Mohon tunggu...
eny mastuti
eny mastuti Mohon Tunggu... -

Ibu dua orang remaja. Suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hidup di Tanah Surga, Namun Harus Tetap Sadar Bencana

24 Juni 2017   20:00 Diperbarui: 24 Juni 2017   22:22 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika bencana tanah longsor Desa Banaran Pulung Kabupaten Ponorogo Jawa Timur,  terjadi pada  2 April 2017, di tengah rasa kaget dan duka mendalam, saya bergumam : akhirnya terjadi.

Mengapa? Karena bencana itu sudah diprediksi. Tinggal tunggu hari H saja. Sejak beberapa minggu sebelumnya, berita di radio lokal terus menerus menyiarkan ancaman bencana tersebut. Antara lain dtandai munculnya rekahan tanah yang semakin lebar. Warga setempat, kepala desa serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah ( BPBD ) Kabupaten Ponorogo, silih berganti menjadi narasumber berita.

Dari radio, saya mengetahui, BPBD Kabupaten Ponorogo telah mengambil langkah. Seperti, mengungsikan penduduk dari zona bahaya. Namun evakuasi belum total. Daerah terdampak belum bisa dikosongkan seratus persen. Karena warga hanya mengungsi pada malam hari. Sementara pada pagi hingga sore mereka pulang, beraktifitas di ladang. Tampaknya ada anggapan, jika benar terjadi longsor, maka akan berlangsung malam hari. Saya kurang mengerti, darimana pemahaman itu berasal.

Dan, sekitar jam 10 pagi ketika warga pulang untuk panen jahe, bencana longsor dalam skala besar terjadi. Menimbun apa pun yang dilalui. Tanah bergerak, meluncur dengan kecepatan tinggi. Banyak warga tak sanggup menyelematkan diri. Akibatnya , 28 orang tewas. Puluhan menderita luka. Rumah dan harta benda, hancur tertimbun longsoran.

Upaya evakuasi korban tak bisa dilanjutkan karena longsor susulan mengancam keselamatan Tim SAR dan relawan. Hingga masa tanggap darurat ditutup, tercatat masih ada puluhan korban belum ditemukan.

Berita dan perkembangannya, disiarkan radio lokal yang memang memilih berita dan hiburan sebagai format siarannya. Beberapa hal dapat saya petik dari musibah tersebut:

  • Bahwa bencana alam dekat dengan kita. Pemahaman selama ini : kita hidup di tanah surga dengan alam indah dan kekayaan melimpah, harus mulai diubah. Ternyata nikmat tanah surga ini satu paket juga dengan tingginya ancaman bencana. Sadar bencana, harus ditanamkan kepada anak-anak.
  • Ketika alam memberi alarm bahaya, masyarakat harus diyakinkan bahwa menjauhi lokasi adalah jalan terbaik. Selama ini warga sepertinya enggan untuk benar-benar menjauh. Salah satu alasan karena sumber penghidupan ada disana, dan belum ada penggantinya.
  • Pemerintah perlu memperluas cakupan penanganan warga terdampak. Tidak hanya masalah relokasi, penampungan dan membuat hunian baru. Tetapi juga harus memikirkan mata pencaharian baru bagi para korban. Agar mereka tidak tergoda untuk kembali ke tempat asal. Terlalu besar risikonya.
  • Sosialisasi kepada masyarakat tentang peruntukkan lahan dan dampak pelanggarannya. Menurut Ketua Tim dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (PVMBG), Herry Purnomo, longsor Banaran Pulung terjadi karena hampir seluruh tanah di bukit sekitar lokasi berubah menjadi ladang jahe. Perbukitan yang seharusnya ditanami pohon besar, diganti tanaman perdu berakar lemah. Tampaknya warga yang bertanam jahe, tidak menyadari bahwa kegiatan mereka akan menjadi sumber malapetaka yang merenggut nyawa sanak saudara dan menghancurkan harta benda.

Radio, Media Untuk Meningkatkan Sadar Bencana

Radio dengan karakteristiknya, mampu mengambil peran sebagai mitra Badan Nasional Penganggulangan Bencana (BNPB) dan BPBD dalam sosialisasi sadar bencana. Seperti dimuat dalam Undang Undang  Nomor 24 Tahun 2007, tentang Penanggulangan Bencana. Dimana tahap-Tahap Penanganan Bencana, adalah :

  • Mitigasi. Yaitu tahap awal penanggulangan bencana alam.

Melalui radio, BNPB atau BPBD dapat menyebarkan informasi peta wilayah rawan bencana, memberikan penyuluhan dan meningkatkan kesadaran masyarakat.

Dimanapun lokasinya, bencana alam pasti terjadi dalam suatu wilayah pemerintahan. Sosialisasi pemerintah pada tingkat lokal akan lebih efektif.

Stasiun radio di berbagi daerah / kota hampir selalu memanfaatkan faktor kelokalan sebagai salah satu perekat antara penyiar pendengar serta antar sesama pendengar. Kesamaan tempat tinggal, bahasa, budaya, nilai -- nilai,  pengalaman harian yang kurang lebih sama, mengikat masyarakat dalam  satu "frame" yang sama.

Maka isu-isu lokal akan lebih mudah diangkat dan direspon positif karena banyaknya kesamaan.

  • Kesiapsiagaan merupakan perencanaan terhadap cara merespons kejadian bencana. Perencanaan dibuat berdasarkan bencana yang terjadi dan yang mungkin akan terjadi.Tujuannya untuk meminimalkan korban jiwa dan kerusakan fasilitas umum. Meliputi upaya mengurangi tingkat risiko, pengelolaan sumber-sumber daya masyarakat, serta pelatihan warga di wilayah rawan bencana.

Radio adalah sarana komunikasi paling  murah, dibandingkan media massa lain. Menyalakan pesawat radio tidak membutuhkan daya listrik besar dan tidak perlu membayar biaya langganan.

Siaran radio dapat dinikmati sambil terus beraktifitas. Tidak mengharuskan pendengar duduk manis menonton tayangan atau membaca artikel. Dimana pun dan kapanpun. Spot iklan layanan masyarakat / ILM tentang kesiapsiagaan merespon bencana, yang diputar secara berulang-ulang, diharapkan terekam dalam memori pendengar. Dan akan berfungsi efektif, ketika tindakan itu benar-benar diperlukan.

  • Respons merupakan upaya meminimalkan bahaya akibat bencana. Tahap ini berlangsung sesaat setelah bencana. Rencana penanggulangan bencana dilaksanakan dengan fokus pada upaya pertolongan korban dan antisipasi kerusakan.

Radio mampu menyampaikan informasi secara langsung dan cepat. Perkembangan kejadian dapat dilaporkan menit ke menit jam demi jam. Ini karena proses produksi berita radio relatif  lebih simpel dibandingkan media televisi dan cetak.

Dari sisi peralatan juga lebih sederhana.  Produksi berita radio tidak mewajibkan adanya mikrofon, kamera, mesin cetal, penyiar yang harus tampil "layak kamera " dan sebagainya.

Waktu tayang sangat fleksibel. Melalui program berita kategori  flash news, informasi penting dapat disiarkan kapan saja. Lagu yang tengah diputar bisa "dicut" untuk memberi ruang bagi berita penting.

  • Pemulihanmerupakan upaya mengembalikan kondisi masyarakat. Pada tahap ini, fokus diarahkan pada penyediaan tempat tinggal sementara bagi korban serta membangun kembali saran prasarana yang rusak. Selain itu, dilakukan evaluasi terhadap langkah penanggulangan bencana yang dilakukan.

Bencana alam seringkali menempatkan para korban dalam keadaan terisolir. Akses jalan terputus, demikian juga sambungan listrik dan jaringan telekomunikasi. Siaran radio yang dipancarkan luaskan melalui pemancar, dapat menjangkau wilayah yangtidak teraliri listrik dan tidak dalam jangkauan jaringan telekomunikasi. Karena pesawat radio dapat difungsikan dengan sumber energi batu baterai serta accu.

Warga, baik yang terdampak maupun tidak, dapat saling memantau perkembangan berita terkini melalui radio. Update penangangan dan bantuan apa saja yang sedang dibutuhkan.

Sandiwara Radio di Era Gadget

Di era gadget kini, banyak orang menjadikan telpon pintar sebagai bagian dalam hidupnya. Gadget menjadi pilihan karena mempu memenuhi kebutuhan sekaligus keinginan penggunanya. Berfungsi sebagai alat komunikasi, menjadi sumber informasi dan hiburan. Memberi pilihan kepada pengguna nya untuk pasif sebagai penerima pesan tetapi juga memungkinkan untuk aktif sebagai penyampai pesan.

Radio mau tidak mau harus bergeser "hanya menjadi" salah menu dari fitur-fitur pada smartphone. Radio akan "diklik" sebagai menu pilihan ketika mampu menjawab kebutuhan dan keinginan tersebut. Kerika sedang membutuhkan hiburan atau ingin tahu berita aktual.

Nah... berbicara tentang sandiwara radio, ingatan kita akan kembali pada era tahun 80 -- 90 an. Dimana bertebaran  sandiwara radio fenomenal seperti :  Saur Sepuh, Tutur Tinular  dan Babad Tanah Leluhur, dsb.

Saat itu sandiwara radio merajai jagat hiburan di tanah air. Nama Brama Kumbara dan  Mantili  menjadi  selebriti yang suara nya terus memancing rasa ingin tahu dan kekaguman para pendengar. Sampai-sampai ketika ada kesempatan melihat wajah mereka di televisi atau media cetak, histeria pun muncul.

Kini, BNPB bekerja sama dengan 80 stasiun radio, 60 stasiun radio swasta dan 20 radio komunitas yang tersebar di 20 provinsi, akan kembali menayangkan sandiwara radio radio "Asmara di Tengah Bencana 2" sebagai bentuk edukasi dan sosialisai kepada masyarakat.

Tantangan sandiwara radio radio masa kini, untuk memenangkan hati pendengar akan jauh lebih berat. Belajar dari ketertarikan dan ketergantungan masyarakat kepada telpon pintar, mungkin ada baiknya jika sandiwara radio radio "Asmara di Tengah Bencana 2"  mengambil langkah -- langkah dalam penayangannya, antara lain:

  • Melibatkan pendengar secara aktif, bisa melalui kuis/ tanya jawab, dapat pula memberi kesempatan kepada pendengar untuk menyampaikan sumbang saran , berbagi pengalaman, demi memperkaya cerita. Tentu saja dengan hadiah sebagai reward nya.
  • Selalu menampilkan hal-hal baru,  salah satu yang sangat ampuh mengusir penikmat media adalah hal-hal monoton, keajeg-an, tidak adanya kebaruan. Demikian antara lain pernyataan Andi Rustam Munaf, praktisi media.
  • Jadi, hal-hal baru harus terus digali dan ditampilkan agar pendengar selalu setia.
  • Edukasi harus bernas, tidak basi
  • Tahapan penanggulangan bencana mungkin memang sudah dibakukan, tetapi kemasan edukasi nya ke masyarakat harus terus diperbaharui agar terkesan bernas, tidak normatif dan basi. Dan tentu saja, terasa benar manfaatnya.
  • Membuat pendengar merasa " ini gue banget"
  • Serial drama yang saat ini banyak digandrungi, konon adalah drama Korea. Penonton bisa sedemikian terjerat dan tidak mau ketinggalan episode demi episode hingga the end. Mengapa ? Jawabannya mungkin obyektif  misalnya, kebenaran universal tal terbantahkan yang disampaikan drama korea dalam pesan moralnya. tetapi dapat pula ditarik ke ranah bisa subyektif , seperti alur cerita yang sangat membumi yang bisa jadi pernah menjadi pengalaman para penontonnya, hingga bergumam : ini gue banget !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun