Mohon tunggu...
NINA KARINA ZAI
NINA KARINA ZAI Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA MAGISTER AKUNTANSI

NIM : 55523110029 | Program Studi : Magister Akuntansi | Fakultas : Ekonomi dan Bisnis | Universitas Mercu Buana | Pajak Internasional | Dosen : Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Diskursus Arendt pada Fenomena Pajak Internasional dan Kondisi Manusia (The Human Condition)

23 Desember 2024   23:00 Diperbarui: 23 Desember 2024   23:00 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Dokumen Pribadi Prof Appolo

Hannah Arendt, seorang filsuf politik terkemuka abad ke-20, mengupas secara mendalam tentang interaksi manusia dengan dunia melalui konsep-konsep yang dijelaskan dalam karyanya The Human Condition. Dalam konteks fenomena pajak internasional, pemikiran Arendt menawarkan lensa unik untuk menganalisis ketimpangan global yang diakibatkan oleh sistem perpajakan lintas negara. Artikel ini mengintegrasikan kerangka vita activa yang terdiri dari labour, work, dan action dengan isu pajak internasional, khususnya tax treaty dan tax ratio, untuk memahami bagaimana kebijakan pajak membentuk dan dipengaruhi oleh kondisi manusia.

Vita Activa dan Fenomena Pajak Internasional

Arendt membagi aktivitas manusia dalam vita activa menjadi tiga kategori:

  1. Labour (Animal Laborans): Aktivitas yang terkait dengan kebutuhan dasar kehidupan sehari-hari.

  2. Work (Homo Faber): Aktivitas yang menciptakan benda-benda dan infrastruktur yang tahan lama.

  3. Action (Animal Rational): Aktivitas politik yang menciptakan ruang publik untuk diskusi dan keputusan bersama.

Ketika dikaitkan dengan fenomena pajak internasional:

Sumber Dokumen Pribadi Prof Appolo
Sumber Dokumen Pribadi Prof Appolo
  • Labour mencerminkan beban pajak yang dialami oleh individu, terutama kelompok masyarakat kelas bawah yang paling rentan terhadap dampak ketidakadilan sistem perpajakan. Pajak atas konsumsi, seperti PPN, sering kali membebani individu ini lebih berat secara proporsional dibandingkan kelompok berpendapatan tinggi.

  • Work mencerminkan struktur dan mekanisme sistem pajak, seperti tax treaty, yang dirancang untuk mengatur hubungan perpajakan antarnegara. Perancangan ini sering kali menunjukkan bias terhadap negara-negara maju yang memiliki kekuatan negosiasi lebih besar.

  • Action mengacu pada dialog dan negosiasi antarnegara serta peran masyarakat global dalam menuntut keadilan pajak. Tindakan ini melibatkan kerja sama multilateral dan upaya untuk menyusun kebijakan global yang dapat mengurangi kesenjangan pajak.

Ketidakadilan Pajak Internasional dan Arendtian Labour

Dalam The Human Condition, Arendt menggambarkan labour sebagai aktivitas yang esensial untuk keberlangsungan hidup. Namun, dalam konteks pajak internasional, kelompok animal laborans sering kali menjadi korban ketidakadilan. Sebagai contoh:

  • Tax treaty antara negara maju dan negara berkembang sering kali menguntungkan pihak yang lebih kuat. Negara seperti Panama, Pandora, dan Paradise menjadi surga pajak (tax haven), memungkinkan perusahaan multinasional menghindari kewajiban pajak di negara asal mereka. Ketidakadilan ini mengakibatkan negara berkembang kehilangan potensi pendapatan pajak yang signifikan.

  • Ketimpangan pajak ini mencerminkan eksploitasi kelompok pekerja yang harus menanggung beban pajak lebih berat dibandingkan entitas besar yang dapat memanfaatkan celah hukum. Kelompok pekerja ini sering kali tidak memiliki akses terhadap sistem perpajakan yang lebih fleksibel, seperti pengurangan pajak atau penghindaran pajak legal.

  • Data menunjukkan bahwa tax ratio Indonesia, yang terus menurun dari 12,9% pada 2010 menjadi 9,76% pada 2019, mencerminkan ketimpangan alokasi beban pajak. Ini mengindikasikan bahwa kelompok animal laborans lebih sering menjadi target utama pemungutan pajak dibandingkan kelompok elit yang mampu menghindari kewajiban pajak melalui celah regulasi.

Kelompok animal laborans di Indonesia, seperti pekerja informal dan petani, merasakan dampak langsung dari ketidakadilan ini. Alokasi belanja negara yang tidak tepat, seperti subsidi BBM yang lebih besar dibandingkan belanja sosial (1,2% dari PDB), memperburuk situasi ini. Belanja sosial yang minim mengurangi kemampuan negara untuk menyediakan layanan kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial yang layak bagi masyarakat kelas bawah.

Dalam konteks global, ketidakadilan ini juga mencerminkan kegagalan negara-negara berkembang dalam menahan aliran modal yang mengalir ke tax haven. Menurut laporan Tax Justice Network, sekitar USD 427 miliar hilang setiap tahun akibat penghindaran pajak, dengan sebagian besar dampaknya dirasakan oleh negara-negara miskin.

Work: Infrastruktur Pajak dan Homo Faber

Arendt mendefinisikan work sebagai proses penciptaan yang memiliki tujuan jelas dan menghasilkan sesuatu yang lebih permanen. Dalam konteks pajak internasional, work dapat dilihat dalam desain sistem perpajakan seperti:

  • Tax treaty: Perjanjian ini bertujuan untuk menghindari pemajakan berganda, tetapi sering kali tidak efektif dalam mencegah penghindaran pajak oleh perusahaan besar. Sebagai contoh, laporan Pandora Papers menunjukkan bagaimana tax treaty digunakan oleh individu kaya untuk menyembunyikan kekayaan mereka di yurisdiksi dengan tarif pajak rendah. Akibatnya, pendapatan pajak yang seharusnya masuk ke negara asal hilang begitu saja.

  • Tax ratio: Arendtian work menekankan pentingnya alat yang dirancang dengan tujuan yang jelas. Sayangnya, tax ratio Indonesia yang terus menurun menunjukkan kurangnya optimalisasi alat ini untuk memenuhi tujuan keadilan dan kesejahteraan. Menurut OECD, rata-rata tax ratio negara Asia-Pasifik mencapai 21%, jauh di atas Indonesia. Hal ini menunjukkan perlunya reformasi yang mendalam dalam sistem pengumpulan pajak di Indonesia.

  • Kebijakan pajak: Perancangan kebijakan yang buruk menciptakan paradoks, di mana rakyat kecil menanggung beban pajak sementara pengusaha besar dapat menghindar melalui berbagai skema. Misalnya, tax amnesty sering kali memberikan kesempatan kepada entitas besar untuk melegitimasi kekayaan mereka tanpa konsekuensi signifikan, sementara masyarakat kelas bawah tetap terjebak dalam sistem pajak yang memberatkan.

Untuk menjadi efektif, infrastruktur pajak harus dirancang dengan prinsip keadilan dan transparansi. Proses ini membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat sipil, dan komunitas internasional untuk menciptakan kebijakan yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat luas, bukan hanya kepentingan segelintir pihak.

Action: Dialog Pajak dan Keadilan Global

Action menurut Arendt adalah esensi dari politik, di mana manusia bertindak bersama untuk membangun dunia yang lebih baik. Dalam fenomena pajak internasional, action tercermin dalam:

  • Negosiasi antarnegara: Upaya global seperti Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) oleh OECD adalah contoh tindakan kolektif untuk menciptakan sistem pajak yang lebih adil. BEPS bertujuan mengatasi strategi penghindaran pajak yang digunakan oleh perusahaan multinasional melalui pengalihan laba ke negara dengan tarif pajak rendah. Program ini mencakup 15 langkah aksi yang dirancang untuk meningkatkan transparansi, memastikan pengalokasian keuntungan yang lebih adil, dan mengurangi penyalahgunaan tax treaty.

  • Partisipasi masyarakat: Gerakan-gerakan masyarakat sipil yang menuntut transparansi pajak dan penutupan celah hukum merupakan bentuk nyata dari action dalam arena publik. Di Indonesia, inisiatif seperti Tax Justice Network mendorong reformasi kebijakan pajak untuk mengurangi ketimpangan. Kampanye publik ini juga sering kali disertai dengan advokasi untuk meningkatkan pengawasan terhadap kebijakan fiskal dan akuntabilitas pemerintah.

Namun, tantangan terbesar dalam action adalah membangun kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat. Ketika masyarakat merasa bahwa pajak yang mereka bayar tidak digunakan untuk kesejahteraan publik, legitimasi sistem pajak akan terkikis. Oleh karena itu, transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci utama. Pemerintah harus memastikan bahwa setiap rupiah yang dikumpulkan dari pajak digunakan untuk tujuan yang jelas dan dapat dirasakan oleh masyarakat.

Pajak Internasional dalam Kerangka Kondisi Manusia

Sumber : Dokumen Pribadi Prof Apollo
Sumber : Dokumen Pribadi Prof Apollo

Arendt membedakan antara vita activa dan vita contemplativa. Dalam konteks pajak internasional:

  • Vita activa: Menekankan pentingnya tindakan nyata dalam mereformasi sistem pajak untuk mengatasi ketimpangan global. Ini termasuk pembentukan kebijakan baru yang lebih adil dan implementasi yang tegas terhadap pelanggaran pajak. Misalnya, penegakan hukum terhadap penghindaran pajak harus dilaksanakan secara transparan dan tanpa diskriminasi.

  • Vita contemplativa: Mengundang refleksi mendalam tentang tujuan akhir dari pajak itu sendiri. Apakah pajak dimaksudkan untuk menyejahterakan masyarakat atau justru menjadi alat eksploitasi? Pertanyaan ini mengarah pada diskusi tentang bagaimana negara-negara dapat menciptakan sistem perpajakan yang seimbang antara efisiensi ekonomi dan keadilan sosial.

Refleksi ini penting mengingat banyak negara berkembang bergantung pada penerimaan pajak untuk mendanai pembangunan. Namun, ketergantungan ini sering kali dimanfaatkan oleh negara maju melalui tax treaty yang tidak adil. Sebagai contoh, aliran modal dari negara-negara berkembang ke tax haven merugikan kapasitas negara-negara tersebut untuk membiayai layanan publik. Oleh karena itu, reformasi pajak harus didasarkan pada prinsip keadilan global, di mana semua negara memiliki hak yang setara untuk mengelola sumber daya fiskalnya.

Diskursus Pajak Internasional dan Tantangan Masa Depan

Fenomena rendahnya tax ratio di Indonesia menunjukkan paradoks bahwa rakyat menanggung beban pajak sementara entitas besar memiliki kebebasan untuk menghindar. Ketimpangan ini menciptakan tantangan:

  • Keadilan distribusi: Bagaimana menciptakan sistem yang memastikan kontribusi adil dari semua pihak? Reformasi sistem pajak diperlukan untuk memastikan bahwa kelompok elit memberikan kontribusi yang seimbang. Ini mencakup peninjauan ulang tax treaty dan penerapan pajak minimum global.

  • Transparansi dan akuntabilitas: Bagaimana memastikan bahwa pajak digunakan untuk kesejahteraan masyarakat? Peningkatan transparansi dalam alokasi belanja pajak sangat penting untuk membangun kepercayaan publik. Mekanisme pelaporan yang jelas dan pengawasan independen dapat membantu mengurangi penyalahgunaan.

  • Kolaborasi internasional: Negara-negara harus bekerja sama untuk menutup celah hukum yang memungkinkan penghindaran pajak. Ini memerlukan koordinasi kebijakan yang lebih erat di tingkat global, termasuk penerapan kerangka kerja seperti Global Tax Agreement yang disusun oleh OECD.

Dalam kerangka Arendt, tantangan ini hanya dapat diatasi melalui tindakan kolektif (action) yang berlandaskan refleksi mendalam (thinking) dan kehendak yang kuat (willing). Reformasi tidak hanya membutuhkan perubahan struktural, tetapi juga komitmen moral untuk menciptakan keadilan bagi semua.

Kesimpulan

Diskursus Arendt tentang The Human Condition memberikan wawasan mendalam untuk memahami fenomena pajak internasional. Dengan mengintegrasikan konsep labour, work, dan action, kita dapat menganalisis bagaimana sistem perpajakan global mencerminkan dan memengaruhi kondisi manusia. Hanya melalui reformasi yang berbasis pada keadilan, transparansi, dan partisipasi aktif, kita dapat menciptakan dunia di mana pajak tidak lagi menjadi alat eksploitasi, melainkan sarana untuk membangun kehidupan bersama yang lebih baik.

Referensi

  1. Arendt, H. (1958). The Human Condition. Chicago: University of Chicago Press.

  2. OECD. (2020). Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).

  3. Direktorat Jenderal Pajak Indonesia. (2021). Tax Ratio dan Tantangan Pajak di Indonesia.

  4. Thomas Piketty. (2014). Capital in the Twenty-First Century. Harvard University Press.

  5. Laporan terkait surga pajak (Panama, Pandora, Paradise Papers).

  6. Tax Justice Network. (2022). Advancing Tax Transparency and Justice.

  7. OECD. (2021). Global Tax Agreement: Historic Opportunity for Fair Taxation.

  8. Tax Justice Network. (2020). The State of Tax Justice Report.

  9. PPT Dokumen Pribadi Prof Apollo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun