Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Topeng Bab 4 Reuni

12 Maret 2022   21:41 Diperbarui: 12 Maret 2022   21:55 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Arman tiba di rumah Gondo tepat pukul 11. Tidaklah sulit mencari rumah mereka. Dia menggunakan aplikasi maps sebagai pemandu.

Rumah pasangan suami isteri itu sangat asri. Bangunannya tidak terlalu besar namun halaman depannya cukup luas dan ditanami berbagai bibit tanaman. Ada bibit tanaman mangga dan beberapa jenis tanaman buah lainnya.

Di dekat area dekat rumah mereka, banyak tanaman bunga berbagai jenis. Ada juga pohon anggrek yang sedang berbunga tergantung di teras rumahnya. Suasana rumah ini berbeda dengan rumah-rumah di sekitarnya.

Setelah memarkirkan mobil, arman memukul kentongan yang tergantung di teras

"Assalamualaikum, kulonuwun, sampurasun...." teriak laki-laki itu keras.

"Waalaikumussalam," jawab suara laki-laki dari dalam rumah.

Selanjutnya satu wajah yang sangat dikenal Arman menampakkan dirinya. Kami saling berpelukan.

"Man, apa kabarmu?" tanya Gondo sambil memelukku erat. Setelah itu sahabatnya memandang dia dari ujung rambut sampai ujung sepatunya.

"Kenapa kamu memandangku seperti itu?" tanya Arman sambil meninju bahunya.

"Wah, kamu banyak berubah, Man. Sekarang penampilanmu rapi."

" Ada yang sama kan. Aku ganteng sama dengan aku yang dulu," ujarnya sambil tertawa ngakak.

"Akhirnya kita bertemu juga setelah hampir sepuluh tahun kita berpisah. Kemana saja kamu selama ini? Kudengar kau kuliah di Bandung?" tanya Gondo sambil mengajak Arman duduk di teras rumah. Arman cuma menganggukkan kepala.

"Hai...Man! Apa kabar?" tiba-tiba Diah muncul dari arah kebun. Dia membawa sekeranjang mangga gedong gincu yang sudah matang.

"Wuih, Kau panen mangga rupanya. Hm... aromanya menggodaku, nih. Aku mau ya," ujar Arman sambil mencomot sebuah mangga.

"Tenang, Man. Aku sengaja mengambilkan mangga ini untukmu. Aku yakin kesukaanmu makan mangga gedong belum hilang, kan? Sebentar aku cuci dulu, ya,' ujar Diah sambil berlalu ke dalam rumah.

"Berapa anakmu?" tanya Gondo kemudian. Arman diam sambil menggigit buah mangga.

Pertanyaan yang paling sering muncul bila bertemu dengan teman, saudara, atau sahabat yang sudah lama berpisah. Kamu sudah nikah? Anakmu berapa? Pertanyaan- pertanyaan yang menyebalkan untuknya.

"Boro-boro anak, Do. Wong aku maried saja belum," jawabnya sambil memainkan mangga gedong itu di tangan.

"Masa cowok seganteng kamu belum menikah. Jangan beralasan klise kalau jodoh di tangan Allah, Man! Masa tak ada satu pun gadis di dunia ini yang dapat menarik hatimu. Ngakunya coker, cowok keren," ujar Gondo berkelakar.

Ucapan Gondo menyentil sudut hatinya yang paling dalam. Iya seharusnya pria berusia di atas 35 tahun ini seyogyanya sudah menikah dan punya anak. Tapi faktanya, dia memang belum menikah.

"Man, nih aku sudah siapkan mangga kesukaanmu," tiba-tiba Diah muncul sambil membawa sepiring mangga gedong yang sudah dipotong-potong, tiga gelas air sirop, dan cemilan.

Seorang gadis kecil mengekor di belakangnya. Dia sembunyi dan melihat Arman malu-malu.

"Jasmine, kenalkan. Ini Om Arman sahabat Ayah dan Bunda. Ayo, kasih salam dong," ujar Diah.

Gadis itu maju ke hadapannya dan menjulurkan tangan. Setelah itu dia sembunyi lagi di belakang ibunya.

"Assalamualaikum, Om," ujar gadis manis itu lantang. Arman tersenyum dan menjawab salamnya. Kemudian Jasmine berlari masuk ke rumah.

"Lucu. Berapa anak kalian?" tanyanya sambil melihat Gondo dan Diah.

"Sepasang. Yang barep sudah sekolah SMP kelas dua. Jasmine baru sekolah SD kelas tiga," jawab Diah.

"Ayo cerita dong tentang dirimu. Di mana kamu tinggal sekarang?". tanya Diah tak sabaran.

"Aku tinggal di Sukabumi setahun setelah lulus kuliah. Aku mengajar di salah satu SMP negeri di sana. Alhamdulillah aku sudah diangkat jadi ASN," kata Arman bercerita.

"Memang tidak ada mojang Sukabumi yang menarik hatimu?" tanya Gondo lagi. Arman hanya tersenyum menjawabnya

"Kalau ada juga dia tidak akan jomblo sampai hari gini, Mas," kata Diah menggoda. Arman tertawa mendengar kelakar Diah.

Kami bercakap-cakap ngalor ngidul. Kami mengenang masa-masa SMA dulu. Waktu itu kami sangat kompak. Kalau bahasa anak-anak milenial sekarang geng solid.

"Kamu sudah bertemu dengan Centini?" tiba-tiba Diah bertanya. Pertanyaan itu menyadarkan Arman tentang tujuannya ke sini yaitu mencari informasi tentang Centini.

"Sudah dua kali. Dia sekarang hebat, ya. Kemarin aku main ke rumahnya yang megah itu." Kemudian Arman bercerita tentang awal dia bertemu dengan Centini.

Gondo dan Diah hanya diam ketika Arman bercerita tentang pertemuan dengan Centini. Arman merasa ada sesuatu yang disembunyikan mereka.

"Tadi pagi saat aku bersepeda, aku melihat Centini di mobil Fortuner bersama seorang laki-laki paruh baya. Apakah itu suaminya?" tanyanya hati-hati.

"Apakah Centini tidak bercerita apa-apa padamu?" tanya Diah. Arman menggelengkan kepala.

"Untuk itulah aku datang ke sini untuk menanyakan tentangnya," ujarnya lirih.

" Kamu belum move on darinya ya, Man?" tanya Gondo tiba-tiba. Dia seolah membaca hati Arman yang terdiam.

"Itu salah satu alasanmu belum menikah sampai sekarang?" Diah menyambung pertanyaan suaminya.

" Ikh...kalian ini tetap tidak berubah cerewet, sok mau tahu urusan orang," jawab Arman sambil mencomot mangga gedong.

"Tidak enaklah kalau aku menanyakan masalah pribadi padanya langsung walaupun aku ingin tahu tentangnya." Arman menghela napas panjang sekedar melepaskan beban berat yang ada di hatinya.

"Selama ini aku masih menyimpan rasa untuknya. Aku masih berharap suatu saat aku dapat mengungkapkan perasaan ini padanya. Untuk tujuan itulah aku memaksakan diri pulang. Tapi apa yang kutemui tak sesuai dengan harapanku," ujar Arman berbicara pelan-pelan.

"Seharusnya kamu tidak perlu sampai seperti itu, Man. Aku yakin di Sukabumi banyak gadis yang jatuh cinta padamu," kata Gondo sambil menepuk bahu sahabatnya itu.

"Jadi betul Centini sudah menikah. Dia memiliki kekayaan karena menjadi isteri pengusaha dari Jakarta? Tapi bukan isteri simpanan seperti yang digunjingkan banyak orang-orang di kota ini, kan?" tanyanya penuh rasa ingin tahu,"Pasti kalian tahu tentang hidup Centini karena kalian masih sering bertemu."

Gondo dan Diah saling memandang. Ekspresi wajah mereka tampak terkejut karena mendengar berondongan pertanyaan dari Arman.

"Nanti aku akan menceritakan semuanya kepadamu. Sekarang kita berjamaah salat duhur dulu," ajak Gondo sambil berdiri.

Aku melirik jam di tanganku. Waktu menunjukan pukul 12.10. Suara azan terdengar dari masjid yang tak jauh dari rumah Gondo.

Aku mengikuti langkah Gondo. Rupanya di samping rumah berdiri musala kecil. Kami berjamaah di musala itu sedangkan Diah masuk ke rumahnya.

Selesai shalat duhur, kami duduk di amben dekat musala. Udara di situ sejuk karena ada pohon mangga yang berdaun lebat sehingga menahan sinar matahari yang langsung ke arah bumi.

Banyak hal yang ingin kutanyakan pada Gondo. Tentu saja tentang Centini. Gadis yang telah merebut hatinya sejak masa SMA dulu. Awan di langit mendadak redup seolah mengerti kegundahan Arman. Rasa ingin tahu Arman menyesak hingga ke ulu hatinya. "Hari ini, Arman harus tahu cerita tentang Centini seluruhnya," tekad Arman dalam hati.

Baca juga bab sebelumnya:

Topeng Bab 1 Pertemuan https://www.kompasiana.com/ninasulistiati0378/622449e631794931a164cbd2/topeng-1-pertemuan

Topeng Bab 2 Curahan Hati https://www.kompasiana.com/ninasulistiati0378/62270904bb448620f86587c2/topeng-bab-2-curahan-hati

Topeng Bab 3 Berkunjung ke sahabat Lama https://www.kompasiana.com/ninasulistiati0378/6228a372bb448610a8322ba7/topeng-bab-3-berkunjung-ke-sahabat-lama

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun