Mohon tunggu...
Antonina Suryantari
Antonina Suryantari Mohon Tunggu... Guru - Seorang pengajar Bahasa yang suka menulis

Saya adalah seorang pengajar bahasa yang sedang belajar menulis lebih banyak. Terima kasih sudah mampir.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Berpesta Cerita dalam Festival Literasi SD Eksperimental Mangunan

1 Desember 2022   00:54 Diperbarui: 1 Desember 2022   04:33 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hujan baru saja reda, angin masih setia meniup, membuat udara terasa dingin menusuk. Hal yang tak biasa di Surabaya. Saya merapatkan jaket di atas boncengan ojek online sambil berdoa semoga masih ada tiket tersisa. Malam itu, saya kembali ke Jogja. Esok adalah giliran kelas 5 menggelar hajatan khas SD Eksperimental Mangunan. Selama hampir satu minggu dari tanggal 14 Novemebr 2022, semua kelas bergantian menggelar hajatan. Bukan hajatan dengan panggung dangdut dan soundsystem menggelegar, bukan juga hajatan berlimpah makanan, atau tamu yang tumpah ruah, bahkan acara ini juga bukan panggung lomba bakat dan minat. Hajatan mereka adalah sebuah pesta cerita. Perayaan hasil belajar selama satu semester.

Kami datang dengan banyak tentengan. Di sekitar kami, teman-teman kecil (begitu para siswa di SDE Mangunan disebut) sibuk bermain. Mereka yang duduk di bangku kelas lima sibuk mempersiapkan stand mereka. Orangtua lalu lalang membantu. Saya melayangkan pandangan. Ada yang membawa koleksi Molusca, ada yang mengenakan kostum monster dari kardus tak terpakai, ada yang membuat pernak-pernik dari plastik bekas pembungkus minuman instan, ada yang menjual es, mengubah barang bekas menjadi diorama air terjun, membuat poster peduli lingkungan, menjual tanaman, dan masih banyak lagi.

Tentang Belajar dan Bercerita

Sejak masih kelas satu, teman-teman kecil ini sudah belajar menceritakan apa yang mereka rasakan, apa yang mereka pelajari, dan apa yang kira-kira bisa mereka lakukan. Tidak ada sesi khusus untuk latihan presentasi. Mereka semua selalu siap bercerita jika ada yang yang berkunjung di stand mereka. Mereka juga tidak memerlukan teks atau latihan intensif, sebab apa yang mereka buat adah mereka. Mereka juga punya kepercayaan diri untuk bercerita sebab sekolah memberi ruang untuk itu. Sebagian besar waktu belajar mereka diisi dengan cerita.  

Seperti yang sudah disebut sebelumnya, produk yang ada di depan mereka adalah ekspresi hasil belajar yang selalu dimulai dengan proses eksplorasi. Proses eksplorasi dimulai dari mana saja. Romo Mangun, pendiri sekolah ini percaya bahwa belajar bisa di mana saja dan kapan saja. Maka, mereka sering sekali keluar kelas, ke sawah, ke simbah di dekat sekolah, ke toko kelontong, ke angkringan dekat sekolah, ke mana saja. Setiap amatan pada hal paling kecil sekalipun dianggap sebagai materi belajar. Proses ini sepertinya selalu menyenangkan meskipun bagi banyak orangtua yang belum bisa menerima model belajar ini, apa yang mereka lakukan tampak sia-sia. 

Namun, bagi teman-teman kecil ini, proses yang menyenangkan ini menumbuhkan semangat mencari tahu lebih banyak. Semangat mencari tahu ini yang merupakan tujuan sekolah, membangun manusia yang eksploratif, kreatif, dan integral atau disingkat EKI. Bukan hal yang mudah bagi saya sebagai orangtua untuk ikut mendampingi. Proses eksplorasi ini sungguh membutuhkan kesabaran dan ketekunan luar biasa. Seringkali saya hampir terpeleset memilih mengerjakan saja tugasnya, atau menuliskan apa yang harus dia tulis untuk kemudian dia salin, sebab itu jalan tikus bebas hambatan.

Untungnya, mereka ini lebih bangga bekerja sendiri. Mereka merasa mandiri itu keren. 

Tentang Kerja Sama

Selama persiapan Festival Literasi 2022 ini, orangtua banyak diwanti-wanti oleh guru bahwa ini adalah pesta anak-anak, bahwa kami hadir sebagai 'iklim' dalam proses belajar. Kami ada dan mendukung, tetapi kami bukan yang utama. Penataan panggung dan tempat pameran karya pun didiskusikan bersama teman-teman kecil. Ada panggung kecil di tengah halaman sekolah. Namun, ini bukan panggung dengan level dan karpet yang tertata. Ini adalah panggung rakyat. 

Panggung ini adalah tempat bagi mereka yang ingin berekspresi untuk maju dan beraksi. Ada teman kecil yang menari. Ada pula yang menyanyikan lagu ciptaannya bersama teman-teman sekelasnya. Meski setting tempat sempat berubah karena kekhawatiran orangtua, tetapi bagaimanapun juga teman-teman kecillah yang punya acara. Pada akhirnya, mereka kembali pada rencana semula, ke tengah halaman untuk unjuk karya.

Bersama kami menyiapkan tempat itu. Kerja sama itu menurut banyak penelitian ilmiah dalam dunia pendidikan adalah hal yang sebetulnya paling dibutuhkan dalam dunia kerja namun paling jarang diajarkan secara eksplisit bahkan di jenjang perguruan tinggi sekalipun. Kebetulan saya juga mengajar. Memberikan tugas kelompok itu membutuhkan kesabaran lebih sebab pasti akan ada mereka yang lebih memilih bekerja sendiri dan mereka yang yang sungguh putus asa menghadapi rekan sekelompoknya. Dulu, saya biarkan pilihan ini, tetapi sejak belajar dari dinamika di Mangunan, saya berusaha untuk membantu mitra didik saya sendiri untuk bekerja dalam kelompok. 

Dalam komunitas SDE Mangunan ini, kerja sama itu dibudidayakan. Teman-teman kecil ini belajar berkomunikasi yang baik, menanggapi cerita dengan baik, dan memuji presentasi teman-teman. Pendirinya percaya bahwa sekolah harus dipenuhi suasana solidaritas dan bukan kompetisi.

Nafas ini juga yang membuat sekelompok orangtua memutuskan untuk berbagi rujak, tanaman, dan ilmu membuat eco enzyme dengan cuma-cuma. Setelah membantu anak masing-masing bersiap, para orangtua ini bekerja sama lagi mengupas buah dan menata meja untuk berbagi rujak. Buah dan bumbu rujak juga ada karena kerja sama. Masing-masing orangtua menitip pada anaknya aneka buah dan kulitnya yang akan menjadi bahan eco enzyme. Ada juga orangtua yang sudah sejak hari sebelumnya menyapu area pendopo tempat pameran karya berlangsung, beliau juga membantu mendekor, bahkan menjadi petugas pengatur soundsystem. Anak-anak juga banyak yang berkelompok membuat karya. 

Perayaan Milik Semua

Tidak ada yang ditunjuk guru untuk bercerita dalam Festival Literasi ini. Semua yang ingin bercerita bisa bercerita. Bukan anak terbaik dalam Bahasa Mandarin atau Bahasa Inggris saja yang bisa berbagi di depan orang banyak. Bukan pula guru atau orangtua yang menjadi tokoh utama melainkan anak-anak. Semua punya tempat dan waktu. Ini ternyata adalah praktek yang baik sebab mereka tidak perlu merasa dibandingkan. Produk mereka berbeda-beda, proses mereka juga berbeda, tentu saja ceritanya menjadi berbeda-beda. Jika semua unik, bagaimana kita akan membandingkan?

Kesenangan belajar memang mestinya adalah milik semua. Dan rasa meriah dari keberbedaan itu sungguh terasa. Kemeriahan yang hanya bisa dirasakan oleh hati dan pikiran yang sungguh tersedia untuk mekarnya teman-teman kecil, untuk kegiatan belajar yang menyenangkan.

Karena semua berkegiatan pada saat yang bersamaan, saya teringat masa belajar wayang di negri lain. Profesornya mengutip salah seorang ahli yang berkata bahwa pertunjukan wayang sebetulnya adalah pertunjukan bagi para dewa. Namun demikian, penonton, gorengan, gunjingan, anak-anak dan semua yang ada di sekitar panggung itu harus ada sebagai pemenuhan syarat pertunjukan yang berkenan bagi para dewa. Saya merasa bahwa Festival Literasi ini adalah Festival untuk Sang Maha Guru, yang menciptakan teman-teman kecil itu, yang memberi kemerdekaan bagi mereka untuk bersenang-senang dan merayakan apa yang mereka dapat. 

Acara ini kemudian menjadi begitu sakral bagi saya. Bahwa ada anak-anak lain yang berlarian, kelas-kelas lain yang belajar, dan bahkan mungkin orangtua yang bergunjing, itu semua adalah pemenuhan syarat. Syarat yang menyadarkan bahwa proses belajar itu ada di tengah segala peristiwa lain yang tetap berjalan. Belajar itu tidak boleh terbatas tembok dan waktu. 

Pulang

Hari itu, hati dan pikiran saya penuh dalam arti yang positif. Penuh kehangatan, penuh ilmu baru, ilmu hidup yang tidak bisa didapat hanya dengan sekadar berselancar dalam mesin pencari. Kemeriahan Festival Literasi SDE Mangunan hari itu perlu dibagikan. Dibagikan untuk dibaca administrator sekolah-sekolah lain yang sedang mencari model presentasi proyek sebagai bagian dari penerapan program sekolah merdeka, dibagikan kepada para orangtua yang gelisah mempersiapkan ujian akhir putra-putrinya, juga pada para guru dan karyawan SDE Mangunan yang kesabarannya sebesar Samudera Pasifik. Semoga kita semua mampu selalu mengempatkan mitra didik sebagai pusat belajar.

Salam Belajar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun