Karina melihat jam dinding. Jarumnya sudah mengarah ke angka delapan. Hari ini Karina sengaja tidak akan masuk ke kantor. Dia sudah menyuruh Dea, sekretarisnya untuk mengatur semuanya. Hari ini Karina berencana untuk pergi ke butik "Kencana" milik Runi, sahabatnya.
Dua bulan lalu dia bertemu Runi di sebuah pameran produk dalam negeri yang diadakan di dinas Perdagangan. Pameran diadakan di Mal Pondok Indah. Â Karina sedang ingin jalan-jalan dan melihat ada beberapa produk pakaian jadi yang dipamerkan.
"Maaf, Anda Karina?" sapa seorang perempuan berhijab hijau muda. Wajahnya sangat manis dengan balutan pakaian kaftan kuning seulas.
"Benar. Ada apa, ya? Kok Anda tahu nama saya," tanya Karina hati-hati.
"Kamu lupa padaku, Ririn?" tanya perempuan itu lagi. Karina berpikir sejenak. Dia ingat hanya seorang yang memanggilnya dengan panggilan itu.
"Sebentar ... Runi? Kamu, kan, Runi?" tanya Karina ragu.
"Benar, Rin. Aku Runi. Alhamdulillah kamu masih ingat padaku," seru Runi. Mereka berpelukan bahagia. Karin dan Runi adalah sahabat sejati saat SMA dulu. "Di mana ada Karin, di situ ada Runi, satu paket." Itu jargon yang menggambarkan kedekatan mereka.
"Kemana saja, Runi. Aku menghubungi nomormu selalu tidak menjawab," protes Karin kepada sahabatnya.
"Handphone-ku hilang, Rin sehingga aku kesulitan berkomunikasi dengan yang lain termasuk dirimu. Aku sempat datang ke rumahmu tetapi kamu sudah berangkat ke Amerika. Aku lupa tidak meminta nomor Ririn kepada Bunda," jelas Runi," Apa kabar, Ayah dan Bundamu?"
"Ayah sehat, tetapi Bunda sudah tiada empat bulan lalu," jawab Karin lirih. "Kamu kok berbeda sekarang?"
Karina mengalihkan pembicaraan. Dia tidak ingin membicarakan kesedihannya itu kepada Runi.