Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen 'Cinta yang Tak Bertakhta'

23 Januari 2023   16:21 Diperbarui: 23 Januari 2023   16:24 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: dream.co.id

Kematian adalah jembatan yang menghubungkan orang yang mencintai dengan yang dicintainya. (Jalaluddin Rumi)

Andina, Rania dan Mbok Nah masih menunggu operasi yang dilakukan para dokter. Mereka duduk di bangku panjang yang ada di depan ruang operasi.

Kecemasan terus melanda hati Andina. Dia takut menghadapi kemungkinan yang terburuk akan terjadi pada Bunda. Semua kejadian ini bagai mimpi buruk bagi Andina.

Bunda mengalami kecelakaan setelah mobil yang dikendarainya menabrak batas jalan di KM 42 tol Bocimi sepulang menghadiri arisan di salah satu teman Bunda saat SMA. Menurut laporan polisi, mobil Bunda menghantam pembatas jalan karena menghindar mobil truk yang melaju kencang di sebelah kirinya.

Baca juga: Menghadirkan

Bunda memang sering bepergian sendiri dengan alasan ingin menghilangkan stress yang tengah melanda pikirannya. Sebagai anak, Andina dan Rania tak bisa melarang kegiatan yang dilakukan Bunda.

Pernikahan ayahnya dengan wanita lain adalah pemicu dari masalah-masalah yang terjadi dalam keluargamya. Alasan klise untuk mendapatkan keturunan berjenis laki-laki membuat ayahnya merasa berhak untuk menyakiti hati bunda. Dengan semena-mena ayah menikah lagi tanpa restu dari bunda.

Ayah tak melihat betapa besar dan tulus cinta Bunda kepada ayah, suaminya. Bunda selalu menemani dan mensuport Ayah saat usaha Ayah masih kecil. Peranan Bunda tak bisa dihilangkan hingga Ayah menjadi seorang pengusaha sukses seperti sekarang ini.

Lalu apa pula artinya kehadiran dia dan adiknya selama ini? Andina dan Rania adalah perempuan, tetapi mereka mampu berprestasi layaknya seorang pria. Selama kuliah, Andina selalu mendapat nilai tertinggi dan berbagai prestasi non-akademik lainnya. Begitu pula prestasi Rania yang tak kalah dengan dirinya.

Andina bisa mengerjakan pekerjaan yang dilakukan oleh kaum pria. Pekerjaan menjadi direktur utama, yang dipercayakan Ayah bukanlah hal yang mudah, tetapi Andina dapat mengerjakannya dengan baik. Alasan apa lagi yang menyebabkan Ayah memutuskan untuk menikah lagi kecuali hanya hawa napsu.

Poligami memang dihalalkan dalam agama Islam, tetapi ada syarat-syarat tertentu untuk membuat keputusan untuk berpoligami. Banyak syarat yang harus dipenuhi, termasuk harus bersikap adil kepada istri-istrinya. Andina yakin, Ayahnya tak memenuhi syarat-syarat itu sehingga membuat Bunda begitu kecewa dan mendendam.

 Andina seolah tak mengenal Bundanya sekarang ini. Sejak kepulangannya dari Amerika, Andina merasa asing dengan kedua orang tuanya. Mereka tak pernah bercakap-cakap tentang masalah-masalah mereka.

Rania pun menceritakan hal yang sama. Suasana rumah yang sepi dan tak nyaman, membuat adiknya memilih sekolah SMA berasrama. Rania hanya sesekali pulang ke rumah jika liburan untuk menengok mbok Nah dan Mang Ujang yang merawat rumah mereka.

Biasanya Bunda selalu menjadi pendengar yang terbaik untuk Andina dan adiknya. Selama Andina berada di Amerika, dia masih sering bercakap-cakap dengan Bunda. Tak sedikit pun Bunda menceritakan masalah-masalahnya kepada Andina. Mungkin Bunda tidak mau kuliahnya terganggu. Pertanda kasih sayang Bunda sangat besar meskipun dirinya terkena masalah.

Andina tahu kasih sayang yang Bunda berikan kepada Andina dan Rania tak akan pernah terbalaskan oleh apa pun. Rasa cinta dan kasih sayang yang sangat besar itu pun Bunda berikan untuk Ayah. Bunda sangat setia menemani dan membantu Ayah baik di rumah atau saat Ayah mengalami kesulitan dalam usahanya. Jadi Andina paham jika Bunda sangat terpukul dan sangat kecewa saat Ayahnya menikah tanpa izin darinya.

"Sudah lima jam operasi berlangsung, kok belum ada tanda-tanda selesai ya, Nia," ujar Andina kepada Rania yang duduk di samping. Dia melihat waktu sudah menunjukkan angka lima. Untung mereka sudah menjamak salat tadi.

"Sabar, Mbak sayang. Semoga operasinya berlancar dan Bunda dapat pulih nanti," hibur Rania sambil menepuk bahu Andina.

Mbok Nah tampak tak berhenti berkomat-kamit. Dia pasti mendoakan Bunda.

Seorang dokter keluar dari ruang operasi. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri seolah mencari seseorang. Andina dan Rania segera berdiri.

"Dokter, bagaimana operasi ibu saya?" tanya Andina tak menunggu lagi.

"Oh ... Anda keluarga Bu Vania?" Sang dokter balik bertanya. Andina menganggukan kepalanya.

"Alhamdulillah ... operasi sudah selesai. Semoga operasi berhasil dan tidak ada dampak baru bagi Bu Vania," papar dokter.

"Maksudnya ...?" Andina bertanya mengerti.

"Kita lihat reaksi pasien paska operasi. Pendarahan di otak Bu Vania sangat berat sehingga kami tetap akan terus memantau kondisi pasien. Kita doakan semoga proses pemulihan berjalan lancar." Dokter kembali menjelaskan dengan panjang lebar.

"Ya Allah ... Bunda belum dapat dipastikan akan sembuh bahkan bisa terjadi sesuatu yang buruk bisa terjadi padanya," batin Andina seraya menahan napasnya.

Setelah setengah jam paska operasi, Bunda dibawa ke ruang ICU lagi. Dia masih harus dirawat intensif dengan bantuan alat-alat kedokteran. Andina, Mbok Nah dan Rania mengantar Bunda sampai tiba di ruang ICU. Bunda masih belum sadarkan diri. Dia masih koma sejak kecelakaan itu.

Andina memandangi Bundanya dari balik jendela ruang ICU. Hatinya tak mampu menahan duka sehingga air matanya kembali tak terbendung. Andina sesegukan menahan tangis seraya memandangi Bunda yang tetap terbaring lemah. Ya ... Rabb, hanya Engkaulah yang memiliki iradah bagi setiap umat-Mu. Berikanlah yang terbaik untuk Bunda.

Saat itu senja sudah mulai berganti malam. Sinar mentari mulai meredup berganti lembayung jingga yang menghiasi ufuk. Andina tak ingin meninggalkan Bunda di rumah sakit. Dia ingin menemani Bundanya terus, tetapi ruang tunggu pasien ICU tidak tersedia. Akhirnya mereka menunggu di ruangan khusus pasien ICU yang disediakan rumah sakit. Ada sofa yang dapat mereka gunakan untuk beristirahat.

Tanpa terasa Andina terlelap karena sangat letih. Dalam tidurnya dia melihat Bunda di sebuah taman yang sangat indah. Bunda menggunakan gaun berwarna putih panjang. Bunda terlihat sangat cantik.

"Bunda!" Andina berteriak keras. Dia berlari ke arah Bunda dan berniat ingin memeluknya. Namun, Bunda seolah tak melihatnya. Dia terus saja berjalan dan tak menghiraukan panggilannya.

"Bunda! Tunggu Andina! Bunda ... Andina kangen sama Bunda. Bunda berhenti!" setengah berteriak Andina memanggil Bunda, tetapi Bunda tetap tidak menengok ke arahnya.

"Neng! Neng Andina, bangun!" Suara panggilan Mbok Nah terdengar keras.

"Astagfirullah ... aku memimpikan Bunda tadi, Mbok. Apakah ini firasat ya." Andina berkata sambil pelan-pelan duduk di sofa.

"Mungkin Neng Andina belum membaca doa tadi," ujar Mbok Nah sambil memberikan sebotol air mineral.

"Mbak Andina! Mbok Nah!" Teriak Rania dari arah luar. Rupanya Rania menunggui Bunda di depan ruang ICU.

 Mbok Nah membukakan pintu ruangan. Kemudian Rania memeluk Arina seraya menangis.  

"Ada apa, Rania? Tenang ya. Ceritakan ada apa?" tanya Andina berusaha menenangkan adiknya.

Setelah Rania tenang, dia menceritakan kepada Andina tentang Bunda.

"Bunda sudah pergi, Mbak. Dia sudah kembali kepada-Nya," ujar Rania pelan sambil terus menangis.

"Innalilahi wa inna ilahi rojiun ...," ujar Andina seraya memeluk adiknya.

"Sabar, sayang. Kita ikhlaskan kepergian, Bunda. Mungkin ini yang terbaik buat Bunda," hibur Mbok Nah  seraya memeluk Andina dan Rania.

Ternyata mimpi tadi adalah firasat yang diberikan kepada Andina. Bunda akan pergi jauh darinya. Ujian itu kembali datang kedalam kehidupan Andina dan dia harus kuat menjalaninya. Dia harus menggantikan peran Bunda untuk Rania, adik semata wayangnya.

"Ya...Rabbi, ampuni segala dosa Bunda dan tempatkanlah Bunda di tempat terindah milik-Mu," doa Andina dalam hati

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun