Duduk PersoalanÂ
Pejabat tinggi AS pimpinan tertinggi DPR Nancy Pelosi,  melakukan manuver politik nekat memaksakan diri untuk mengunjungi negara Taiwan selasa 2 Agustus 2022 dengan mengabaikan pertimbangan, saran maupun permintaan dari pemerintah China untuk tidak mengunjungi negara Taiwan, dikarenakan hingga saat ini hubungan kedua negara tersebut masih panas dingin akibat sejarah panjang masa lalu dimulai dari jaman Mao Ze Dong PKC (Partai Komunis China- RRC) dengan Chiang Kai Shek KMT (Partai Nasionalis Kuomintang-Taiwan)) pada tahun 1949 sampai sekarang dimana China masih menganggap Taiwan sebagai bagian kedaulatan negaranya tetapi Taiwan tidak mengakui bagian dari China  dan sebelumnya AS menyatakan mendukung One Policy China dan tidak mengakui Taiwan sebagai negara merdeka.
Amerika seringkali mengeluarkan pernyataan  yang tidak konsisten, ambigu. Pada saat mereka melakukan tindakan atau keputusan yang membuat negara lain marah, dengan entengnya mereka malah mengatakan bahwa Beijing bereaksi berlebihan, padahal seharusnya mereka menyadari "mengapa China bereaksi seperti itu". Dan anehnya mereka selalu terlibat dalam setiap persolan negara lain, karena selalu mempunyai kepentingan seperti yang terjadi di Ukraina, mungkin AS ketakutan atas kekuatan mereka sehingga cepat cepat mengamankan wilayah Indo  Pacific yang dianggap strategis bagi mereka atau bagi bermacam "bisnisnya".
Dalam hal kunjungan ini, ternyata mereka tidak bisa berpikir lebih bijak dengan sedikit menahan diri untuk mempertimbangkan kunjungan tersebut supaya tidak memperkeruh situasi saat ini. Meskipun Nancy Pelosi mempunyai hak untuk mengunjungi Taiwan seperti yang disampaikan juru bicara Pentagon John Kirby.  Kalau membicarakan mengenai hak, China juga mempunyai hak   untuk mengambil tindakan yang diperlukan guna melindungi kedaulatan dan integritas teritorialnya atas masalah Taiwan, seperti yang dikutip dari Kemenlu Rusia atau karena kepentingan politik mereka yang sangat besar,  sehingga  mengabaikan semua itu. Menlu China Wang Yi sudah memberi peringatan untuk tidak mengunjungi Taiwan, jika tetap nekat Amerika "harus membayar harga". Tinggal tunggu waktu dan kita lihat saja endingnya apa yang akan terjadi.
Kita tahu sekarang sepertinya AS selalu menjadi pemicu, pelatuk, trigger atau bisa dikatakan mengail ikan di air keruh dengan segala kekuatirannya.
Sebagai Rakyat jelata yang tinggal di bumi Indonesia, membutuhkan tempat berpijak , tempat berteduh di muka bumi, melakukan aktifitas dengan aman damai sejahtera membangun ekonomi negara, lagi-lagi harus diusik dengan policy para pemimpin tertinggi negara lain yang pastinya akan memberi dampak tidak baik bagi jutaan umat manusia. Terlalu sibuk menyerang satu sama lain, gagal menyadari adanya ancaman besar yang dihadapi baik negara kaya maupun negara miskin,ini seperti yang dikatakan bapak Jokowi pada saat pidato pembukaan Annual Meeting IMF Bank Dunia di Bali 12 Oktober 2018 silam akhirnya terbukti dan terjadi sekarang ini di tahun 2022.Â
Dalih apapun yang disampaikan kalau tujuannya rivalitas, persaingan, unjuk gigi ingin diakui sebagai negara kuat, cara apalagi untuk bisa mencegah terjadinya konfrontasi. Masing-masing pihak mempunyai pembenarannya sendiri.
Peranan Indonesia.
Indonesia mempunyai peranan penting, sudah diakui oleh dunia atas keberhasilannya membangun infrastruktur dan perekonomian negara. Tetapi tetap harus mewaspadai dan mengantisipasi dampak dari situasi dunia yang semakin memanas ini. Belajar pengalaman dari perang Rusia X Ukraina, peran serta Indonesia untuk berkontribusi lebih tegas, netral agar keadaan ini tidak semakin memburuk. Peranan para Menteri luar negeri masing-masing negara yang bertikai dan para Menteri luar negeri Asean diharapkan dapat mencegah terjadinya konfrontasi yang semakin memanas ini. Perlu kerja keras Menteri luar negeri Indonesia ibu Retno Marsudi untuk bisa menjadi penghubung antar menlu negara lain secara intensif seperti yang sudah dilakukan pada saat pertemuan para menlu di kamboja kemarin bahwa masing-masing pihak agar dapat menahan diri dan berpikir panjang akan dampaknya apabila terjadi perang, karena konflik ini berpotensi terjadi perang dunia III dan mengacaukan ekonomi dunia khususnya ekonomi Indonesia yang sudah bersusah payah mencapainya.
Harapan
 Indonesia harus belajar dari Rusia, jangan pernah bergantung secara total pada negara lain, harus bisa mengelola, memanfaatkan dan memproduksi sendiri sumber daya kekayaan alam Indonesia. Jangan pernah takut dengan tekanan negara lain yang kita tahu mereka tidak lebih kaya dari  negara kita, yang membedakan adalah secara teknologi mereka memang lebih maju. Indonesia harus bersiap siap mengoptimalkan Sumber Daya Manusianya, memikirkan strategi pembayaran memakai mata uang dollar atau rupiah, generasi muda sudah harus disiapkan mulai dari sekarang, dilibatkan disemua sektor, termasuk mempelajari hukum internasional, dididik cara berpikirnya bagaimana mengelola Perusahaan negara baik itu BUMN dan instansi lainnya harus lebih ketat dan pintar untuk masa yang akan datang dengan teknologi ekonomi digital.
Dan yang tak kalah pentingnya adalah Ketahanan Negara, Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, Kepolisian harus selalu siap siaga dengan memperbaharui Alutsista.
Pencemooh mengacaukan kota, tetapi orang bijak meredakan amarah. (nn082022)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H