Adikku semata wayang ini memang paling manja. Setiap keinginannya kerap harus dituruti.
"Adik! Boleh mas masuk?" tanyaku sambil mengetuk pintu kamarnya.
Tak terdengar suara jawaban dari dalam kamar. Pelan-pelan aku masuk ke dalam kamar. Aku melihat adikku sedang tertidur pulas sambil mendekap buku paket Bahasa Indonesia.Â
Rupanya Gendis tertidur saat membaca buku tersebut. Pasti banyak tugas yang harus dikerjakannya sehingga dia kelelahan begitu.
Pelan-pelan aku mengambil buku itu dan menyimpannya di atas meja belajar.Aku merapikan buku-buku yang berserakan di atas meja itu.
Perhatianku tertuju pada kertas folio yang bergambar kupu-kupu. Di situ juga terdapat puisi. Di bagian atas judul tertulis Kupu-Kupu Kertas.
Rupanya bakat bunda menurun juga pada adikku ini. Dia senang menulis puisi dan cerpen. Â Berbeda denganku yang tidak suka pada dunia membaca dan tulis menulis. Namun ada juga bakat bunda yang menurun padaku . Bunda suka pada seni, aku juga begitu sehingga aku memutuskan untuk mengambil jurusan seni.
Pelan-pelan aku mulai membaca tulisan Gendis.
Aku adalah kupu-kupu kertas
Yang diam tak bergeming.Â
meski ingin kulebarkan sayapku