Ada yang menarik dari kurikulum SDE Mangunan Yogyakarta. Sebelum kurikulum SD di Indonesia diubah menjadi kurikulum tematik, SDE Mangunan sudah terlebih dahulu menjalankan sistem tema dalam pembelajarannya.Â
Mungkin berbeda dengan beberapa sekolah dasar lain yang menerjemahkan tematik menjadi belajar segalanya dan meminta anak membawa semua buku pelajaran, SDE Mangunan tidak mewajibkan anak-anak untuk membawa buku pelajaran. Anak-anak belajar dari banyak sumber.Â
Sebelum sekolah berpindah ke sistem daring, anak-anak di sana sering berkeliling kampung sekitar sekolah untuk bertanya pada penduduk. Ya, sekolah ini percaya bahwa lingkungan sekitar, sekolah, dan keluarga hadir dalam pembelajaran. Anak-anak tidak seharusnya belajar di dalam gedung sekolah saja tanpa melihat dan belajar dari lingkungan sekitar (yang tidak hanya terdiri dari alam tetapi juga masyarakat sekitar.)
Tahun ajaran ini, seperti tahun-tahun sebelumnya, SDE Mangunan juga membuat tema besar. Tema yang diambil tahun ajaran ini adalah Berani Mekar di Tanah Indonesia Tanah Air Pancasila. Penambahan kata berani didasarkan pada kesadaran bahwa Indonesia sedang dilanda banyak kekhawatiran akibat pandemi.Â
Anak-anak yang harus belajar dari rumah mungkin juga merasakan kekhawatiran orangtua. Mereka juga mungkin mengalami kekhawatiran sendiri yang sering tidak terungkap. Melalui tema ini, anak diharapkan tetap berani memekarkan diri mereka di tanah Indonesia. Subtema yang diambil satu bulan ini adalah Menjadi Teman Garuda Menjaga Paru-paru Dunia.Â
Saya sebagai orangtua yang juga seorang guru tertarik untuk membandingkan tema dan arah pembelajaran Mangunan dengan tema dan arah pembelajaran kurikulum nasional. Kebetulan saya tidak asing dengan istilah kompetensi dasar yang sering digunakan dalam pendidikan formal Indonesia jenjang TK-SMA. Ada hal menarik yang saya temukan.Â
Yang pertama adalah secara garis besar, tujuan pembelajaran yang ada di Mangunan sesuai dengan yang ada di kurikulum nasional. Di semester 1, tema untuk kelas 3SD dalam kurikulum nasional adalah Makhluk Hidup, Perkembangan Teknologi, Benda di Sekitarku, dan Kewajiban dan Hakku. Yang kedua, meski ada teori-teori yang seperti terlewat selama pelaksanaan tema ini, anak saya tetap menikmati proses pembelajaran dan belajar sesuatu di sana. Bagaimanakah pembelajaran dalam subtema ini dilaksanakan?Â
Berbasis Proyek Berkesinambungan
Pembelajaran daring di Mangunan berbasis proyek yang berkesinambungan. Pelaksanaan proyek diawali dengan pemaparan tema lewat video yang kemudian diikuti dengan diskusi anak secara individu dengan guru. Guru menelepon murid dan melihat sejauh mana anak memahami subtema yang akan menjadi dasar pembelajaran.Â
Saya suka cara ini. Seperti banyak sekolah lain di Indonesia, tahun ajaran ini dibuka secara daring. Ada banyak guru yang tidak mengenal murid-muridnya dan demikian juga sebaliknya. Ketika guru menelepon siswa, ada interaksi antara guru dan siswa dan ada proses perkenalan. Anak saya sangat menikmati proses ini.Â
Dia menceritakan semua benda miliknya pada gurunya. Ketika masuk ke penjelasan tema, anak saya tidak segan bercerita tentang sampah di laut (kebetulan kami beberapa kali ikut acara bersih pantai), tentang daur ulang, tentang binatang yang mati, tentang tanaman, dan masih banyak lagi.Â
Sebagai guru, saya sadar bahwa ada proses penjajakan dalam pertemuan lewat telepon ini. Guru melihat sejauh mana anak memahami apa yang akan dipelajari dan memberi penjelasan jika ada hal yang tidak dimengerti.
Proyek yang akan dilakukan diawali dengan eksplorasi misi. Anak-anak melihat video mengenai Garuda yang berusaha melawan kerusakan lingkungan. Garuda yang sedang terbang sendirian, melihat pohon yang ditebangi dan asap pabrik yang panas. Kemudian, anak-anak diminta membuat misi.Â
Apa yang akan kulakukan demi membantu Garuda menjaga paru-paru dunia? Anak saya sendiri menulis akan menanam pohon dan membersihkan sampah plastik.Â
Sebetulnya yang mau dia lakukan lebih banyak. Dia mau menangkap 'bad guy' yang menebang pohon juga. Haha. Saya yang kemudian mengarahkan, kalau sekarang ini, apa yang kira-kira bisa kamu lakukan. Anak-anak juga melihat video mengenai salah satu teman Garuda bernama Mbah Sadiman, seorang aktivis lingkungan yang seorang diri menanam pohon beringin demi mengembalikan air ke desanya yang kering.Â
Seluruh pelajaran dipusatkan pada subtema. Setelah menyatakan akan menanam pohon, anak-anak sungguh belajar menanam pohon dengan cara stek batang. Sebelum menanam pohon, setiap anak diminta berdiskusi dengan orangtua mengenai pohon apa yang akan ditanam. Kami memilih pohon asam, sebab pohon ini banyak ditemui di jalan dan kebetulan ada satu pohon asam yang ada di sekolah dan batangnya bisa dipotong dengan mudah.Â
Kami belajar lebih banyak soal pohon asam dan menemukan bahwa pohon ini dijadikan pohon peneduh karena berdaun banyak dan cabangnya menyamping banyak. Kami juga menemukan bahwa satu pohon dewasa bisa menghasilkan 1,2 kg oksigen per hari.
Manusia kalau tidak salah, membutuhkan 0.5 kg oksigen per hari. Sebetulnya proses eksplorasi bisa diteruskan sampai berapa banyak manusia yang terbantu jika ada satu pohon dewasa di sekitarnya. Namun, melihat anak saya sudah mulai tidak sabar untuk bermain, kami berhenti di jumlah oksigen saja.
Pembelajaran bahasa Inggris juga masih membahas teman Garuda. Guru Bahasa Inggris bercerita mengenai Garuda dan teman-temannya dalam bahasa Inggris yang kemudian diikuti terjemahan Bahasa Indonesianya. Anak kemudian diminta menceritakan kembali dengan bahasa mereka.Â
Yang menarik di sini, tidak ada penilaian mengenai ketepatan penggunaan tata bahasa. Yang dinilai justru seberapa atentif anak ketika mendengarkan dongeng dan kepercayaan diri dan kejelasan dalam menceritakan kembali. Hal-hal seperti ini yang justru akan menentukan apakah anak akan senang belajar ketika dia dewasa atau tidak menurut saya. Ketika anak hanya dinilai dari ketepatan saja, maka bukan tidak mungkin mereka akan terbiasa memberikan yang tepat tanpa proses.
Dalam tiga minggu ini, kami belajar banyak tentang pohon. Ada bagan pengamatan yang harus diisi anak. Anak belajar untuk bertanggung jawab terhadap lingkungan dan dimulai dari belajar merawat tanaman yang ditanamnya dari nol. Anak juga belajar bahwa apa yang dilakukannya berdampak pada dunia, tidak hanya pada dirinya saja.
Rubrik dan Umpan Balik dari Guru
Rubrik penilaian di Mangunan cukup menarik. Seperti sudah saya tuliskan sebelumnya, hal-hal yang dilihat tidak hanya soal ketepatan. Bahkan mungkin ketepatan adalah hal terakhir. Proses eksplorasi adalah yang paling dilihat. Orangtua diminta ikut melihat perkembangan putra-putrinya lewat rubrik penilaian sikap.Â
Biasanya yang dilihat adalah bagaimana anak selama proses pengerjaan misi. Apakah mereka terlibat aktif? Apakah mereka hanya mengikuti apa yang diminta orangtua? Apakah mereka mengerjakan sendiri? Apakah mereka hanya melihat? Semua hal ini diisi secara mandiri oleh orangtua untuk kemudian diserahkan ke guru tanpa diawasi guru.Â
Integritas orangtua sebetulnya ikut diuji di sini. Guru tidak akan pergi ke orangtua dan menegur jika orangtua mengisi rubrik penilaian dengan tidak jujur. Ketika orangtua tidak jujur dan anak mendapat nilai tinggi, sebetulnya hasil yang akan dipetik baru bertahun-tahun kemudian.Â
Anak yang tidak mandiri namun diakukan mandiri akan tetap tidak mandiri jika tidak dilatih. Secara nilai memang dia tampak mandiri, tetapi ketika semua tugas selama daring dilakukan oleh orangtuanya padahal masa daring sudah berlangsung cukup lama, saya rasa kita bisa melihat pembiasaan buruk macam apa yang terjadi di sana.Â
Selain pembiasaan buruk bahwa tugasku bisa diselesaikan orang lain, ada juga pengajaran bahwa tidak jujur atas proses kita itu tidak apa. Bagi saya pribadi, penilaian dari orangtua ini juga membuka mata saya untuk memperhatikan proses belajar anak didik saya dengan lebih baik lagi dan memberikan umpan balik yang lebih lagi untuk proses mereka.
Yang paling sulit diganti saat pembelajaran daring adalah interaksi antara guru dan siswa. Pembelajaran yang baik tidak hanya soal 'memberitahukan sesuatu' dan kemudian 'menilai' melainkan juga ada proses pendampingan.Â
Dalam pembelajaran daring di Mangunan terutama di kelas anak saya, guru selalu memberikan komentar secara pribadi mengenai hasil kerja anak. Saya bisa melihat bahwa guru sungguh membaca dan melihat hasil kerja anak saya melalui komentar yang diberikan. Ada salah satu refleksi yang ditulis anak saya yang menyatakan bahwa dunia akan meledak kalau kita tidak merawatnya.Â
Guru kelasnya menimpali kira-kira begini, 'Iya ya, kita harus terus menjaga bumi supaya tidak meledak.' Ada afirmasi bahwa apa yang dipikirkan anak itu baik dan jelas terlihat bahwa guru ingin murid tetap terlibat aktif dalam pembelajaran melalui komentar-komentar yang diberikan. Anak saya sendiri menikmati umpan balik dari gurunya.Â
Proses diskusi ini juga terjadi di pagi hari ketika anak-anak diminta menceritakan apa rencananya hari ini. Guru menjawab segera dan ada beberapa anak yang saling berbalas dengan guru kelas. Pembelajaran kemudian tidak hanyak soal memberi modul dan tugas, tetapi juga soal berproses bersama.
Saya sangat bersyukur karena mendapatkan guru kelas yang sungguh telaten melihat anak didiknya. Ada dua puluh enam anak di kelas anak saya dan setiap hari selalu ada umpan balik yang bisa dibaca anak. Jika ada orangtua yang mengatakan bahwa guru sekolah menjadi tidak bekerja, saya bersyukur mendapatkan guru yang bekerja lebih keras saat masa sekolah daring.Â
Refleksi Pembelajaran
Setiap akhir pekan, ada refleksi yang harus ditulis anak mengenai proses belajarnya selama satu minggu. Dalam refleksi ini, anak diminta untuk menuliskan perasaan mereka saat mengerjakan misi, mengapa mereka merasa begitu, apakah mereka masih secara konsisten memelihara tanaman mereka, dan sebagainya.Â
Mereka juga boleh menuliskan cerita lain. Ide dan aspirasi anak sangat dihargai di sini. Ketika anak saya menulis bumi bisa meledak, gurunya tidak meminta dia untuk tidak berlebihan. Gurunya justru mengafirmasi bahwa apa yang dia tulis benar adanya. Bumi memang bisa rusak jika kita tidak menjaganya.
Untuk kelas anak saya, refleksi ini ditulis dalam minimal lima kalimat dalam huruf tegak bersambung. Mungkin ada yang berkomentar, "Hari gini pakai tegak bersambung." Sebetulnya tujuan lain dari menulis refleksi ini adalah juga melatih kemampuan motorik halus anak.Â
Di kelas anak saya, sebagian besar anak adalah anak yang aktif. Mereka perlu latihan untuk duduk diam dan mengerjakan sesuatu yang membutuhkan konsentrasi tinggi. Jadi latihan menulis refleksi dengan huruf tegak bersambung ini adalah latihan yang baik bagi mereka.
Koper
Bahkan sebelum sekolah pindah ke sistem daring, SDE Mangunan sudah menggunakan koper atau kotak pertanyaan untuk mengenalkan anak pada keindahan bertanya dan mencari tahu. Setiap minggu, anak diminta menuliskan pertanyaan apapun. Sebagai guru, saya mengalami sendiri bagaimana ada banyak anak tidak tahu apa yang harus ditanyakan.Â
Saya mengajar jenjang SMA dan perguruan tinggi dan seringkali saya menghadapi anak-anak yang tampak bingung ketika saya menerangkan sesuatu, tetapi tidak juga bertanya ketika saya memberi kesempatan mereka bertanya. Saya juga ingat ketika saya masih SMA dulu bagaimana guru memberi kesempatan bertanya tetapi kami tidak tahu harus bertanya apa, sebab kami tidak paham apa yang harus kami pahami dan apa yang belum kami pahami.Â
Dalam proses membuka koper dan mencari jawab, anak-anak terlibat aktif untuk mencari jawaban atas pertanyaan teman bersama-sama. Dalam masa daring ini, proses membantu teman mencari jawaban bisa lewat video, rekaman suara, gambar, ataupun tulisan yang diserahkan lewat grup kelas. Guru kemudian menyimpulkan jawaban anak-anak.Â
Proses mencari jawaban ini ternyata juga menyenangkan. Anak saya lebih sering mencari jawaban lewat YouTube. Dia adalah penutur Bahasa Inggris. Video yang ditontonnya berbahasa Inggris. Saya melihat bagaimana dia berusaha menyampaikan maksudnya dalam Bahasa Indonesia sebab sekolah menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Namun demikian, dia tetap menikmati proses itu.
Sejauh ini, kami menikmati proses pembelajaran daring dari Mangunan. Saya bukan orangtua yang beriorentasi pada capaian akademik. Saya memilih Mangunan karena visi dan misi yang sama.Â
Di Jogja sendiri ada begitu banyak sekolah dasar lain yang mementingkan pengetahuan akadamik yang saya rasa akan cocok bagi banyak keluarga dan orangtua yang memang beriorentasi pada pencapaian akademik. Proses pembelajaran bersama teman Garuda ini memberi kami ruang untuk mengembangkan kepedulian pada lingkungan, rasa tanggung jawab, selain juga mengembangkan pengetahuan anak tentang tumbuhan dan bumi.Â
Saya rasa konsep belajar merdeka yang digagas mentri pendidikan, Nadiem Makarim, sungguh sudah terlaksana di sini. Bahwa semua orang adalah guru dan semua tempat adalah sekolah seperti kata Ki Hadjar Dewantara juga sudah terjadi. Dan dengan begini, saya rasa, baik luring atau daring baik adanya selama setiap individu sadar bahwa proses belajar ada terus menerus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H