stephen. Tapi ... masa sih mereka baru berkenalan beberapa menit masa sudah berani mengungkapkan perasaan kepada Cinta hanya gegara wajahnya mirip dengan wajah Cinta.

"Sebentar, Ayo kita berkenalan dengan teman-teman saya!" ajak Cinta seraya mencari teman-temannya.

Cinta tak menemukan Greg, Hana, John atau pun Andrew. Kemudian Cinta mencari ke teras rumah. Dia tak dapat menemukan teman-temannya.

"Greg! Di mana kalian?" teriak Cinta. Teriakan Cinta tak mendapat jawaban.

"Mereka tak ada di sini," ujar Stephen dingin. Tatap mata laki-laki itu mulai membuat Cinta tak nyaman ditambah lagi dengan senyuman Stephen yang mengerikan.

"Mereka tadi bersamaku masuk ke rumah ini. Kamu apakan mereka?" seru Cinta.

Stephen mendekati Cinta pelan-pelan. Dia berusaha meraih tangan Cinta, tetapi Cinta menepis tangan itu dengan keras. Ban hitam Taekwondonya berguna kali ini. Cinta memasang kuda-kuda. Kemudian Cinta melayangkan tendangan ke arah Stephen saat laki-laki itu semakin mendekatinya dengan seringainya yang mengerikan.

Cinta berlari ke halaman sambil memanggil-manggil teman-temannya.

"Greg! Hana! Andrew! John! Where are you? Kalian tega meninggalkan aku! Di mana kalian?" teriakan Cinta menggema di halaman itu. Cinta berdiri di bawah pohon beringin yang tinggi dan lebat.

Tiba-tiba sebatang dahan besar menimpa tubuh Cinta. Kemudian Cinta tak sadarkan diri.

"Cinta! Bangun, Nak. Ini Ayah!" Suara panggilan seorang laki-laki menyadarkan Cinta.

Pelan-pelan mata Cinta terbuka. Dia melihat Ayahnya sedang memeluknya. Cinta juga melihat Greg, John, Hana, Andrew dan dua orang laki-laki berpeci putih berdiri mengelilinginya.

Cinta mengitari pandangannya ke tempat dia berada kini.

"Di mana aku?" tanya Cinta sambil duduk pelan-pelan.

"Kamu ada di salah satu ruangan vila, Cin," tukas Greg.

"Sudah dua hari kami mencarimu," papar Andrew pelan.

"Apa dua hari? Bukankah semalam kita datang ke vila yang sangat indah dan megah. Mana Stpehen pemilik rumah ini? Apa yang terjadi dengannya?" Cinta bertanya tak mengerti.

"Kita memang datang ke sebuah vila, tap bukan vila yang indah dan megah. Ini rumah tua, Cin. Lagi pula tak ada yang namanya Stephen. Tak ada siapa-siapa kecuali kita saat itu?' urai Hana menambah kebingungan Cinta.

"Rumah ini milik keluarga Danu Subroto.  Stephen adalah anak sulung mereka. Keluarga ini meninggal karena peristiwa perampokan. Pemuda yang kamu lihat itu sebangsa jin yang menunggu rumah ini yang kadang- kadang menjelma sebagai keluarga Danu Subroto. Alhamdulillah, kamu masih bisa selamat," kata salah seorang Bapak yang menggunakan peci putih. Di tangannya Cinta melihat ada tasbih.

"Anakku, ini Ustaz Danu dan yang satunya Ustaz Aris. Mereka yang membantu Ayah mencarimu. Kamu sudah hilang selama dua hari. Alhamdulillah mereka bisa membantumu keluar dari dimensi dunia gaib," jelas Ayah sambil mengelus kepala Cinta.

Ya Allah, jadi Stephen, seorang pemuda ganteng yang menjelma kembali dan berhasil memikat hati Cinta itu makhluk gaib. Bulu kuduk Cinta berdiri.

"Bawa Cinta pulang, Yah," pinta Cinta sambil memeluk Ayahnya.

Sementara di sudut rumah sepasang mata sendu menatap kepergian mereka dengan perasaan yang terluka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun