Matahari sudah sangat tinggi. Panasnya menyengat seluruh penghuni bumi. Ya waktu memang sudah menunjukkan angka 12. Sinar matahari terasa memanggang ubun-ubunku.
Aku  bergegas agar segera tiba di rumah. Aku mempercepat laju sepeda motorku dan menyalip beberapa kendaraan lain. Kudengar beberapa gerutuan dari beberapa pengendara yang kusalip.
Setiba di rumah aku segera menyambar sebotol air putih dari dalam kulkas. Ki tenggak habis seluruh isinya.
"Mas, minumnya duduk!" teriak adikku Gendis dari dalam kamarnya. Mungkin dia melihatku minum sambil berdiri.
"Iya, Dik . Mas lupa!" ujarku sambil menghampiri Gendis di kamar .
"Kemana Bunda,Dik. Kok tidak ada di rumah?" tanyaku sambil duduk di samping adikku yang sedang menulis.
"Tadi sih bunda bilang mau ke kantor. Bunda dapat jadwal piket hari ini," ujar Gendis,"Ikh...mas bau matahari. Sana mandi!"
Aku tertawa melihat adikku menutup hidungnya dan mendorongku agar menjauh. Â Aku sengaja memeluknya agar dia berteriak.
"Ikh...bau tahu!" ujar Gendis menghindar.
Setelah itu aku segera masuk ke kamar mandi dengan harapan suhu tubuhku segera turun.
Setelah shalat duhur, aku membuka wa. Ternyata ada seratus pesan yang belum aku baca. Padahal aku hanya mematikan handphone ini beberapa jam saja.