Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cerpen "Aku, Bunda dan Dia"

5 Februari 2023   07:26 Diperbarui: 5 Februari 2023   07:35 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://www.hipwee.com/tips/cara-nyaman-tidur-di-kereta/

"Ibu sudah pulang, Nu. Ibu tidak mau merepotkan kalian. Biar saja ibu tinggal di kampung dekat dengan makam Bapakmu. Kamu jangan cemas. Urus dan sayangi keluargamu dengan baik, ya. Demi ibu," ujar Sang Ibu sambil berkaca-kaca.

Kemudian wanita tua itu menyimpan HP-nya dan menahan tangisnya. Aku iba padanya. Aku merasa melihat ibuku sendiri.

"Maaf, ibu. Ada yang bisa saya bantu?" ujarku sambil memegang kedua belah tangannya.

"Terima kasih, Nak. Maaf Ibu membuatmu tidak nyaman, ya," ujar perempuan itu sambil mengusap air mata dengan sapu tangannya.

"Tidak, Bu. Jika ibu ingin bercerita, silakan. Saya siap mendengarkan," jawabku sambil mengelus-ngelus kedua tangannya.

"Ibu hidup sendiri setelah suami ibu meninggal sedangkan anak-anak tinggal di beberapa kota yang berbeda. Ibu kangen pada mereka karena sudah dua tahun mereka tidak bisa menengok. Oleh karena itu ibu mengunjungi mereka satu persatu karena mereka sibuk dan tak memiliki wamtu untuk menengok. Terakhir ibu datang ke anak bungsu di Jakarta. Dari tiga anak ibu, perlakuan yang ibu terima tak jauh berbeda. Mereka tidak menyukai kehadiranku di rumah mereka," ujar ibu sambil menahan isaknya.

Deg! Ternyata kisah yang dituturkan tak berbeda jauh dengan apa yang terjadi pada Bunda. Sebuah tamparan keras seolah mendarat di pipiku.

Begitu kejamnya aku kepada Bunda. Bunda pasti sangat terluka saat Mas Gani menolak untuk mengajaknya tinggal bersama kami tetapi Bunda menyimpan rasa itu sendiri dalam hatinya. Kerinduan padaku dan cucu-cucunya membuat Bunda sakit-sakitan.

Betapa tidak adilnya aku kepada Bunda. Seharusnya aku bisa memaksa Mas Gani untuk mengajak ibu tinggal dengan mereka. Hanya kasih sayang dariku dan cucu-cucunya yang dapat mengobati sakit Bunda, Aku harus mencari cara agar aku bisa merawat Bunda, sendiri. Aku tahu Mas Gani selalu menyuruhku untuk mengirimkan uang kepada ibu dalam jumlah yang cukup besar. Namun, aku yakin bukan hanya materi yang dibutuhkannya.

Aku memeluk si ibu dengan penuh kasih sayang. Aku ingin mengobati hatinya yang terluka karena ulah anak-anaknya.

Aku malu pada diriku sendiri. Aku jarang menengok Bunda. Apa yang aku alami cukup mengingatkan aku tentang kasih sayang seorang ibu yang sepanjang jalan sedangkan kasih sayang seorang anak kepada ibunya hanya sepanjang galah. Tak adil memang. Dalam kereta ini aku mendapat pembelajaran tentang kasih ibu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun