Mohon tunggu...
Ihsan Helmi
Ihsan Helmi Mohon Tunggu... Penulis - Praktisi Ekonomi Islam

menulislah, sehingga ilmu kita akan terikat

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Corona dengan Segala Pengabaian yang Membawa Dampak

19 Maret 2021   08:36 Diperbarui: 19 Maret 2021   08:45 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Tepat satu tahun corona bersemayam di bumi pertiwi dan entah sampai kapan virus tersebut meninggalkan negeri yang kita cintai ini. Terlebih yang mengkhawatirkan lagi virus ini mempunyai varian baru yang lebih mudah menular dan akan terus menyelimuti dunia termasuk negeri kita. Tetapi rasa khawatir tersebut tidak diimbangi dengan tindakan tegas oleh pemerintah dan masyarakat. Virus ini hanya terlihat mengerikan secara statistik saja tetapi secara perilaku keseharian bisa dibilang kita acuh tak acuh terhadap virus ini.

Begitulah perilaku kebanyakan masyarakat termasuk diriku yang lebih sering menyepelekan adanya virus ini dan menganggap virus ini hanya mengerikan secara statistik saja. Tetapi akhirnya aku tersadarkan bukan karena media atau berita dan bahkan statistik, tetapi kesadaranku akan keganasan virus ini, karena aku merasakannya sendiri yang mana tidak hanya berdampak kepada diri kita saja melainkan kepada orang yang kita cintai juga bisa ikut terdampak.

Ini merupakan kisahku melihat bagaimana pengabaian terjadi dilingkungan masyarakat dan tentunya diriku juga. Dari yang awalnya sangat menyepelekan kemudian sedikit acuh, dan terakhir diriku menjadi waspada karena merasakannya sendiri bahwa virus corona ini bukan hanya mengerikan secara statististik saja melainkan benar nyatanya.

Kisah ini dimulai disaat media-media Internasional tahun lalu heboh dengan pemberitaan virus baru yang mucul di wilayah Wuhan, salah satu kota di China. Dan WHO juga mengingatkan kepada seluruh dunia bahwa virus yang nantinya terkenal dengan nama corona ini akan menjadi wabah pandemi skala global. Akan tetapi respon yang diberikan pertama oleh pemerintah pusat adalah pengabaian dan penyepelean. Yakin betul virus ini tidak tembus ke Indonesia. Hingga menyebabkan pula masyarakatnya sepele akan virus ini dan menganggap bahwa masyarakat kita sudah terbiasa dengan penyakit flu, batuk serta radang tenggorokan. Ditambah mentang-mentang kita adalah negara tropis maka akan dianggap aman dari virus tersebut.

Terbukti hingga virus corona ini masuk ke negeri kita ini, masyarakat sudah terdoktrin akan kekebalan kita terhadap virus ini dikarenakan berbagai macam alasan. Bahkan banyak pula meme-meme konyol akan tentang pola pikir kita dan pemerintah akan virus ini. Walaupun sudah diterapkan mekanisme PSBB yang mengakibatkan kita kebanyakan berada di rumah atau hanya sekitar wilayah rumah saja, akan tetapi kenyataannya aktivitas-aktivitas di luar rumah tetap ramai. Pasar, tempat olahraga, arisan, dan kerumunan-kerumunan lainnya. Dan ini bukan hanya terjadi di tempat ku saja melainkan hampir kebanyakan daerah di Indoensia demikian.

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, virus corona masih belum terlihat tanda-tanda pergi dari bumi pertiwi ini. Bahkan secara angka statistik semakin mencekam dan secara fakta lapangan juga perlahan semakin terbukti bahwa corona ini benar nyatanya. Tetapi yang namanya kehidupan harus tetap berlanjut sehingga dikeluarkanlah kebijakan dengan nama adaptasi kebiasaan baru. Hal ini membuat akivitas-aktivitas di luar rumah semakin diperlonggar lagi akan tetapi tetap menggunakan mekanisme protokol kesehatan.

Kemudian di lingkup masyarakat kejenuhan berada di rumah atau hanya berada di lingkungan sekitar rumah membuat masyarakat nekat melakukan liburan bahkan termasuk mudik didalamnya. Walaupun ada himbauan dari pemerintah untuk tidak melakukan berbagai macam liburan dan mudik akan tetapi realita di lapangan tidak demikian karena masih bisa lolos secara akses. Begitu pula aku juga melakukan berbagai macam liburan seperti ke curug, nginap di villa Puncak Bogor atau pergi ke Bandung, baik mengatasnamakan pribadi atau organisasi.

Bukan hanya tempat liburan saja yang sebagian terbuka melainkan tempatnya anak muda-mudi juga terbuka lebar saat kebijakan adaptasi di gaungkan. Yaitu tempat tongkrongan dengan berbagai jenis dan kelas semua rata dibuka kembali. Dan keramaiannya juga tidak kalah seperti saat kita sebelum corona tiba. Hal ini mungkin karena rasa jenuh yang dirasakan oleh kebanyakan masyarakat yang sudah berbulan-bulan mendekam di rumahnya masing-masing termasuk saat hari raya Idul Fitri. Sehingga di puncak kejenuhan tersebut kita berbondong-bondong melakukan agenda liburan dan nongkrong-nongkrong bersama teman sejawat. Dan lagi-lagi pastinya terdapat pengabaian dalam aktivitas tersebut.

Sampai pada akhirnya aku merasakan sendiri bagaimana terkait keganasan dan kenyataan virus tersebut. Dengan mobilitasku yang tinggi karena aku adalah seorang organisatoris. Pergi kesana-kemari, bertemu banyak orang, kadang berkerumun dan lainnya. Akhirnya aku merasakan terjangkit virus corona pada awal maret ini.

Dan itu tepat kurang lebih satu tahun virus corona bersemayam di negeri kita. Masalah terbesar bukan karena aku terjangkit virus coronanya melainkan hal ini juga berdampak kepada ibu dan bapak ku. Walaupun sebenarnya aku tidak tahu persis berasal darimanakah virus corona ini sehingga kita terkena. Tetapi satu hal yang pasti yang berinteraksi dengan ku secara langsung dalam seminggu itu selepas acara keorganisasian adalah ibu dan bapak ku. Kemudian kondisi ku dan bapak ku isolasi mandiri di rumah. Sedangkan ibu sendirian berada di rumah sakit karena terdapat juga penyakit bawaan saat itu yaitu sakit lambung.

Dan dengan atas izin Allah yang sudah ditakdirkan demikian, ibuku wafat dalam keadaan masih terdeteksi virus corona walaupun dalam analisis dokter meninggalnya disebabkan oleh rendah nya natrium ibu saat itu. Tapi hal itu tidak mengurangi bahwa ibuku meninggal dan diproses pemakamannya menggunakan protokol covid. Dan tentu hal tersebut membuat kita tidak bisa mendampingi ibu untuk yang terakhir kalinya, tidak bisa memandikannya untuk terakhir kalinya. Sholat pun dilaksanakan dengan sholat ghaib. Bapak ku juga tidak bisa bertemu sanak keluarga, tetangga, rekan kerja akibat masih status positif terkena corona. hal ini tentu mengurangi kekhidmatan dalam proses takziyah. Dan hanya bisa mengucapkan berbela sungkawa melalui pesan whatsapp atau melalui telpon langsung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun