Membaca banner pada body sebuah bus parwisata "Selamatkan anak Bangsa dari Bahaya Kurang Piknik".  Respon pertama, ehem... senyum simpul. Tersenyum untuk pesan kalimat yang agak maksa serta acungan jempol untuk kreatifitas para penyedia jasa transportasi piknik.
Yang kedua,  mikir.  Mungkin benar bahwa kurang piknik menyebabkan bahaya yang selevel dengan kecanduan narkoba. Mengakibatkan kerusakan pada beberapa organ tubuh, dan jika  overdosis dapat merenggut nyawa.  Jangan-jangan akan datang suatu masa dimana orang yang kurang piknik diancam pidana penjara atau direhabilitasi.Hehehe
Akhir-akhir ini sering terdengar kalimat bully-an bertema pentingnya tamasya : Â Kamu kurang Piknik, Dolanmu kurang adoh ( jarak/tempat bermain mu kurang jauh), Kurang piknik bikin baper.
Saya melihat, piknik telah menjadi salah satu parameter untuk menilai  seseorang.  Orang yang mampu tampil selow, adem dan otak encer, dikategorikan cukup piknik. Sementara mereka yang hobi uring-uringan, sempit pikir dan telmi, diklasifikasikan kurang piknik. Inilah yang  berlaku di banyak tempat dan situasi sosial. Perkara ada pihak setuju atau tidak, seperti nya tak berpengaruh.
Konon pegawai kantoran justru terlihat lebih sibuk pada akhir pekan dibanding pada awal minggu. Bukan untuk merampungkan tugas sebelum libur, tetapi heboh menyiapkan acara liburan esok hari.
Kegiatan piknik, tamasya, jalan-jalan atau travelling, kini naik kelas. Dari kebutuhan tersier menjadi  sekunder. Bahkan jika melihat agenda liburan banyak orang masa kini : jauh-jauh hari telah menyusun program liburan, menabung, memesan tiket, kamar hotel dan sebagainya. Saya curiga piknik telah meloncat ke posisi primer. Travelling dijadikan sarana untuk memberi makan "rohani" people zaman now.
Piknik Harus Sumringah Bukan Malah Marah-Marah
- Tahun baru, Senin, 1 Januari 2018 saya membeli bakso di tempat langganan. Hari itu ramai sekali. Sebagian besar pengunjung adalah keluarga-keluarga yang pulang dari piknik entah dari mana. Wajah-wajah lelah dan kusam lusuh kepanasan tergambar jelas. Mereka memilih lesehan selonjor di atas tikar, ketimbang duduk di kursi yang tersedia. Rata-rata  mereka bepergian dengan sepeda motor. Ada yang bertiga, beberapa orang saya lihat malah ber-empat.
      Seorang Ibu memarahi anak balita nya, karena tak mau bakso. Dipaksa tetap emoh, diomeli  keukeuhnggak  mau, diancam cubit  tak  berubah.
      Ibu nya makin naik tensi. Ganti suami ambil alih tugas.  Awalnya kalimat halus, ' ayo Nak, makan bakso nya. Perutmu kosong. Kuah nya dulu,Â
      trus  bakso... Nih, udahBapak potong kecil-kecil.. Sini deket ke Bapak,"
Hasilnya, skor kaca mata. Tak ada gol hingga babak tambahan digelar. Bapak Ibu gagal total menyuapi si balita. Maka sumpah serapah pun         meluncur mulus dari mulut pasangan suami istri  tersebut. Salah satu yang saya dengar jelas, 'ini badan capek, pegel semua, kamu jangan              nambah kesel dong....'
- Ketika  kelompok ibu - ibu PKK tamasya ke Gunung Beruk, Kabupaten Ponorogo, seorang Ibu bersemangat membawa serta cucu semata wayang nya. Bocah usia tiga tahun itu pun suka cita berlari-lari kecil dalam gamitan tangan nenek tercinta. Sampai di lokasi, ternyata kawasan wisata tersebut belum tersentuh sarana prasarana yang memadai. Tanjakan yang lumayan curam, belum ditata, tak ada plester semen atau paving, jalan menuju kesana masih asli berupa tanah.  Terjal dan licin karena semalam hujan. Maka berubahlah acara senang-senang penuh kasih sayang, menjadi sesi penuh beban dan omelan. Cucu juga tak mungkin mampu berjalan sendiri di tengah medan yang sulit untuk sampai pada  titik ter-indah pada obyek wisata Gunung Beruk, sementara nenek tak kuat lagi menggendong. Untuk menaklukkan medan berat Gunung Beruk, bawa badan sendiri pun berat, lha ini malah ditambah harus gendong cucu. Alamak...Â
- Seorang suami marah dan mendiamkan istrinya hingga beberapa hari,  sepulang acara tamasya kantor. Alasannya, karena sampai di lokasi wisata si istri masuk angin, mabuk perjalanan, cukup parah. Kecapek an tak kuat beranjak dari kursi mobil. Sehingga suami harus merawat dan menunggui nya di dalam kendaraan. Tak bisa menikmati indah dan seru nya berwisata. Gagal menikmati aneka wahana bersama rekan-rekan kantornya. Rombongan banana boat lewat, serunya arung jeram  bablas,  mancing mania tak bisa ikut serta.  Duh, maunya piknik malah  ngopeni pasien...
Mengapa acara piknik yang seharusnya senang, sumringah, Â malah berubah penuh amarah? Saya pernah menulis, bahwa piknik memang asyik, tetapi jangan lupa bahwa travelling biasanya selalu satu paket dengan rasa pegal dan lelah. Jika rasa capek memuncak, maka amarah pun mudah pecah.
Apa yang dapat dilakukan untuk membuat acara travelling tetap asyik, nyaman dan seru, apapun kondisi nya dan siapa pun yang ikut serta dalam perjalanan? Kalu saya sih, percaya Geliga Krim untuk mewujudkan JalanAsikGeliga dan BebasPegal selama piknik.
Karena itu, bekal piknik yang tak boleh lupa bagi saya adalah Geliga Krim. Saya membuktikan bahwa Geliga Krim ampuh meredakan sakit dan nyeri punggung, pundak, nyeri pada persendian, keseleo, kram dan masalah otot lainnya.Â
Oleskan pada bagian yang sakit atau berpotensi terasa sakit karena pegal. Saya juga biasa menggunakannya untuk menghindari masuk angin, perut kembung dan pusing.
Perjalanan akan terasa asik ketika sepanjang perjalanan, selama berada di lokasi hingga menyusuri jalan pulang ke rumah, tubuh tetap terasa fit tidak terganggu pegal linu, nyeri otot serta keluhan masuk angin. Â
Kita harus setting kondisi agar bebas jalan kemana saja. Caranya, jangan lupa gunakan Geliga Krim. Sehingga tujuan piknik pun untuk refreshing, rehat dari rutinitas, memberi asupan bagi rohani dapat tercapai. Dan, yang penting kita selamat dari bahaya kurang piknik. Itu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H