Mohon tunggu...
Nina Rahyuni
Nina Rahyuni Mohon Tunggu... Mahasiswa - wanderlust

let the GOD be with you

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Tradisi Ritual Upacara Kematian di Bali

6 April 2022   15:47 Diperbarui: 8 April 2022   14:05 5725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkah kamu menyaksikan ritual upacara kematian?

Atau kamu bertanya-tanya seperti apa ritual upacara tersebut?

Yuk! Mari kita mengenal ritual upacara kematian yang dilakukan di Bali... yaitu NGABEN

Ngaben merupakan suatu ritual upacara pembakaran jenazah yang dilakukan oleh umat Hindu di Bali dan tergolong sebagai upacara Pitra Yadya, yaitu upacara yang ditunjukkan kepada leluhur. Dalam bahasa Hindu, ngaben berarti memisahkan jiwa dari jasad, yang dilakukan dalam ritual ini melalui kremasi. 

Tradisi ritual ini menjadi salah satu acara yang paling penting. Dilihat dari keadaan jasad orang yang di-aben, maka upacara ngaben dapat dibagi menjadi tiga jenis. Perbedaan ketiga tersebut terletak pada pangawak, yaitu:

  • Ngaben Sawa Wadana, merupakan jasad orang baru meninggal sebagai pangawak. Biasanya upacara ini berlangsung dalam waktu 3-7 hari setelah kematian orang tersebut. Upacara ini berskala besar, di mana persiapannya bisa memakan waktu hingga satu bulan. Dalam persiapan ini, keluarga mempersiapkan segala sesuatu untuk upacara, jenazah ditempatkan di balai adat masing-masing rumah, dan bahan-bahan ramuan disediakan untuk memperlambat pembusukan tubuh.
  • Ngaben Asti Wadana, merupakan upacara ngaben yang menggunakan tulang belulang orang yang sudah lama meninggal dan sudah lama dikuburkan. Tulang belulang itu diangkat dari kuburan dan yang tersisa itulah dijadikan pangawak.
  • Ngaben Swasta, merupakan upacara ngaben yang ditemukan jenazahnya, pangawak-nya menggunakan simbol dalam bentuk Tirtha dan Kusa (daun alang-alang). Dalam upacara ini, jenazah biasanya dilambangkan dengan kayu cendana (pengawak), yang dilukis dan diisi aksara magis sebagai badan kasar dari atma orang yang bersangkutan.

Nah, tidak seperti upacara kematian lainnya, upacara ini dirayakan dengan meriah karena upacara ini menunjukkan bahwa anggota keluarga telah menyelesaikan tugasnya. 

Bahkan melarang tidak boleh ada air mata kesedihan, karena dianggap menghalangi spritualitas mereka mencapai kehidupan selanjutnya. Oleh karena itu, ritual pembakaran jasad ini sebagai bentuk penghorrmatan dan keikhlasan keluarga bagi yang telah tiada.

Upacara ngaben memiliki makna dan tujuan, diantaranya:

  • Dengan membakar jasad, kemudian menghanyutkan abu ke sungai atau laut. Tujuannya untuk melepaskan Sang Atma / Roh dari belenggu keduniawian sehingga dapat dengan mudah bersatu dengan Tuhan.
  • Upacara membakar jenazah untuk mengembalikan segala unsur Panca Maha Bhuta (5 unsur pembangun badan kasar manusia) kepada asalnya masing-masing agar tidak menghalangi perjalan Atma ke Sunia Loka.
  • Bagi pihak keluarga, upacara ini merupakan simbolisasi bahwa pihak keluarga telah ikhlas, dan merelakan kepergian yang bersangkutan.

Proses rangkaian upacara ngaben tidak boleh sembarangan, lho....

Ada beberapa tahap-tahap sebelum ke proses pembakaran jasad.

  • Ngulapin. Upacara ini untuk memanggil Sang Atma. Biasanya, upacara ini dilakukan apabila seseorang meninggal di luar rumah, misalnya di rumah sakit. Namun, upacara ini dapat berbeda-beda di setiap daerahnya.
  • Nyiramin atau Ngemandusin. Upacara biasanya dilakukan di halaman rumah keluarga yang bersangkutan. Prosesi ini juga disertai dengan pemberian simbol-simbol seperti bunga melati di rongga hidung, belahan kaca di atas mata, daun intaran di alis, dan perlengkapan lainnya dengan tujuan mengembalikan kembali fungsi-fungsi dari bagian tubuh yang tidak digunakan ke asalnya, serta apabila roh mendiang mengalami reinkarnasi kembali agar dianugerahi badan yang lengkap (tidak cacat).
  • Ngajum Kajang. Kajang adalah selembar kertas putih yang ditulisi dengan aksara-aksara magis oleh pemangku, pendeta atau tetua adat setempat. Setelah selesai ditulis maka para kerabat dan keturunan dari yang bersangkutan akan melaksanakan upacara ngajum kajang dengan cara menekan kajang itu sebanyak 3x, sebagai simbol kemantapan hati para kerabat melepas kepergian mendiang dan menyatukan hati para kerabat sehingga mendiang dapat dengan cepat melakukan perjalanannya ke alam selanjutnya.
  • Ngaskara. Upacara ini memiliki makna menyucikan roh yang telah meninggal, tujuannya agar roh dapat bersatu dengan Sang Hyang Widhi Wasa dan menjadi pembimbing bagi mereka yang masih di dunia.
  • Mameras. Upacara ini dilakukaan apabila mendiang memiliki cucu, melalui cucu tersebut yang akan menuntut jalannya mendiang melalui doa-doa.
  • Papegatan. Upacara ini untuk memutuskan hubungan duniawi dan cinta dari kerabat mendiang, sebab kedua hal tersebut akan menghalangi perjalan sang roh menuju Tuhan.
  • Pakiriman Ngutang. Di laksanakan setelah upacara papegatan yang dilanjutkan dengan pakiriminan ke kuburan setempat, jenazah beserta kajangnya kemudian dinaikan ke atas Bade/Wadah, yaitu menara pengusung jenazah (hal ini tidak mutlak harus ada, dapat diganti dengan keranda biasa yang disebut Pepaga). Dari rumah yang bersangkutan anggota masyarakat akan mengusung semua perlengkapan upacara beserta jenazah diiringi oleh suara "Baleganjur" (gong khas Bali) yang bertalu-talu dan bersemangat, atau suara angklung yang terkesan sedih. Di perjalan menuju kuburan jenazah ini akan diarak berputar 3x berlawanan arah jarum jam yang bermakna sebagai simbol mengembalikan unsur Panca Maha Bhuta ke tempatnya masing-masing. Selain itu perputaran ini juga bermakna: Berputar 3x di depan rumah mendiang sebagai simbol perpisahan dengan sanak keluarga. Berputar 3x di perempatan dan pertigaan desa sebagai simbol perpisahan dengan lingkungan masyarakat. Berputar 3x di muka kuburan sebagai simbol perpisahan dengan dunia ini.
  • Ngeseng. upacara pembakaran jenazah tersebut, jenazah dibaringkan di tempat yang telah disediakan, disertai sesaji dan banten dengan makna filosofis sendiri, kemudian diperciki oleh pendeta yang memimpin upacara dengan Tirta Pangentas yang bertindak sebagai api abstrak diiringi dengan Puja Mantra dari pendeta, setelah selesai kemudian barulah jenazah dibakar hingga hangus, Tulang-tulang hasil pembakaran kemudian dikumpulkan dan dirangkai sesuai posisi tulang belulang itu sendiri pada tubuh saat masih utuh.
  • Nganyud. Sebagai ritual untuk menghanyutkan segala kekotoran yang masih tertinggal dalam roh mendiang dengan simbolisasi berupa menghanyutkan abu jenazah.
  • Makelud/Ngaroras. Upacara ini dilaksanakan 12 hari setelah prosesi pembakaran jenazah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun