Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Flash Fiction: Takdir

28 April 2022   00:00 Diperbarui: 28 April 2022   00:13 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: telisik.id

Aku ingin sepanjang hidup bersamamu, kupegang kesetiaanku yang tulus hanya untukmu bersamamu aku bangun biduk yang akan mengarungi samudera kehidupan bersama cinta dan kasihmu.

Sendok yang Karina gunakan untuk mengaduk teh, jatuh dan menimbulkan suara dentingan di pisin. Tangan kirinya bergetar hebat saat memegang cangkir bermotif bunga rose. Hatinya tak kuasa menerima berita yang dilihatnya. Sebuah pesawat jurusan Jakarta- Kanada terjatuh di perairan Laut Jawa. Pesawat hilang kontak lima belas menit setelah lepas landas dari Banda Soekarno Hatta.

Perlahan Karina menyimpan cangkir di atas piring pisin dengan hati-hati agar tidak berceceran airnya. Karina berusaha menguasai dirinya dengan menyebut nama Allah SWT. Bukankah itu pesawat yang digunakan oleh Mas Tio? Mas Tio minta izin untuk mengikuti seminar selama seminggu di Rumah Sakit Kanada. Pesawatnya berangkat sore ini. Dan pesawat yang jatuh itu sama dengan yang akan dinaiki Mas Tio.

Sejenak dia memalingkan wajah ke arah cakrawala melalui jendela kamarnya. Langit berhiaskan lembayung. Semburat merah jingga sesaat hujan terhenti, menciptakan bianglala yang menggoreskan janji antara sepasang insan yang digariskan untuk mengarungi hidup dalam kasih sayang. Namun, hati Karina penuh tanya. Apakah benar calon imamnya itu kini telah kembali kepada-Nya?

"Mbok Nah! Mbok Nah!" teriak Karina sambil menahan tangisnya.

"Iya, Neng. Mbok Nah datang," jawab Mbok Nah sambil tergopoh-gopoh ke ruangan keluarga. Dia melihat Karina sedang menunjuk ke arah televisi yang sedang menyiarkan berita jatuhnya pesawat.

"Tenang, Neng Karin. Ada apa?" tanya Mbok Nah saat melihat Karina panik sambil menangis.

"Itu, Mbok ... pesawat yang ditumpangi Tio jatuh," ujar Karina histeris. Mbok Nah memeluk Karina seraya menenangkannya.

"Istighfar, Neng. Tenang. Kita kan belum mengetahui kepastiannya," nasehat Mbok Nah.

"Ada apa, Karin?" tanya Bu Fitria yang tiba-tiba datang. Dia mendekati Karin dan memeluk anaknya ini agar tenang. Karina terus menangis,

"Itu, lo, Bu. Katanya pesawat yang ditumpangi Mas Tio terjatuh di perairan Laut Jawa" jelas Mbok Nah sambil menunjuk berita di televisi.

"Sabar, Nak. Kita cari tahu kebenaran beritanya. Kita telepon keluarga Tio, ya," hibur Bu Fitria.

Karina menghentikan tangisnya. Dia berusaha tenang untuk menghadapi masalah ini. Kemudian Karina menelepon calon mertuanya.

"Assalamualaikum, Ma. Karina menonton berita ...," tangis Karina pecah saat berbicara dengan calon ibu mertuanya.

"Iya, Karin. Sabar, ya, Nak. Papa sedang mendatangi kantor maskapai untuk mengetahui kebenarannya. Kamu berdoa agar Tio selamat," ujar Mama sambil menahan tangisnya.

Karina tahu Mama Tio dan seluruh keluarga besarnya pun sangat bersedih dengan peristiwa ini. Takdir Allah SWT yang menentukan hidup mati seseorang. Karina harus ikhlas menerima semua takdr itu. Kehilangan orang-orang yang dicintainya adalah salah satu takdir yang harus dijalaninya.

Impian dan harapan membina mahligai rumah tangga bersama Tio harus pupus oleh takdir yang diberikan untuknya. Karina bersimpuh di hamparan sajadah. Dia ungkapkan rasa yang selama ini mengganjal di hatinya. Kehilangan Ayah dan Ibunya, kehilangan calon imamnya adalah rencana Allah untuknya. Karina hanya memohon agar dirinya mampu menghadapi ujian dan cobaan dengan tabah dan tawakal.

Karina membaca baris demi baris ayat-ayat Al quran dengan harapan  kegelisahan yang tengah dirasakan berkurang. Air matanya tak terbendung lagi. Dia pasrah pada kehendak ilahi. Hatinya telah hancur, sehancur-hancurnya. Luka itu kembali menggores sanubari.

Jauh di sebuah ruang praktik dokter, seorang laki-laki sedang berusaha membuka pintu kamar mandi yang macet. Dia terkurung di dalam kamar mandi sesaat akan berangkat ke Bandara Soekarno Hatta.

"Aneh, Tidak biasanya pintu ini rusak. Mana handphone aku tinggalkan di meja jadi aku tidak bisa menelepon seseorang untuk membukakan pintu ini. Pasti semua perawat dan petugas sudah pulang ke rumah masing-masing," gerutu Dokter Tio sambil terus berteriak-teriak. Dia sudah terlambat untuk pergi ke Kanada malam ini. Tio tak bisa mengikuti seminar yang sangat penting buat karier.

Malam semakin merambat pelan. Rembulan sabit tampak malu-malu bersembunyi di balik awan kelabu. Semua yang ada di muka bumi ini tunduk kepada takdir Sang Maha Kuasa. Tak ada satu pun yang mengetahui kapan datangnya maut, rejeki, kebahagiaan dan kesedihan seseorang kecuali Allah ta'ala.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun