Dilansir dari Kompas.com dijelaskan bahwa melejitnya harga minyak goreng itu disebabkan oleh berbagai faktor:
- Harga minyak nabati dunia mengalami kenaikan secara signifikan. Hal itu disebabkan pasokan dari beberapa negara mengalami penurunan.
- Rendahnya pasokan bahan baku kelapa sawit. Hal ini disebabkan turunnya panen kelapa sawit di Indonesia.
- Adanya permintaan produk minyak goreng meningkat sementara pasokan minyak goreng yang ada tidak berimbang dengan permintaan.
- Terganggunya pendistribusian minyak goreng karena Pandemi.
Kenaikan tersebut tentu saja membuat emak-emak yang menjadi komandan DPR alias dapur menjerit. Mereka harus mengubah strategi dan teknik memasak agar seminimal mungkin menggunakan minyak gireng.
Yang lebih kasihan adalah pengusaha keripik dan tukang gorengan yang menjadikan minyak ini sebagai bahan utama yang harus ada dan dalam jumlah banyak.
Kondisi ini sangat memprihatinkan sehingga pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) resmi menetapkan kebijakan satu harga minyak goreng dengan harga setara Rp 14.000 per liter.Â
Adanya kebijakan tersebut maka seluruh minyak goreng, baik kemasan premium maupun kemasan sederhana, akan dijual dengan harga setara Rp 14.000 per liter untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga serta usaha mikro dan kecil. Tentu saja hal ini sangat melegakan bagi para emak, pengusaha keripik, tukang gorengan dan pengusaha restoran.
Sepulang kantor saya mampir ke salah satu mini market yang dekat dengan rumah. Ternyata di sana sudah antre para ibu yang sebagian besar memborong minyak goreng.Â
Paling sedikit mereka membeli dua botol dan dua revil minyak goreng berbagai merk. Harus diingat kita tidak perlu panic buying dan memborong minyak goreng tanpa perhitungan. Pemerintah akan terus mengawal harga minyak goreng ini agar tidak mengalami kenaikan kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H