Pagi-pagi hujan sudah turun deras. Suasana seperti ini membuat orang malas untuk keluar rumah. Sama halnya dengan Prety, gadis remaja berusia tiga belas tahun dan duduk di kelas delapan SMP, memilih diam di rumah meskipun hari libur.
Suara gemercik air hujan terdengar dari luar jendela kamar Prety. Rintikan airnya membasahi jendela sejak pagi tadi. Prety tak berhenti memandangi jendela itu dengan tatapan kosong. Sejak tadi dia duduk di depan jendela sambil menikmati rintik hujan yang membasahi pelataran rumahnya. Sebenarnya dia tahu apa yang sedang dipikirkannya. Namun, dia menolak untuk memikirkannya.
"Neng Prety, bolehkah Bibi masuk?" suara Bi Arum dari luar kamar.
"Iya, Bi. Pintu tidak aku kunci," teriak Prety.
Bi Arum masuk sambil membawa sepiring nasi goreng dan dadar telur kesukaan Prety. Di atas kasur berbagai pakaian milik majikannya itu berserakan.
"Bi Arum sudah membuatkan nasi goreng kesukaanmu. Sarapan dulu, ya. Biar tidak masuk angin," ujar Bi Arum sambil menyimpan piring dan segelas susu di atas meja belajar Prety.
Kemudian Bi Arum menuju kasur dan akan membereskan pakaian-pakaian nona kecilnya.
"Sebentar, Bi. Aku masih memilih pakaian yang akan aku kenakan hari ini," larang Prety," Dan ini simpan semua pakaian-pakaian yang pendek-pendek ke kardus, ya, Bi."
"Ini masih bagus-bagus banget, Neng. Sayang kalau dibuang," tukas Bi Arum.
"Terserah Bibi mau dikemanakan baju-baju itu. Yang penting baju-baju itu tidak ada di lemariku." Prety memberikan semua baju-baju yang berlengan pendek dan rok pendek kepada Bi Arum.