Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Menghadirkan 'Jiwa' dalam Puisi (1)

18 Januari 2023   22:00 Diperbarui: 18 Januari 2023   22:14 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dok Pri by Canva

"Puisi adalah kumpulan kegembiraan, rasa sakit dan keajaiban, dengan sedikit kamus." - Khalil Gibran

Menulis itu mudah. Hal itu dibuktikan semakin maraknya karya- karya tulis dalam berbagai genre hadir di berbagai media, khususnya media sosial, seperti facebook, whatsapps, line, mesengger, telegram, twiter, blog dan lainnya. Bahkan ada penulis-penulis yang berani menerbitkan bukunya sendiri.

Pandemi Covid-19 selama hampir tiga tahun memberikan transformasi kegiatan masyarakat. Perubahan kegiatan yang dilakukan di luar rumah, kantor-kantor terpaksa harus dibatasi. Work from office (WFO) berubah menjadi work from home (WFH).

Kegiatan kepenulisan itu berkembang seiring berkembangnya komunitas-komunitas menulis, dan pelatihan-pelatihan menulis secara on line. Manfaat yang dapat dipetik dari komunitas-komunitas ini adalah tercipta interaksi dengan penduduk dunia maya secara mudah dan  luas di berbagai daerah di Indonesia bahkan juga teman-teman yang berasal dari luar negeri.

Baca juga: Puisi 'Refleksi'

Media sosial dijadikan sebagai buku harian bagi para penulis pemula. Semua pengalaman, peristiwa-peristiwa atau pun sekedar mengungkapkan perasaan yang ada di hati memenuhi hampir semua media sosial. Yang sering muncul di media sosial adalah genre cerpen dan puisi.

Saya termasuk orang yang menyukai jenis fiksi. Beberapa tulisan yang saya kirim di blog Kompasiana bergenre cerpen, flash fiction, novel, dan puisi. Saya lebih senang menulis fiksi karena tidak membutuhkan referensi sebagai sumber rujukan. Fiksi (puisi) lebih mudah karena tinggal menuliskan pengalaman, perasaan dan hasil pengamatan dalam larik -larik puisi.

Saya tidak berani mengatakan saya penulis meskipun secara bahasa orang yang melakukan kegiatan menulis disebut penulis. Khususnya genre puisi. Ada sesuatu yang kurang saat saya membaca ulang puisi-puisi yang saya tulis. Saya juga kurang percaya diri untuk membukukan karya-karya puisi saya yang diikutkan dalam chalange 40 hari menulis di komunitas YPTD pada  tahun lalu. Apa penyebabnya? Ternyata puisi-puisi yang saya buat kurang menyentuh makna di dalamnya.

Menghadirkan 'Ruh' Puisi

Saya memahami teori puisi saat saya kuliah di jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Bandung. Pengertian puisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah 1 ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait; 2 gubahan dalam bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama, dan makna khusus; 3 sajak.

HB. Jassin mengatakan puisi adalah sebuah pengucapan yang melibatkan perasaan di dalamnya yang mengandung suatu pikiran dan tanggapan.

Pada dasarnya puisi itu sebagai salah satu ragam sastra yang memiliki rima, irama, ritma serta lirik dalam setiap bait yang mewakili perasaan seorang penulis yang dikemas dengan bahasa imajinatif. Puisi memiliki bentuk yang berbeda dengan bentuk karya sastra lain. Puisi ditulis dalam bentuk larik di tiap baitnya. 

Saya sempat merasa bingung saat membaca beberapa karya puisi yang ditulis dalam bentuk paragraf, tetapi dikatakan sebagai puisi. Saya belum menemukan teori jika puisi ditulis dalam bentuk paragraf sama halnya dengan kita menulis narasi. Padahal puisi itu sangat berbeda dengan menulis karya tulis lain, seperti cerpen, artikel yang ditulis dalam paragraf, sedangkan puisi ditulis dalam bentuk bait.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar puisi yang kita buat tidak'garing' dan memiliki jiwa/ruh: 

  • Tentukan amanat yang ingin disampaikan dalam puisi.

Kuat atau lemahnya jiwa dalam puisi ditentukan oleh amanat yang akan diberikan penulis kepada pembacanya. Amanat harus jelas walaupun disampaikan secara implisit. Amanat yang jelas dan mudah ditangkap maknanya oleh pembaca menunjukan bahwa puisi tersebut sudah memiliki 'ruh'.

Ada beberapa faktor puisi-puisi yang kita buat sulit ditangkap maknanya. Pertama, pembaca tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk menangap makna pada puisi kita. Kedua, sebagai penulis puisi, kita kurang mahir mengomunikasikan pesan dalam larik-larik puisi.

  • Pemilihan diksi (pilihan kata) yang tepat.

Puisi yang bermakna berkaitan dengan pemilihan diksi yang tepat. Pemilihan kata yang tepat dapat mempertegas amanat yang akan kita sampaikan kepada pembaca.

Penyampaian amanat puisi yang tegas bukan berarti kita melupakan nilai-nilai estetis yang dimiliki puisi, yaitu rima, rima, imaji, nada dan diksi.

Kita harus ingat bahwa puisi itu mengandung bahasa simbolik dan indah. Jadi tetap pesan yang ingin disampaikan harus juga memperhatikan nilai- nilai estetis yang dapat diperoleh dari pemahaman majas, citraan, dan kata-kata kiasan.

Contoh:

Catatan Senja

Semburat jingga menghias senja
Camar tak lagi bermain di cakrawala
Ombak yang menghantam karang
Kini mengalun tenang, damai

Angin sibuk menyapa mega
Di ujung ufuk asaku terpuruk
Gundah memecah asa
Mencumbu lara, terhempas

....

(Nina Sulistiati)

Dua bait puisi itu menggunakan majas dan citraan. Kedua hal tersebut harus dikuasai oleh penulis puisi.

Nah, pada artikel bagian pertama ini saya membahas dua hal dulu ya. Pada artikel berikut akan saya sampaikan beberapa hal lagi yang harus diperhatikan saat kita membuat puisi agar puisi yang kita buat memiliki 'jiwa'. Semoga bermanfaat.

Referensi:

Fauji, Doddi Ahmad. 2019. Menghidupkan 'Ruh'Puisi. Situsseni: Bandung.

Sekar. 2022. 25+ Pengertian Puisi Menurut Para Ahli

https://www.pinhome.id/blog/pengertian-puisi/. Diakses 18 Januari 2023, pukul 21.00

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun