Pernikahan merupakan ibadah yang dilakukan seumur hidup, yang di mana Firman Allah dalam Al-Qur'an surat Ar-Rum ayat 21 yang artinya "Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir."
Perkawinan kontrak atau nikah mut'ah dijalankan dalam periode waktu tertentu. Periode waktu kawin kontrak beragam sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak. Dalam beberapa mazhab sudah mutlak bahwa kawin kontrak itu hukumnya haram untuk dilakukan. Dengan sebagaimana yang kita ketahui bahwa pernikahan itu ibadah seumur hidup, bagaimana jika kita melakukan ibadah itu hanya untuk bermain-main atau kesannya menyepelekan.Â
Salah satu fungsi pernikahan adalah untuk membina keluarga dan menghasilkan keturunan dan itu hanya bisa terwujud dalam pernikahan biasa. Sedangkan pernikahan mut'ah atau kawin kontrak ini dilakukan dengan dalih sama-sama menguntungkan atau simbiosis mutualisme. Tetapi, yang kita tahu pasti di perjalanannya tidak akan mulus dan berjalan sesuai dengan skenario yang telah dibuat. Biasanya mereka yang melakukan kawin kontrak ini hanya untuk memuaskan nafsu syahwatnya saja.
Al-Sabuni mendefinisikan nikah mut'ah sebagai berikut: Bahwa seorang pria menikahi seorang wanita dengan membayar maharnya sampai akhir jangka waktu yang telah ditentukan yang disepakati oleh kedua belah pihak, yang mungkin terbatas pada satu bulan atau dua bulan, satu hari atau dua hari, dan kemudian dia ditinggalkan ketika jangka waktunya telah habis (Aji, 2022). Menurut M. Yusuf dalam Ahmad Mukri Aji perkawinan mut'ah ini berstatus hukum haram, dilarang oleh mayoritas kalangan ulama dari berbagai mazhab kecuali kalangan Syi'ah.
Ada beberapa alasan hukum diharamkannya nikah mut'ah atau perkawinan kontrak ini adalah: Pertama; Perkawinan kontrak ini tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki di dalam Al-Qur'an, juga tidak sesuai dengan masalah hukum waris, dan masalah thalak dan masalah 'iddah, sehingga dikelompokkan akad nikah mut'ah sebagai akad yang cacat dan tidak absah. Kedua; Ada beberapa hadis Rasulullah SAW yang secara tegas mengharamkannya, antara lain:Â
Hadis yang berkait dengan kasus hukum Saburah al-Juhani, yang menyatakan, bahwa ia pernah menyertai Rasulullah SAW dalam penaklukan kota Mekah, dimana Rasulullah SAW mengizinkan mereka nikah mut'ah. Akan tetapi, setelah itu Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ibn Majah menyatakan bahwa perkawinan mut'ah (kontrak) itu adalah haram, dan diharamkan selama-selamanya sampai hari kiamat, sebagai sabdanya: "Wahai manusia! Saya telah pernah mengizinkan kamu kawin mut'ah. Tetapi sekarang ketahuilah bahwa Allah telah mengharamkannya sampai hari kemudian."Â
Dari Ali RA. Ketiga: Sayyidina Umar bin Khattab, ketika menjadi khalifah berpidato di atas mimbar mengharamkan nikah mut'ah dan para sahabat pun menyetujuinya, padahal mereka tidak akan mau menyetujui sesuatu yang salah, andaikata mengharamkan kawin mut'ah itu salah. Keempat: Al-Khattabi, berpendapat bahwa nikah mut'ah itu berstatus hukum haram, berdasarkan penetapan Ijma` ulama. Kecuali dari kalangan syi'ah yang membolehkannya.Â
Kelima: Kawin mut'ah bertujuan sekedar pelampiasan nafsu syahwat bukan bertujuan untuk mendapatkan anak dan memelihara anak-anak dan mendidik mereka menjadi anak dan generasi yang saleh, yang merupakan tujuan pokok disyariatkannya perkawinan. Selain itu juga berdampak negatif seperti, merugikan anak-anak, karena mereka tidak mendapatkan tempat tinggal dan memperoleh pemeliharaan dan pendidikan dengan baik, di samping tidak mempunyai status hukum yang jelas, demikian juga hak nafkah, hadhanah (kewajiban orang tua untuk memelihara dan mendidik anaknya), dan hak warisnya. Dari itu semua telah jelas alasan kawin kontrak diharamkan dan dilarang.Â
Sisi buruk kawin kontrak tanpa disadari, kawin kontrak dapat menimbulkan ragam dampak negatif bagi kehidupan manusia. Tidak cuma bagi pelaku, tetapi bagi masyarakat sekitar tempat tinggal pasangan pelaku kawin kontrak tersebut.Â
Pada dasarnya, perkawinan untuk jangka waktu tertentu, yang sering disebut dengan kawin kontrak, tidak sesuai dengan falsafah tujuan perkawinan, menurut Al-Qur'an dan sumber lain. Selain itu, hukum positif mengatur bahwa keabsahan suatu perjanjian dapat dibatalkan karena berbagai alasan, salah satunya adalah akibat dari keadaan yang tidak dilarang. Kondisi "tidak dilarang" tidak terpenuhi. Akibatnya, akad nikah tidak dapat diakui sebagai perjanjian yang sah menurut hukum (Aji, 2022).
Akibat hukum dari perkawinan kontrak (mut'ah) adalah suami istri tidak dapat saling mewarisi karena perkawinan mereka tidak sah. Dampak lain, dari segi kesehatan, kawin kontrak membahayakan, karena berganti-ganti pasangan menyebabkan penyakit kelamin. Selain itu, secara Hukum Kompilasi Islam suami tidak dituntut tanggung jawab untuk memberikan nafkah kepada istri.Â