Mohon tunggu...
Deni Purnomo
Deni Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Abal-abal

Seorang pekerja yang berusaha menjadi mahasiswa disalah satu Universitas swasta di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dilema KTP Elektronik: Permainan Kata Pegawai Daerah

23 Juli 2019   16:34 Diperbarui: 23 Juli 2019   20:06 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Waktu lama, administrasi ada, meskipun bagi penulis, masalah administrasi bukan menjadi masalah yang berarti, tapi bagaimana dengan masyarakat yang kurang mampu? Mereka malah akan berpikir, daripada untuk bayar KTP, mending untuk jajan anak atau kebutuhan sehari-hari. Akhirnya mereka tidak membuat KTP, tidak mempunyai KTP, dan misi Pemerintah tidak sempurna (Failed).

Mempertimbangkan waktu dan biaya, ada yang membuat perseorangan kecewa, yaitu beberapa hasil cetakan yang kurang sempurna. Sehingga KTP mudah terkelupas dan akhirnya rusak. Penulis pikir, hal tersebut adalah hal mudah, bisa diganti dengan yang baru dengan proses cepat, sebab data sudah terekam dan tinggal cetak saja. Seperti membuat SIM yang jadi hanya satu hari, atau seperti membuat kartu keanggotaan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang hanya 5 menit langsung jadi.

Ternyata ekspektasi itu juga ikut menguap, DUKCAPIL Daerah tidak menerima secara perseorangan, harus kolektif melalui Kecamatan. Sedangkan di Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, tempat penulis survei mengatakan, "Blanko tidak ada, kalau mau pakai surat keterangan kependudukan sementara dulu saja nanti saya buatkan. Karena akan memakan waktu 3 bulan paling cepat, paling lama 1 tahun." Tapi, positif saja, mungkin itu cetak KTP-nya sambil mencetak anak.

"Kalau tidak mau, ya dibetulkan saja. Dilem atau yang kira-kira bisa membuat menempel kembali," lanjutnya.

Lalu, bagaimana? Apakah ini hanya permainan kata? Atau kata yang dipermainkan?

Padahal iklan selalu mengatakan manis, sosial media selalu menuliskan gratis, tapi fakta di lapangan begitu miris. Terutama di daerah-daerah kecil, pedesaan yang bukan perkotaan. Dari sini, apa sebenarnya yang sedang pejabat mainkan? Terutama pejabat-pejabat yang sedang bermain dengan sembunyi-sembunyi dari kemarahan orang tuanya. Ya, mungkin dan bisa jadi mereka takut diteriaki, "Oi, sudah magrib, pulang, mandi, makan, belajar, dan bobo."

Oke, baiklah, jika kalian tidak memahami arti "mempermudah", penulis akan sajikan maknanya: yaitu menjadikan lebih mudah, berasal dari kata dasar mudah yang telah melalui afiksasi yang berarti tidak memerlukan banyak tenaga atau pikiran dalam mengerjakan; tidak sukar; tidak berat; gampang. (KBBI versi V: 2019)

Oleh sebab itu, memahami, mencermati, dan merealisasi menjadi poin sangat penting dalam segala hal, termasuk menjalankan suatu program, bukan hanya sebagai rumus dalam menyusun skripsi atau tesis saja. 

Ingat! Tikus berkurang, petani bahagia, sejahtera, dan negara bersuwasembada. 

Salam literasi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun