Mohon tunggu...
Nimal Maula
Nimal Maula Mohon Tunggu... Freelancer - -

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Secangkir Kopi dan Komunikasi Profetik

20 April 2021   14:15 Diperbarui: 20 April 2021   14:37 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komunikasi merupakan diskursus keilmuan yang tak lekang zaman. Aspek-aspeknya sudah jadi perbicangan sejak zaman Yunani Kuno, buktinya Plato sudah banyak menuangkan pemikiran tentang seni berbicara atau retorika. Setidaknya itu menunjukkan bahwa komunikasi begitu lekat dengan keseharian kita, termasuk dalam secangkir kopi di kedai-kedai kesukaan.

Dari Plato, kita lompat ke abad pertengahan, di mana Islam muncul di Jazirah Arab. Nilai-nilai yang berkembang dalam dunia islam tak lepas dari perkara komunikasi. Para ahli kemudian menisbatkan sebuah diskursus baru bernama komunikasi profetik.

Komunikasi Profetik didefinisikan dengan singkat sebagai 'Komunikasi Kenabian' atau 'Komunikasi Kerasulan'. Komunikasi Profetik tidak hanya berarti "komunikasi yang mencontoh 'tata-cara nabi' dalam berkomunikasi", atau 'dakwah' atau 'komunikasi Islam', tetapi lebih jauh dari itu, yaitu komunikasi yang berusaha "meneladani tujuan kenabian" (Dhona,2020).

Dalam kancah pemikiran Islam di Indonesia, istilah profetik dipopulerkan oleh Kuntowijoyo. Ia menggagas ilmu sosial melalui cara pandang semangat kenabian. Menurut Kuntowijoyo semangat/etos kenabian terwakili oleh 3 hal yaitu : humanisasi, liberasi dan transendensi.

Sebentar, kemudian apa hubungannya komunikasi profetik dan secangkir kopi di kedai kesukaan sebagaimana disebutkan di awal? Begini, bisa disepakati bahwa komunikasi begitu lekat dengan keseharian kita, dalam obrolan yang ditemani secangkir kopi. Tiga elemen profetik setidaknya bisa muncul dari obrolan yang dibalut dengan secangkir kopi itu tadi. Interpretasi sederhana penulis berusaha memaparkannya.

Humanisasi dalam Secangkir Kopi

Humanisasi berorientasi pada kebajikan dan tindakan mulia yang mengedepankan kemanusiaaan. Prinsip humanisasi yang ditawarkan oleh Kuntowijoyo dalam teori Ilmu Sosial Profetiknya adalah sebuah diskursus kemanusiaan yang memposisikan manusia sebagai makhluk ideal di antara sekian ciptaan makhluk Tuhan di muka bumi.

Pernah dengar istilah "kita bicarakan sambil ngopi?" Jika pernah, kita bisa sama-sama paham bahwa pembicaraan ditemani secangkir kopi erat kaitannya dengan kesetaraan. Barangkali ketika kita sedang ngopi dengan dosen, relasinya akan lebih egaliter ketimbang di ruang kelas. Humanisasi Kuntowijoyo adalah humanisasi teosentris yang berorientasi ketuhanan. Semua manusia setara di mata tuhan. Dan proses perbincangan sambil ngopi bisa memperkuat kesetaraan antar generasi dan latar belakang sosial.

Liberasi dalam Secangkir Kopi

Liberasi adalah pembebasan, sejak dahulu banyak pemikiran yang menganggap agama adalah bentuk pengekangan terhadap kebebasan itu sendiri. Namun berbeda dengan Kuntowijoyo, ia justru melihat dan memposisikan agama sebagai fondasi utama bagi pembebasan manusia.

Kembali lagi, perbincangan ditemani kopi acapkali dikaitkan dengan pembicaraan bebas dan fleksibel. Lepas dari kekangan-kekangan nilai yang mungkin ada dalam pembicaraan forum resmi. Maka tak salah jika ada agenda-agenda diskusi dan pemikiran, termasuk tentang Islam yang diselenggarakan di kedai kopi. Karena sejatinya obrolan beberapa manusia ditemani kopi adalah obrolan yang lebih bebas dan membebaskan.

Transedensi dalam Secangkir Kopi

Transendensi adalah upaya mengarahkan tujuan hidup manusia agar bisa hidup secara bermakna. Nilai-nilai transendental ini adalah nilai-nilai ketuhanan sebagaimana diajarkan di dalam Islam. Nilai-nilai ketuhanan ini yang mengarahkan manusia untuk menemukan nilai-nilai luhur kemanusiaan; atau dengan perkataan lain mengajak manusia menjalankan nilai-nilai kemanusiaan itu menuju ke nilai-nilai ketuhanan.

Bagaimana nilai-nilai transsendental ini bisa tumbuh melalui obrolan yang dibalut secangkir kopi? Kopi awalnya dikenal di dunia peradaban Islam. Asal kata kopi, yaitu qahwa, dikenal sebagai minuman yang berasal dari Yaman. Petunjuk tentang keberadaan kopi sudah dikenal dari karya para intelektual Muslim. Hingga tahun 1616 M, penjualan kopi dimonopoli oleh pedagang Muslim dari Yaman dan Turki. Namun ini bukan tentang sejarah perdagangan kopi, meskipun itu bisa dikaitkan dengan konteks sejarah Islam di timur tengah. Ini tentang kopi, yang bisa membuat kita merenungi betapa nikmat ciptaan tuhan. Dari kopi kita bisa belajar transendensi.

Tentu paparan tiga poin di atas bukanlah analisis ilmiah dan teoritis. Ini adalah interpretasi dan pemaknaan pribadi. Dan sejatinya semua dari kita bisa menginternalisasikan pemikiran-pemikiran besar ke dalam hal sederhana di kehidupan sehari-hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun