Libur akhir tahun lalu, saya dan bos kecil yang berusia tujuh tahun itu membolang ke Malang. Ini bukan kali pertama kami pergi ke Malang sebenarnya, tetapi karena cara perginya agak berbeda, maka saya jadi kebelet nulis tentang perjalanan kami waktu itu.
Kami berangkat ke Malang naik Malioboro Express tanggal 21 Desember 2019 pukul 20.35. Jalanan Jogja macetnya menjijikkan malam itu. Begitu masuk daerah ring road Utara, antrian mobil sudah banyak. Untungnya kami naik ojol, tadinya mau naik taol (taksi online), untung ga jadi.Â
Kereta kami sampai di stasiun Malang dini hari sekitar pukul 3.30. Langit masih gelap. Saya mencoba menelepon hotel sore sebelum kami berangkat ke Malang untuk bertanya apakah kami boleh chek-in lebih awal. Ternyata tidak bisa karena hotel penuh. Ya sudah. Saya lalu mencoba mencari tahu apakah ada kamar di dekat stasiun Malang yang bisa disewa jam-jaman. Hasil pencarian tidak memuaskan. Tidak ada yang secara jelas menyatakan 'ya, tempat ini bisa disewa jam-jaman.' Saya tidak berencana mengetuk hotel satu-satu macam Yusuf dan Maria karena ada bos kecil yang pasti akan mengomel panjang. Maka, saya memutuskan untuk mendamparkan diri di stasiun Malang.Â
Rencana awalnya adalah tidur di sekitar stasiun, cari tempat mandi, lalu langsung menuju obyek wisata di Batu. Hotel kami ada di Pujon, hehe. Dari Batu masih ke atas lagi sekitar 8km. Saya juga sudah mencari tahu kamar mandi terdekat di sekitar stasiun Malang. Ada dua penulis blog yang menulis kalau mereka mandi di kamar mandi dekat dengan stasiun Malang. Oh iya, terakhir saya ke Malang, sekitar tahun 2016, stasiunnya masih kecil. Seingat saya tidak ada tempat yang memungkinkan untuk tidur sejenak. Saya googling lagi foto stasiun Malang terakhir. Ada foto yang menampakkan tempat menunggu yang cukup luas dan ternyata fotonya benar. Kami bisa merem sejenak di depan stasiun Malang. Bos kecil bisa merem beneran, emaknya ini hanya bisa tidur-tidur ayam.Â
Soal tempat mandi, ternyata memang ada kamar mandi yang disewakan satu tempat dengan tempat penitipan motor. Sayangnya, saya nggak tega mandi di sana. Baknya tembus ke kamar mandi sebelah. Dindingnya juga nggak sampai atas. Meski badan bukan termasuk yang mirip aktris cantik, saya masih cukup takut dilihat orang. Kebersihannya juga tidak bisa dinilai C. Yah, C minuslah. Mungkin saya nemunya bukan kamar mandi yang disebut di dua blog tadi. Ya sudah saya nggak jadi mandi.Â
Bos kecil bangun jam setengah tujuh. Kami makan sebentar di gerai waralaba ayam goreng. Lalu, kami naik angkot. Rencananya sih mau ngangkot terus ke Batu. Bapak yang punya angkot menawarkan untuk mengantar ke Batu, lebih tepatnya ke Predator Park, dengan ongkos Rp 100.000,-. Saya langsung setuju. Bos kecil ini benci naik mobil, dia nggak suka bau interior mobil apalagi kalau ditambah pewangi. Kalau naik angkot dia OK saja karena jendela terbuka lebar. Jadi tawaran si Bapak seperti suara malaikat mengabarkan sukacita. Hehe. Si Bapak menawarkan rumah temannya untuk menginap jika kami belum dapat hotel, saya bilang saya sudah pesan hotel meski jauh di Songgoriti. Saya juga simpan nomer bapak angkot. Siapa tahu ke Malang lagi.
Kami tiba di depan Predator Park sekitar pukul 8.45. Taman tentu saja masih tutup. Kami numpang pipis di toilet depan taman. Terus saya iseng ke pom bensin di seberang jalan. Coba tebak apa yang saya temukan? KAMAR MANDI dengan air hangat pulak. Wuaaah, senangnya hati ini. Satu kali mandi dengan air hangat Rp.10.000,-. Wenak. Mandilah kami di situ.Â
Ketika kami selesai mandi, loket tiket Predator Park baru mulai dibuka. Oh iya, kenapa saya pilih Predator Park? Karena si bos ini benci poto-poto dan lebih senang objek wisata dengan banyak binatang. Kami sudah pernah ke Eco Green Park dan Jatim Park 2, maka kali ini saya memilih Predator Park. Â Kami mengambil tiket hanya untuk Predator Park karena tidak yakin apakah kami masih kuat jalan setelahnya atau tidak.
Predator Park ini jauh lebih kecil dari Jatim Park 2. Isinya lebih banyak reptil dan ikan-ikan pemakan daging. Di dalam ada trampolin dan water park kecil. Anak-anak yang suka lompat-lompat dan main air pasti suka. Semua wahana itu sudah termasuk di tiket masuk. Ini yang saya suka dari Jatim Park Grup, semua wahana termasuk dalam tiket. Jadi nggak ribet cari uang cash buat beli tiket printil-printil lagi.
Di dalam juga ada beberapa aktivitas dan pertunjukan memberi makan binatang yang ada di sana. Bos kecilku sempat kasih makan arapaima dan buaya. Bunyi dan sensasinya pas umpan ke makan tuh ngeri-ngeri sedap. Ikan Arapaima ternyata kuat juga sentakannya. Umpan yang diberikan adalah lele kecil hidup. Kasihan yak. Untuk buaya, umpannya adalah kepala ayam.
Ada juga pertunjukan bermain dengan ular yang diikuti dengan edukasi soal ular. Tapi ya biasa, banyak orang lebih suka nonton show aja, pas edukasi mulai, orang-orang bubar. Padahal pas edukasi itu juga diajarkan cara supaya ular nggak masuk rumah. Eh, mungkin mereka udah tahu ya. Maafkan saya yang meremehkan pengetahuan warga +62 ini. Oh, ada juga kereta yang mengelilingi taman, tapi anakku nggak mau naik. Males nunggunya dia. Dia juga nggak mau poto sama binatang. Hari berikutnya baru saya tahu kenapa dia nggak mau. Dia bilang, "Sometimes, they are not treated well, Mama." Anakku rada-rada SJW ini, entah dia tahu dari mana kalau binatang yang buat foto kadang tidak diperlakukan dengan baik.
Predator Park ini tidak terlalu luas menurut saya. Kalau kata web agen wisata, luasnya sekitar 2,8 hektar. Masih bisa dikelilingi dengan jalan kaki sih. Si Bos berkali-kali minta naik scooter listrik itu. Saya juga sok SJW dengan mengatakan kalau scooter itu kalau di negara lain biasanya hanya dipakai mereka yang sakit atau lemah fisik. Meski harus menolak berkali-kali, tapi kami berhasil keliling taman predator tanpa scooter listrik.
Kami keluar dari taman mendekati pukul tiga siang dan naik shuttle dari Jatim Park Grup ke museum angkot. Wuah, ternyata sampai sana antri tiketnya puanjaaang banget. Entah kalau bisa masuk bisa berapa lama di dalam. Akhirnya kami nggak jadi masuk. Cuma berfoto sebentar di depan kereta di belakang museum, lalu cari taksi online untuk pergi ke hotel.
Hotel kami ternyata bagus banget pemandangannya. Sayang hotelnya agak tidak terawat. Beberapa bagian sangat kotor dan rusak. Kamar kami untungnya baik-baik saja. Kamar kami bisa dibilang luas, sekitar 5x4m2. Ada ayunan di halaman depan kamar. Tidak ada TV kabel dan AC, tapi udara Songgoriti cukup dingin. Tanpa ACpun nyaman-nyaman saja, bahkan ketika malam, kami masih butuh selimut supaya tidak kedinginan. Satu lagi kekurangan hotel ini adalah tempatnya yang jauh dari keramaian, kalau mau jalan-jalan malam agak susah kalau tidak membawa kendaraan sendiri. Untungnya, ojol masih mau mengantar makanan ke depan kamar.
Kami hanya menginap semalam di sana. Paginya kami check out dan langsung menuju Jatim Park 2. Kami sudah pernah ke sana, tetapi waktu itu rasanya waktu berjalan terlalu cepat. Jadi ceritanya, kami mau mengulang lagi kunjungan ke Jatim Park 2. Sesampai di sana, kebun binatangnya penuh sekali. Saya kok malah kasihan pada binatang-binatang di sana. Kami tidak bisa menikmati membaca keterangan satu-satu karena pengunjung terlalu banyak. Pengen deh usul untuk membatasi jumlah pengunjung di taman-taman macam begini. Kan binatangnya juga partner kerja ya, menurut saya kenyamanan mereka juga perlu diperhitungkan. Ya nggak sih? Untungnya hujan datang, pengunjung sibuk cari tempat berteduh, jadi kerumunan di area depan kandang rada berkurang.
Nah di JTP 2 ini si Bos ngomong soal ga mau foto sama binatang. Maknya pengen foto sama binturong, eh anaknya gak mau karena kasihan sama binatang. Kami sempat mau ikut tour safari, tapi hujan deras turun. Tour safarinya dihentikan. Jadi kami lompat pagar antrian, hujan-hujanan menuju area kucing besar (kami belum ke sana). Kunjungan kami berakhir di museum satwa. Bagus juga lho. Sudah seperti museum di negara bagus lain.
Kami di museum sampai JTP2 tutup. HP saya kehabisan batre. Sekali lagi kami makan di resto ayam goreng waralaba sambil numpang ngecas HP demi bisa pesan taksi online untuk menuju stasiun Malang. Kami masuk taksi pukul 6 sore, jalan ke Malang cukup padat. Ketika kami tiba di stasiun Malang, kereta kami masih belum datang. Kami punya waktu untuk berganti baju dan membeli oleh-oleh sebentar.Â
Sampai jumpa lagi, Malang. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H