Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bangga Menjadi Penerus Cita-cita Kartini

7 April 2021   19:20 Diperbarui: 7 April 2021   19:26 1142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.pegipegi.com/

 

Bulan April merupakan bulan yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia khususnya kaum wanita. Setiap tahun  tepatnya tanggal 21 April seluruh bangsa Indonesia memperingati hari besar nasional yang dikenal sebagai peringatan hari Kartini. Peringatan hari Kartini ini sebagai simbol penghargaan seluruh bangsa Indonesia atas perjuangan R.A. Kartini yang memperjuangkan hak-hak  kaum wanita yang meminta kesetaraan gender yang kita sebut emansipasi.

  • Sekilas Tentang Perjuangan R.A. Kartini

 Untuk memahami apa yang sudah dilakukan oleh R.A. Kartini, kita pun harus mengetahui pula apa yang melatarbelakangi R.A. Kartini memiliki pemikiran tentang persamaan hak kaum perempuan dan laki-laki. Jarang sekali kaum perempuan pada masa itu memiliki gagasan yang sangat hebat.

R.A.  Kartini adalah cucu dari Ario Tjondronegoro seorang bupati Demak. Kakeknya termasuk salah satu bupati di Indonesia yang memberikan pendidikan barat kepada anak-anaknya. Dia mendatangkan seorang guru dari Belanda semata-mata untuk memberikan pelajaran kepada anak-anaknya. Kata beliau jika tidak mendapat pelajaran maka tidak akan mendapat kebahagiaan dan keluarga akan mengalami kemunduran.

Benar saja pada tahun 1902 diseluruh daerah Jawa dan Madura hanya ada empat orang bupati yang memiliki kemampuan membaca, menulis dan berbicara Bahasa Belanda, dua di antaranya adalah Pangeran Ario Hadiningrat, bupati Demak, yang juga menjadi paman R.A. Kartini dan Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara yang merupakan ayahanda R.A. Kartini. Jadi sudah jelas nenek moyang R.A. Kartini memiliki sifat ingin terus maju tanpa melihat jenis kelamin laki-laki atau pun perempuan. Karakter itulah yang diturunkan kepada anak dan cucu-cucunya.

R.A. Kartini lahir di Mayong, Jepara pada tanggal 21 April 1879. Sejak kecil R.A. Kartini mengikuti pendidikan barat bersama-sama dengan anak-anak Belanda. Dia memiliki kebebasan untuk mengenyam pendidikan tersebut. Hingga usianya 12 tahun R.A. Kartini kecil harus mengikuti tradisi pingitan. Teman-temannya orang Belanda berusaha agar Kartini tidak mengikuti tradisi pingitan. Namun orang tua R.A. Kartini tetap berpegang teguh pada tradisi pingitan tersebut. Meskipun mereka keluarga yang berpikiran maju namun tradisi masyarakat Jawa pada umumnya tidak pernah ditinggalkan.

Hingga usia Kartini 16 tahun, dia diizinkan untuk keluar meskipun tidak sebebas dulu. Kartini masih harus mengikuti tradisi pingitan. Tradisi pingitan itu adalah tradisi yang ada di kalangan masyarakat Jawa yang mengharuskan para peremupuan Jawa yang sudah remaja berdiam diri di rumah dan tidak boleh keluar apalagi mengenyam pendidikan.

Pada saat dipingit itulah,R.A. Kartini mulai melihat adanya perbedaan antara anak laki-laki dan anak-anak perempuan. Anak perempuan pribumi memiliki perbedaan hak dari anak-anak keturunan Belanda pun perbedaan perlakukan dari anak laki-laki. Hal tersebut yang terus mengendap dalam sanubarinya.

Suatu hari di sekolahnya, R>A> Kartini ditanya oleh seorang temannya yang keturunan Belanda. Saat itu temannya akan meneruskan Pendidikan di Belanda dan saat itu pula temannya sedang belajar Bahasa Perancis. Kartini tidak bisa menjawab saat ditanya akan meneruskan sekolah ke mana?

Pertanyaan itu terus menghinggapi benaknya. Saat tiba di rumah Kartini menanyakan hal tersebut kepada ayahnya. Dan apa jawaban yang diberikan saudaranya saat itu bahwa Kartini akan menajdi seorang Raden Ayu. Artinya dia akan menikah dengan seseorangyang dipilihkan jodohnya.

Selesai sekolah, R.A. Kartini kembali dipingit. Padahal dia sangat ingin bersekolah di Belanda. Namun dia tidak diizinkan untuk sekolah. Hati Kartini sangat sedih dan ingin memberontak keadaan yang menurutnya tidak adil. Perempuan dianngap rendah derajatnya dan hanya boleh diberi kepandaian mengurus rumah tangga. Dia berpikir adanya perlakuan tidak adil bagi dirinya(khususnya kaum wanita pribumi) dibandingkan hak-hak yang diberikan kepada anak laki-laki. Saat itu kakaknya yang laki-laki sudah bekerja di kantor pemerintahan Belanda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun