Mohon tunggu...
Nimas Aksan
Nimas Aksan Mohon Tunggu... -

Saya seneng menulis pemberitaan, fiksi dan feature, dalam bentuk apapun...audio, visual, maupun tulisan...

Selanjutnya

Tutup

Money

Mie Koclok Mimi Asma yang Kerap Dirindukan Orang Cirebon

15 Maret 2011   13:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:46 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama Mimi Asma, mungkin masih terasa asing di telinga masyarakat Cirebon dan sekitarnya. Namun jika nama tersebut dikaitkan dengan makanan khas Cirebon, yaitu Mie Koclok, maka akan cukup banyak orang yang mengetahuinya. Betapa tidak, perempuan berusia 60 tahun yang masih semangat dalam menjalankan bisnisnya itu, memiliki sebuah warung yang menjual mie koclok. Warung yang diberi label “ Mie Koclok Spesial Jatimerta Mimi Asma” tersebut terletak di pinggir jalan raya Gunung Jati, tepatnya di Desa Jatimerta. Mie koclok Mimi Asma cukup dikenal. Karena selain harganya relatif murah, rasanya pun cukup menggoyang lidah.

Bagi Mimi Asma, berbisnis makanan khas daerahnya sendiri adalah suatu kebanggaan. Selain untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, bisnis makanan khas daerah adalah sebuah wujud kebanggaan terhadap hasil karya nenek moyang yang perlu dilestarikan. Dalam hal ini, mie koclok adalah makanan khas Cirebon yang keberadaannya perlu dipertahankan. Terutama di tengah persaingan bisnis waralaba makanan cepat saji yang di adopsi dari luar daerah.

Makanan ini terdiri dari mie, tauge, kol, dan daun bawang, disajikan dengan taburan telur rebus yang dipotong-potong, ayam suwir, dan bawang goreng, serta disiram kuah santan yang kental. Tidak lupa diberi sambal dan bumbu merica. Bagi masyarakat Cirebon, makanan ini sudah tidak asing lagi di lidah mereka. Biasanya dinikmati di waktu sore hari atau sebagai pengganti makan malam.

Ditemui di warungnya, Nurbaya putri pertama Mimi Asma dari lima bersaudara, yang tengah melayani para pelanggan, menuturkan perjalanan bisnis ibunya yang dimulai sejak tahun 1980.

“ Awal mulanya bisnis ini didirikan oleh kakek saya, Kakek Satari, yang tinggal di daerah Condong. Kakek saya pedagang yang ulet. Dari mulai berjualan sate keliling kampung, sampai akhirnya mencoba berjualan mie koclok. Eh, ternyata yang terakhir ini yang berhasil. Ibu saya, Mimi Asma, meneruskan usaha Kakek dengan membuka warung mie koclok di depan rumah,” demikian tutur Nurbaya , mewakili sang ibu yang saat wawancara berlangsung tengah terbaring sakit di rumah sakit Pertamina.

Menurut Nurbaya, warung yang dibangun Mimi Asma semula hanya lapak kecil di depan rumah di tepi jalan raya yang ramai. Tahun 1998, saat terjadi pelebaran jalan, lapak itu diperbesar menjadi warung permanen, seiring dengan meningkatnya pula usaha mie koclok yang dirintis Mimi Asma. Hal ini juga menunjukkan betapa bisnis mie koclok Mimi Asma berhasil membawa perbaikan pada kehidupan keluarga besarnya.

“ Alhamdulillah, memang ada peningkatan dari tahun ke tahun. Kalau dulu modal kami hanya Rp. 12.000,- perhari, kini sudah mencapai satu juta rupiah perhari, dengan omzet mencapai dua juta rupiah perhari,” ujar Nurbaya. Perempuan berusia 40 tahun itu dengan gamblang menjelaskan liku-liku perjuangan Mimi Asma dalam menjalankan roda bisnisnya.

Di awal perjalanan bisnisnya, Mimi Asma memulai dengan modal Rp. 12.000,- saja. Itu terjadi pada tahun 1980. Di masa itu, satu porsi mie koclok dihargai sekitar Rp. 3.500,-. Kini, harga mie koclok per-porsi meningkat menjadi Rp. 7.000,-. Modal yang harus dikeluarkanpun lumayan besar. Setiap hari, Mimi Asma mengeluarkan uang hingga satu juta rupiah untuk berbelanja bahan-bahan mie koclok. Namun peningkatan modal itu tidaklah sia-sia, karena diikuti pula dengan peningkatan omzet, yang tiap harinya mencapai dua juta rupiah.

Perjalanan bisnis Mimi Asma memang tidak selamanya mulus. Ada kalanya warung yang dikelola keluarga ini mengalami pasang surut. Misalnya pada bulan Kapit, bulan menurut hitungan Jawa kuno yang dipercaya sebagai bulan yang sulit. Entah apa hubungannya antara bulan kapit dengan rejeki sempit, tapi menurut pengakuan Nurbaya, biasanya pada bulan itu, para pelanggan pun berkurang. Berbeda dengan bulan Maulid, dimana pelanggan dari segala penjuru berdatangan ke warungnya. Tak hanya dari kota Cirebon, tapi juga dari kota-kota lain. Hal ini dikarenakan adanya perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang cukup fenomenal setiap tahunnya di Cirebon. Terlebih, lokasi warung Mimi Asma yangdekat dengan situs makam Sunan Gunung Jati, membuatnya selalu ramai, terutama di malam Jum’at atau di waktu-waktu diadakan upacara ziarah.

“ Kalau malam Jum’at, apalagi saat tibanya Kliwonan ( malam Jum’at Kliwon ) , warung ini cukup ramai, banyak pembeli yang datang dari segala penjuru,” tutur Nurbaya lagi, yang kini sudah memiliki cabang sendiri yang dikelolanya bersama sang suami, di jalan Kartini kota Cirebon.

Para penjual mie koclok boleh bertebaran di sepanjang kota dan kabupaten Cirebon, tapi Nurbaya mengaku tidak gentar dengan banyaknya persaingan bisnis tersebut. Karena dia sangat yakin, keistimewaan rasa mie koclok Mimi Asma sulit tertandingi. Hal tersebut yang mendorong keluarganya untuk terus membuka cabang di beberapa tempat. Dua diantaranya sudah mulai berjalan sejak awal tahun 2009, yaitu di kawasan Kartini kota Cirebon dan di kawasan Trusmi, Plered, kabupaten Cirebon. Mimi Asma bahkan berencana membuka beberapa cabang lagi. Namun Mimi Asma hanya akan membuka cabang yang dikelola oleh keluarga sendiri, dan tidak bersedia memberikan ijin usaha membuka cabang kepada pihak lain. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kredibilitas dan ciri khas mie koclok buatannya.

Selain rasanya yang menggoyang lidah, keistimewaan lain yang dimiliki Mie Koclok Mimi Asma ini adalah pelayanannya yang ramah dan penuh kekeluargaan. Selalu tersenyum dan menganggap pelanggan adalah maharaja, merupakan kunci sukses keluarga Mimi Asma dalam mengelola warungnya. Keramahan pelayanan tersebut diakui oleh Ismanto, pelanggan asal kota Cirebon yang sengaja memborong beberapa bungkus mie koclok untuk dibawa pulang. Menurut Ismanto, selain rasa yang enak, pelayanan yang ramah juga membuatnya selalu ingin mampir untuk membeli mie koclok di warung Mimi Asma.

“ Setiap pelanggan yang datang kemari dilayani dengan ramah oleh keluarga Mimi Asma. Beli sedikit atau banyak tidak dibedakan. Itulah yang membuat saya dan keluarga menjadi pelanggan disini. Selain tentu saja, rasanya beda dari mie koclok lain, lebih kental dan gurih santannya,” demikian menurut Ismanto yang datang bersama putrinya siang itu. Pria berusia sekitar empat puluh tahunan ini mengaku sejak lima tahun lalu mulai penjadi pelanggan tetap mie koclok Mimi Asma. Bahkan ketika istrinya hamil anak kedua, juga mengidam makan di warung Mimi Asma.

Pelayanan penuh dengan keramahan itu juga tampak saat Asmara, adik Mimi Asma yang sehari-hari membantu mengelola warung kakaknya, meladeni seorang anak kecil yang tiba bersama orangtuanya. Anak itu nampaknya tidak menyukai daun bawang, sehingga Asmara dengan senang hati menukar mie koclok yang telanjur dibuatnya untuk anak itu dengan sepiring mie koclok baru tanpa taburan daun bawang. Keramahan memang menjadi daya tarik utama yang mampu membawa banyak pelanggan, selain harga yang terjangkau dan tentu saja, rasa yang memuaskan. Nampaknya hal ini disadari pula oleh keluarga besar Mimi Asma, yang menekankan keramahan serta pelayanan maksimal untuk setiap pelanggan yang datang.

Warung Mie Koclok Mimi Asma nyaris tidak pernah libur, kecuali pada hari raya atau saat-saat istimewa lainnya. Setiap hari, warung dibuka mulai pukul sepuluh pagi, dan tutup menjelang pukul sembilan malam. Seluruh karyawan yang merupakan sanak saudara Mimi Asma, memulai aktivitas memasak sejak pukul tujuh pagi. Untuk menunjukkan profesionalisme, para karyawan inipun mengenakan seragam saat bertugas melayani pembeli.

Popularitas Mie Koclok Mimi Asma, membawa warung ini untuk hadir di acara-acara resepsi yang berlangsung di hotel-hotel. Di musim hajatan, Mimi Asma kerap kebanjiran order untuk mengisi acara resepsi dengan kehadiran mie koclok buatannya.

“ Kami pernah diboyong ke Taman Mini Indonesia Indah, untuk acara pernikahan seorang putri dokter terkenal,” kenang Nurbaya menceritakan dengan bangganya saat mie koclok mereka menghiasi gedung TMII beberapa waktu yang lalu.

Keberhasilan mengumpulkan pundi-pundi rupiah dari penjualan mie koclok, membuktikan bahwa usaha yang dirintis ibu dari lima anak yang sejak lama ditinggal suaminya ke rahmatullah ini, mengalami kemajuan dari tahun ke tahun. Berkat mie koclok pula, Mimi Asma berencana untuk pergi ke tanah suci tahun ini.

“ Do’akan saja, semoga Mimi sehat, jadi bisa berangkat ke tanah suci,” tutur Nurbaya menutup wawancara siang itu.

Ketekunan serta kesabaran Mimi Asma pula yang akhirnya mampu menghidupi diri dan kelima anak-anaknya serta cucu-cucunya. Bahkan dalam waktu dekat, beberapa cabang baru yang masing-masing akan dikelola oleh putra-putrinya, akan segera dibuka.

Bisnis makanan tradisional memang cukup menjanjikan, karena masyarakat umumnya masih terbiasa dengan lidah lokal dan senantiasa merindukan makanan-makanan khas tradisional, sehingga para pelaku bisnis makanan tradisional dari waktu ke waktu tak pernah kehilangan pelanggan. Seperti yang dituturkan Nurbaya, bahwa mengelola warung mie koclok, tidaklah sekedar mengocok pundi rupiah, tapi juga turut melestarikan warisan budaya bangsa.

13001973001673882126
13001973001673882126

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun