"Tepo Saliro" dalam KBBi ditulis tepa salira merupakan falsafah hidup masyarakat Jawa yang memiliki makna dalam. Falsafah itu tidak hanya mengajarkan kepada kita tentang sikap saling menghargai orang lain, tapi juga menuntun kita untuk memiliki empati kepada kesulitan orang lain.
Dalam KBBI tepa salira/te*pa sa*li*ra/ a dapat merasakan (menjaga) perasaan (beban pikiran) orang lain sehingga tidak menyinggung perasaan atau dapat meringankan beban orang lain; tenggang rasa; toleransi. Kata ini merupakan jenis kata ajektiva atau kata sifat.
Tepa salira harus ada dan dimiliki oleh masyarakat Indonesia karena sifat ini merupakan salah satu nilai kearifan lokal yang dimiliki bangsa Indonesia sejak zaman leluhur. Sifat ini juga harus dimiliki oleh mereka yang memiliki tetangga yang relatif berdekatan, contohnya di komplek perumahan.
Saya tinggal di komplek perumahan sederhana yang bangunan rumah satu sama lain berdempetan. Dengan kondisi ini seharusnya setiap warga komplek memiliki sifat tepa salira yang tinggi dalam melakukan kegiatan-kegiatan. Hal tersebut bertujuan agar terciptanya kedamaian, kenyamanan hidup dan menjalin hubungan harmonis antartetangga.
Memang tidak mudah mewujudkan sikap tepa salira ini. Setiap orang memiliki ego dan kemauan sendiri-sendiri. Kadang kita lupa bahwa kita hidup di lingkungan sosial yang membutuhkan komunikasi dan hubungan yang baik antartetangga. Kita lupa bahwa kebebasan yang kita miliki dibatasi oleh hak orang lain juga.
Salah satu contoh cerita nyata tentang kehidupan bertetangga di komplek perumahan saya. Saya memiliki beberapa tetangga yang memelihara kucing sedangkan phobia kucing. Dan lebih parahnya, kucing-kucing tersebut dibiarkan berkeliaran dan berkunjung ke rumah-rumah tetangga.
Keadaan tersebut diperparah kala kucing-kucing itu membuang kotoran di sembarang tempat, termasuk di rumah saya. Tiga kali sehari suami saya harus membersihkan kotoran yang ada di teras rumah, garasi dan pot-pot bunga kesayangan saya.
Awalnya kami diam dan menerima. Namun kondisi tidak nyaman ini semakin tak terkendali. Kami sudah mencoba mengomunikasikan dengan para pemilik kucing. Namun anjing menggonggong dan kafilah pun tetap berlalu. Akhirnya kami melaporkan ke ketua RT. Ternyata ketidaknyamanan itu dirasakan oleh beberapa tetangga lain hanya mereka tidak mau menyampaikan. Akhirnya gegara ini kami didiamkan oleh pemilik kucing.
Dari pengalaman tersebut, saya menyimpulkan bahwa sifat tepa salira ini sangat dibutuhkan dalam hidup bertetangga. Sikap ini akan tumbuh dengan kesadaran diri yang dimiliki oleh masing-masing individu. Kesadaran itu akan tumbuh bila seseorang sudah memahami betul tentang hakikat hidup bertetangga
Hakikat Hidup Bertetangga
Dalam agama Islam yang saya anut, sudah jelas disampaikan tentang hakikat hidup bertetangga.
Rasulullah SAW bersabda, ''Siapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari kemudian, hendaknya berkata baik atau diam, dan siapa yang beriman (percaya) kepada Allah SWT dan hari kemudian harus menghormati tetangganya, dan siapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari kemudian, harus menghormati tamunya.''
Dalam hadist tersebut Nabi memerintahkan umat muslim  untuk menghormati tetangga dan tamunya jika ingin digolongkan orang yang beriman.