Mohon tunggu...
Jaenal nimamhidayat
Jaenal nimamhidayat Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Lemahnya Undang-undang Perlindungan Anak

13 April 2019   00:58 Diperbarui: 13 April 2019   01:09 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Akhir-akhir ini banyak sekali kejadian atau peristiwa yang terjadi dikalangan para remaja. Banyak kekerasan dan bullying yang dilakukan oleh temen sejawat nya hal itu terjadi kerena lemahnya UU No 35 tahun 2014 yang seharusnya undang-undang ini menjadi tameng untuk anak-anak pada khusus nya.

Jika diteliti secara saksama undang-undang ini hanya sebagai pelemaham hukum saja terhadap korban kekerasan, kenapa demikian karena di undang-undang itu disebutkan seorang anak yang telah dikatakan dewasa berumur 18 tahun sedangkan dari umur 18 tahun ke bawah masih disebut sebagai anak-anak dan secara hukum mereka yang berumur dari 18 tahun kebawah jika tersandung kasus pidana maka mereka dinyatakan tidak bersalah karena mereka masih dikategorikan sebagai anak-anak.

Hal ini berbeda dengan sebelum UU Perlindungan Anak lahir. Setiap orang dinyatakan bisa bertanggung jawab penuh setelah dinyatakan dewasa, yaitu 16 tahun, menurut KUHP.

Maka dari itu perlu adanya revisi ulang terhadap Undang-undang perlindungan anak,  UU no 35 tahun 2014 seharusnya menjadi pelindung terhadap korban kekerasan, bukan sebaliknya dijadikan sebuah kesewanang-wenang oleh pelaku tindak kekerasan karena adanya beberapa pasal yang masih belum direvisi.

Dan untuk menjerat pelaku kekerasan hanya bisa menggunakan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) untuk anak pelaku.

Oleh sebab itu seharusnya para orang tua lah yang senantiasa memberikan pemahaman terhadap anak-anaknya, memberikan hal-hal positif dan lebih bisa memilah terhadap pergaulan anak disekelilingnya,  karena di era milenial ini banyak sekali budaya-budaya luar yang menyerang kehidupan anak-anak.

Karena dengan faktor pendukung dari orang tualah karakter anak akan terbentuk dengan sendirinya, selain itu keberadaan seorang guru di sekolah sangat membantu perkembangan pola pikir anak dengan memberikan pendidikan melalui karakteristik anak sehingga si anak akan mendapatkan hal-hal yang positif di masa depan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun