Mohon tunggu...
Nimaturahma
Nimaturahma Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Hallo, selamat datang dan terimakasih telah berkunjung keprofil kami!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Kebakaran Hutan dan Lahan Ditanah Gambut: Faktor Pemicu Dan Dampak Lingkungan

23 Desember 2023   11:52 Diperbarui: 23 Desember 2023   11:55 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Abstrack

This research gains an understanding of forest and land fires in peatlands, with a focus on identifying trigger factors and related environmental impacts. The research method involves literature studies from research sources that have been conducted previously. The results of the research show that the factors that trigger peatland fires involve human factors, climate and natural factors. Human activities, including land clearing and unsustainable agricultural practices, as well as natural factors such as lightning, temperature and weather play a significant role in increasing the risk of fire.

The environmental impacts of peatland fires include damage to forests and ecosystems, air pollution, increased greenhouse gas emissions, economic losses, public health problems. Policy implications for mitigating and controlling forest and land fires on peatland include strengthening law enforcement, educating the public and technological improvements.

Abstrak

Penelitian ini mendapatkan pemahaman tentang kebakaran hutan dan lahan di tanah gambut, dengan fokus pada identifikasi faktor pemicu dan dampak lingkungan yang terkait. Metode penelitian melibatkan studi literatur dari sumber penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pemicu kebakaran tanah gambut melibatkan diantaranya faktor manusia, iklim, dan factor alam. Aktivitas manusia, termasuk pembukaan lahan dan praktik pertanian yang tidak berkelanjutan, serta factor alam seperti petir, suhu dan cuaca memiliki peran signifikan dalam meningkatkan risiko kebakaran.

Dampak lingkungan dari kebakaran tanah gambut mencakup Kerusakan hutan dan ekosistem, Pencemaran udara, Peningkatan emisi gas rumah kaca, Kerugian ekonomi, Gangguan kesehatan masyarakat.. Implikasi kebijakan untuk mitigasi dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di tanah gambut mencakup Penguatan penegakan hukum, edukasi Masyarakat dan peningkatan teknologi.

PENDAHULUAN

Kebakaran hutan dan lahan atau karhutla adalah peristiwa terbakarnya hutan dan/atau lahan, baik secara alami maupun oleh perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan kerugian ekologi, ekonomi, sosial budaya dan politik. Kebakaran hutan dan lahan di tanah gambut merupakan fenomena global yang semakin mendapat perhatian signifikan dalam konteks keberlanjutan lingkungan dan dampak perubahan iklim. Kejadian kebakaran ini tidak hanya merugikan ekosistem alami, tetapi juga berpotensi memberikan dampak serius terhadap masyarakat dan ekonomi yang terkait. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mendalam terkait faktor pemicu dan dampak lingkungan yang terkait dengan kebakaran hutan dan lahan di tanah gambut.

Tanah gambut, dengan karakteristik uniknya yang melibatkan lapisan organik yang tebal, sangat rentan terhadap kebakaran. Kondisi ini diperparah oleh berbagai faktor, termasuk aktivitas manusia yang tidak berkelanjutan,suhu yang tinngi,cuaca, perubahan iklim global, dan faktor-faktor alamiah lainnya. Meskipun telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab dan dampak kebakaran hutan.

Oleh karena itu, berharap Penelitian ini dapat memberikan kontribusi penting dalam mitigasi, menyusun strategi pengelolaan yang efektif untuk meredam risiko kebakaran, melindungi keberagaman hayati, dan memitigasi dampak lingkungan yang merugikan.

METODOLOGI ANALISIS

  1. Studi Literatur

Melakukan studi literatur  untuk mengumpulkan informasi tentang kebakaran hutan dan lahan di tanah gambut pada penelitian terdahulu.

  1. Analisis Faktor Manusia

Menilai dampak aktivitas manusia terhadap risiko kebakaran, termasuk pembukaan lahan, perubahan penggunaan lahan, dan praktik pertanian yang dapat memicu kebakaran.

  1. Analisis Iklim dan Cuaca

Menganalisis data iklim dan cuaca untuk memahami hubungan antara kondisi atmosferik dan kejadian kebakaran. Ini melibatkan pemahaman pola hujan, suhu, dan kelembaban yang berpengaruh.

  1. Analisis Dampak Lingkungan

Menganalisis dampak kebakaran tanah gambut terhadap lingkungan, termasuk Kerusakan hutan dan ekosistem, Pencemaran udara, Peningkatan emisi gas rumah kaca, Kerugian ekonomi, Gangguan kesehatan masyarakat

  1. Analisis Kebijakan

Mengkaji kebijakan yang ada terkait pengelolaan hutan dan lahan di tanah gambut, serta menganalisis efektivitas nya dalam mitigasi risiko kebakaran.

TEMUAN

Dari hasil studi literatur, peneliti menemukan beberapa Temuan yakni berupa faktor-faktor pemicu, dampak dan Upaya kebijakan dalam kebakaran hutan dan lahan

Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia telah mengalami penurunan yang signifikan dalam 3 tahun terakhir. Luas karhutla di Indonesia mengalami penurunan yang signifikan dalam 3 tahun terakhir. Pada tahun 2020, luas karhutla mencapai 296.942 hektare. Pada tahun 2021, luas karhutla turun menjadi 358.867 hektare. Pada tahun 2022, luas karhutla turun lagi menjadi 183.743 hektare. Pada periode Januari-Juli 2023, luas karhutla telah mencapai 90.405 hektare, atau turun sebesar 72,2% dari periode yang sama pada tahun 2022.

Penurunan luas karhutla dalam 3 tahun terakhir dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

  • Perubahan paradigma penanganan karhutla dari reaktif menjadi proaktif.

Pada awalnya, penanganan karhutla di Indonesia lebih difokuskan pada fase krisis, yaitu ketika kebakaran telah terjadi. Hal ini menyebabkan penanganan karhutla menjadi kurang efektif dan efisien. Sejak tahun 2015, pemerintah Indonesia telah mengubah paradigma penanganan karhutla menjadi proaktif. Penanganan karhutla difokuskan pada fase sebelum krisis, yaitu dengan melakukan pencegahan dan kesiapsiagaan.

  • Peningkatan penegakan hukum terhadap pelaku karhutla.
  • Peningkatan kapasitas masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan karhutla.
  • Pengembangan teknologi pengendalian karhutla.

Provinsi Paling Rawan Karhutla adalah Lima provinsi yang paling rawan karhutla di Indonesia adalah:

  • Riau
  • Kalimantan Barat
  • Kalimantan Tengah
  • Sumatra Selatan
  • Jambi

Lima provinsi tersebut menyumbang sekitar 70% dari luas karhutla di Indonesia.

Riau merupakan provinsi yang paling rawan karhutla di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

  • Luas lahan gambut yang cukup besar.
  • Kondisi geografis yang berbukit-bukit dan berawa.
  • Musim kemarau yang panjang.

Penyebab Karhutla

Penyebab utama karhutla di Indonesia adalah aktivitas manusia. Aktivitas manusia yang dapat menyebabkan karhutla antara lain:

  • Pembakaran lahan untuk perkebunan kelapa sawit, karet, dan tanaman lainnya.
  • Pembakaran hutan untuk membuka lahan baru.
  • Pembakaran hutan untuk membuat asap untuk mengusir hama ternak.
  • Pembakaran hutan untuk keperluan ritual keagamaan.

Selain aktivitas manusia, faktor alam juga dapat menjadi penyebab karhutla, seperti:

  • Petir
  • Suhu udara yang tinggi
  • Curah hujan yang rendah

Dampak Karhutla

Karhutla memiliki dampak yang luas bagi lingkungan, ekonomi, dan kesehatan masyarakat. Dampak-dampak tersebut antara lain:

  • Kerusakan hutan dan ekosistem.
  • Pencemaran udara.
  • Peningkatan emisi gas rumah kaca.
  • Kerugian ekonomi.
  • Gangguan kesehatan masyarakat.

Upaya Penanggulangan Karhutla

Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi karhutla, antara lain:

  • Penguatan penegakan hukum.

Penegakan hukum terhadap pelaku karhutla merupakan salah satu upaya penting untuk mencegah terjadinya karhutla. Pemerintah Indonesia telah meningkatkan penegakan hukum terhadap pelaku karhutla, dengan memberikan sanksi yang tegas, termasuk sanksi pidana.

  • Peningkatan kapasitas masyarakat.

Pemerintah Indonesia juga telah meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan karhutla. Hal ini dilakukan dengan memberikan edukasi dan pelatihan kepada masyarakat tentang bahaya karhutla dan cara-cara mencegahnya.

  • Pengembangan teknologi pengendalian karhutla.

Teknologi pengendalian karhutla juga terus dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Pengembangan teknologi ini diharapkan dapat membantu mempercepat penanganan karhutla dan mengurangi dampak negatif karhutla.

PEMBAHASAN 

Kebakaran hutan dan lahan atau karhutla adalah peristiwa terbakarnya hutan dan/atau lahan, baik secara alami maupun oleh perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan kerugian ekologi, ekonomi, sosial budaya dan politik.

Penyebab kebakaran hutan dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor alam dan faktor manusia.

Faktor alam

Faktor alam yang dapat menyebabkan kebakaran hutan antara lain:

  • Sambaran petir. Sambaran petir merupakan penyebab kebakaran hutan yang paling umum terjadi. Sambaran petir dapat menyambar pohon atau benda lain yang kering dan mudah terbakar, sehingga menyebabkan kebakaran.
  • Lelehan lahar gunung api. Lelehan lahar gunung api yang panas dapat menyebabkan kebakaran hutan di sekitarnya.
  • Gesekan antara pepohonan. Gempa bumi atau angin kencang dapat menyebabkan gesekan antara pepohonan, sehingga menimbulkan percikan api yang dapat menyebabkan kebakaran.
  • Musim kemarau yang panjang. Musim kemarau yang panjang dapat menyebabkan kekeringan di hutan. Kondisi ini membuat bahan-bahan yang mudah terbakar, seperti ranting dan daun kering, menjadi lebih mudah terbakar.

Faktor manusia

Faktor manusia yang dapat menyebabkan kebakaran hutan antara lain:

  • Pembakaran sampah. Sampah yang dibakar di hutan dapat menyebabkan kebakaran.
  • Pembuang puntung rokok. Puntung rokok yang dibuang sembarangan di hutan dapat menyebabkan kebakaran.
  • Penebangan pohon sembarangan. Penebangan pohon sembarangan tanpa memperhatikan keselamatan dapat menyebabkan kebakaran.
  • Pembukaan lahan dengan cara membakar. Pembukaan lahan dengan cara membakar hutan merupakan penyebab kebakaran hutan yang paling sering terjadi.
  • Tidak melakukan reboisasi. Tidak melakukan reboisasi setelah menebang pohon dapat menyebabkan hutan menjadi lebih rawan kebakaran.
  • Adanya bara pada api unggun yang masih menyala dan tidak sepenuhnya mati/padam. Bara pada api unggun yang masih menyala dan tidak sepenuhnya mati/padam dapat menyebabkan kebakaran.

Berdasarkan temuan yang telah dibahas di atas, dapat disimpulkan bahwa kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia telah mengalami penurunan yang signifikan dalam 3 tahun terakhir. Pada tahun 2020, luas karhutla mencapai 296.942 hektare. Pada tahun 2021, luas karhutla turun menjadi 358.867 hektare. Pada tahun 2022, luas karhutla turun lagi menjadi 183.743 hektare. Pada periode Januari-Juli 2023, luas karhutla telah mencapai 90.405 hektare, atau turun sebesar 72,2% dari periode yang sama pada tahun 2022.

Penurunan luas karhutla dalam 3 tahun terakhir dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

  • Perubahan paradigma penanganan karhutla dari reaktif menjadi proaktif

Pemerintah Indonesia telah mengubah paradigma penanganan karhutla dari reaktif menjadi proaktif. Penanganan karhutla difokuskan pada fase sebelum krisis, yaitu dengan melakukan pencegahan dan kesiapsiagaan.

  • Peningkatan penegakan hukum terhadap pelaku karhutla

Pemerintah Indonesia telah meningkatkan penegakan hukum terhadap pelaku karhutla, dengan memberikan sanksi yang tegas, termasuk sanksi pidana.

  • Peningkatan kapasitas masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan karhutla

Pemerintah Indonesia juga telah meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan karhutla. Hal ini dilakukan dengan memberikan edukasi dan pelatihan kepada masyarakat tentang bahaya karhutla dan cara-cara mencegahnya.

  • Pengembangan teknologi pengendalian karhutla

Teknologi pengendalian karhutla juga terus dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Pengembangan teknologi ini diharapkan dapat membantu mempercepat penanganan karhutla dan mengurangi dampak negatif karhutla.

Penurunan luas karhutla dalam 3 tahun terakhir merupakan hasil yang positif dari upaya penanggulangan karhutla yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Namun, upaya penanggulangan karhutla harus terus dilakukan secara berkelanjutan, agar Indonesia terbebas dari bencana karhutla.

Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam upaya penanggulangan karhutla di masa depan:

  • Peningkatan kerjasama antar-pemangku kepentingan

Penanganan karhutla merupakan tanggung jawab bersama dari semua pihak, baik pemerintah, swasta, masyarakat, maupun organisasi non-pemerintah. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan kerjasama antar-pemangku kepentingan untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan karhutla.

  • Pengembangan kebijakan dan regulasi yang lebih tegas

Kebijakan dan regulasi yang lebih tegas diperlukan untuk mencegah dan menanggulangi karhutla. Kebijakan dan regulasi tersebut harus dapat memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku karhutla, sehingga dapat menimbulkan efek jera.

  • Peningkatan kesadaran masyarakat

Peningkatan kesadaran masyarakat tentang bahaya karhutla dan cara-cara mencegahnya merupakan kunci utama dalam penanggulangan karhutla. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, seperti melalui edukasi dan sosialisasi pemahaman tentang Bahaya kebakaran hutan dan lahan.

  • Pengembangan teknologi pengendalian karhutla yang lebih canggih

Teknologi pengendalian karhutla yang lebih canggih diharapkan dapat membantu mempercepat penanganan karhutla dan mengurangi dampak negatif karhutla. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan teknologi pengendalian karhutla yang lebih canggih.

Selain upaya-upaya tersebut, upaya penanggulangan karhutla juga harus dibarengi dengan upaya-upaya untuk memperbaiki kondisi lingkungan, terutama kondisi lahan gambut. Lahan gambut yang kering dan terbakar merupakan lahan yang sangat mudah terbakar. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk memperbaiki kondisi lahan gambut, seperti melalui penanaman pohon dan perbaikan sistem drainase.

Berikut meningkatkan efektivitas penanggulangan karhutla di masa depan:

  • Pemerintah perlu memperkuat koordinasi antar-lembaga terkait, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Dalam Negeri, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
  • Pemerintah perlu meningkatkan penegakan hukum terhadap pelaku karhutla, termasuk dengan memberikan sanksi yang tegas dan memberikan contoh kepada masyarakat.
  • Pemerintah perlu meningkatkan anggaran untuk penanggulangan karhutla, termasuk untuk pengembangan teknologi pengendalian karhutla.
  • Pemerintah perlu bekerja sama dengan masyarakat dan organisasi non-pemerintah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya karhutla dan cara-cara mencegahnya.
  • Pemerintah perlu memperbaiki kondisi lingkungan, terutama kondisi lahan gambut.

Dengan menerapkan dan mengimplimentasikan Upaya-Upaya tersebut, diharapkan upaya penanggulangan karhutla di Indonesia dapat lebih efektif dan efisien, sehingga Indonesia dapat terbebas dari bencana karhutla.

KESIMPULAN

Kebakaran hutan dan lahan atau karhutla adalah peristiwa terbakarnya hutan dan/atau lahan, baik secara alami maupun oleh perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan kerugian ekologi, ekonomi, sosial budaya dan politik.

Penelitian ini memberikan pemahaman mendalam tentang kebakaran hutan dan lahan di tanah gambut, dengan fokus pada faktor pemicu dan dampak lingkungan. Hasil penelitian menggambarkan bahwa aktivitas manusia, terutama pembukaan lahan, pengelolaan dan praktik pertanian yang tidak berkelanjutan, menjadi pemicu utama kebakaran tanah gambut. Selain itu, suhu yang tinggi, petir, cuaca juga memberikan kontribusi signifikan memicu kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.

Dampak lingkungan dari kebakaran tanah gambut berdampak negative pada keragaman hayati atau ekosstem, degradasi tanah, dan emisi gas rumah kaca yang berdampak pada perubahan iklim global. Implikasi kebijakan yang dihasilkan menekankan perlunya penguatan pengawasan, penegakan hukum yang lebih ketat, dan strategi pengelolaan lahan berkelanjutan untuk mengurangi risiko kebakaran.

DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho, W. C., I N. N. Suryadiputra, B. H. Saharjo dan L. Siboro. 2005. Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan. Bogor: Wetlands International.

Adinugroho, W. C., Nugroho, R. A., & Sulistyani, H. (2018). "Factors Affecting Fire Occurrence in Peatland of South Sumatra, Indonesia." IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 144(1), 012026.

Anestatia, A. Yuliantina, and S. P. Aji. 2020. Identifikasi Daerah Kerawanan Kebakaran Hutan dan Lahan Menggunakan Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh di Kawasan Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi. J. Geosains dan Remote Sens., vol. 1, no. 1, pp. 32--42.

Hooijer, A., Page, S., Canadell, J. G., Silvius, M., Kwadijk, J., Wsten, H., & Jauhiainen, J. (2010). "Current and Future CO2 Emissions from Drained Peatlands in Southeast Asia." Biogeosciences, 7(5), 1505-1514.

Miettinen, J., Hooijer, A., Vernimmen, R., Liew, S. C., & Page, S. E. (2017). "From Carbon Sink to Carbon Source: Extensive Peat Oxidation in Insular Southeast Asia Since 1990." Environmental Research Letters, 12(2), 024014.

Murdiyarso, D., & Adiningsih, E. S. (2007). "Environmental Benefits of Peatland Restoration." Wetlands Ecology and Management, 15(5), 431-439.

Nugroho, S.P. 2000. Minimalisasi konsentrasi penyebaran asap akibat kebakaran hutan dan lahan dengan metode modifikasi cuaca. Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca. Vol 1(1): Hal 1-8.

Nugroho, Sutopo Purwo, dan Theophilus Yanuarto. 2016. Menjaga Asa Bebas Asap, Penanganan Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan. Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB.

Page, S. E., Morrison, R., Malins, C., Hooijer, A., & Rieley, J. O. (2011). "Review of Peat Surface Greenhouse Gas Emissions From Oil Palm Plantations in Southeast Asia." Indonesia. ASB Partnership for the Tropical Forest Margins Programme.

Page, S. E., Rieley, J. O., & Banks, C. J. (2011). "Global and Regional Importance of the Tropical Peatland Carbon Pool." Global Change Biology, 17(2), 798-818.

Patricia W. Birnie, Alan E. Boyle. 2001. International Law and the Environment. Oxford University Press.

Qodriyatun, S. N. 2014. Kebijakan Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan. Prosiding Info Singkat Kesejahteraan Sosial.

Tacconi, L. (2012). "Preventing Fires and Haze in Southeast Asia." Routledge.

van der Werf, G. R., Randerson, J. T., Giglio, L., Collatz, G. J., Mu, M., Kasibhatla, P. S., Morton, D. C., DeFries, R. S., Jin, Y., & van Leeuwen, T. T. (2010). "Global Fire Emissions and the Contribution of Deforestation, Savanna, Forest, Agricultural, and Peat Fires (1997--2009)." Atmospheric Chemistry and Physics, 10(23), 11707-11735

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun