Mohon tunggu...
eny mastuti
eny mastuti Mohon Tunggu... -

Ibu dua orang remaja. Suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Do'a yang Tertukar

18 Agustus 2017   23:04 Diperbarui: 18 Agustus 2017   23:16 1320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                                            sumber gambar : cdc.gov

Dalam Sidang Tahunan di Gedung MPR/DPR RI pada Rabu, 16 Agustus 2017, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tifatul Sembiring menjadi pembaca doa. Dalam doanya, Tifatul memohon kepada Yang Maha Kuasa agar Presiden Jokowi bisa bertambah berat badannya alias gemuk. (liputan6.com, 17.8.2017)

Permohonan agar badan Presiden Jokowi bisa gemuk, langsung menuai pro kontra. Riuh rendah di media sosial membahas nya. Terpantau, start perang opini lansung dimulai sesaat setelah do'a diucap,  dan terus menggelinding  hingga Jum'at  18 Agustus 2017. Banyak yang menyayangkan, merasa kecewa dilanjutkan membully. Namun tak sedikit pula yang membela dan menganggap wajar.

Klarifikasi telah diampaikan :

"Ya tugas negara ini kan berat, persoalan berat. Untuk memikul beban itukan perlu fisik yang kuat, yang sehat. Intinya kesitu sebetulnya," kata Tifatul kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8/2017).

Namun, sepertinya publik terlanjur menangkap ada kontradiksi antara harapan gemuk yang dipanjatkan pada sesi do'a khitmad dalam forum terhormat.  Ada yang menilai do'a  tersebut salah  tempat.  Semacam do'a  yang  tertukar.  Kalimat yang seharusnya serius santun, ditukar dengan guyonan atau sindiran.

Prof. Dr. Emil Salim mantan menteri, seorang ahli ekonomi, cendekiawan dan pengajar. Termasuk dalam kelompok yang menyayangkan terucapnya do'a ini. Dalam akun twitter nya @emilsalim2010, antara lain menyatakan :

"Sidang gabungan MPR-DPR peringati Ulang-Tahun Republik tinggi bobot resminya sehingga tak patut doa khusyuk diisi kata2 gurauan yg menyindir."

"Doa mengingatkan jasa pahlawan yg gugur mengorbankan jiwa-raganya utk Indonesia Merdeka tidak patut utk diisi dgn ucapan humor atau politis."

"Jika mantan Ketua Umum partai Islam tak sadar tak patutnya doa Islam dipakai utk menyindir, apakah pemimpin2 bawahannya tidak turut meniru?"

"Mengapa politisi tidak bisa membedakan kapan layak bergurau dan kapan patut menjaga martabat partainya dlm menjalankan tugas mengucap doa?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun