Mohon tunggu...
Putri Oktadewi
Putri Oktadewi Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

semua sudah tertakar dan tidak akan tertukar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tanpa Mengurangi Makna: Pelaksanaan Upacara Menjelang Nyepi di Era New Normal

15 Maret 2021   20:12 Diperbarui: 15 Maret 2021   20:27 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tradisi dan budaya dalam masyarakat Bali seakan sudah melekat menjadi jiwa yang damai. Dapat dikatakan bahwa masyarakat Bali tak dapat dipisahkan dengan tradisi dan budaya bahkan hanya sehari saja. Begitu banyak tradisi dan budaya yang tersebar di Bali sehingga tak jarang membuat kebingungan bagi wisatawan yang ingin menyaksikan pelaksanaan tradisi Bali. 

Tentu keberadaan tradisi dan budaya ini menjadi aset yang sangat berharga bagi masyarakat khususnya sebagai daya tarik wisata. Jadi selain memang panorama Pulau Bali yang indah, adanya tradisi dan budaya juga turut menjadi pemikat hati wisatawan untuk datang ke Bali.

Tradisi dan budaya yang tumbuh dan berkembang di Bali tentu tak lepas dari sejarah nenek moyang terdahulu. Nenek moyang atau leluhur dahulu hidupnya penuh dengan filosofi dalam berbagai hal setiap harinya. Sehingga melahirkan banyak kebiasaan yang dilestarikan sampai saat ini. 

Kebiasaan itu melekat begitu saja dalam masyarakat sehingga lama-kelamaan menjadi tradisi dan budaya yang wajib dilaksanakan. Nah , pelaksanaannya ini bukan berarti kalau tidak dilaksanakan akan mendapatkan denda. Namun jika tidak dilaksanakan atau mungkin lupa, yang ditakutkan ialah adanya grubug atau hal buruk yang tidak diinginkan. 

Selain hal itu, mengapa tradisi dan budaya di Bali masih terjaga sampai saat ini dikarenakan adanya rasa nyaman yang timbul dalam melaksanakan rangkaian tradisi dan budaya yang ada. Sehingga dari rasa nyaman ini muncullah keinginan untuk mempertahankan suasana nyaman dan damai dalam setiap kesempatan yang ada.

Tradisi di Pulau Bali sangatlah beragam dikarenakan memang setiap daerah itu memiliki tradisi yang berbeda-beda. Jadi jika ditanya tradisi apa saja yang ada di Bali, sudah tentu orang Bali pun akan bingung menjawabnya dari mana. Inilah yang membuat Bali itu unik dengan keberagaman tradisinya. 

Dibalik keberagaman tradisi itu, ada juga beberapa tradisi yang memang serentak dilakukan oleh masyarakat Bali secara bersamaan. Salah satunya ialah rangkaian Hari Raya Nyepi yang biasanya dilaksanakan serentak diseluruh Bali secara bersamaan. Rangkaian Hari Raya Nyepi ini bisa dibilang cukup panjang karena memang bertujuan untuk menyambut tahun baru caka. Rangkaian Hari Raya Nyepi yang pertama ialah lunga ke Bale Agung. 

Jadi pada malam hari sebelum dilaksanakan melasti, semua Pratima (simbol dari tuhan) diarak ke Pura Desa atau yang biasa disebut Bale Agung. Semua Pratima dari masing-masing Pura Dadia (pura keluarga) akan ditempatkan bersama-sama di Bale Agung sebelum esoknya akan dilaksanakan pembersihan pada saat melasti. 

Setelah semua Pratima melinggih di Bale Agung, semua masyarakat yang mengiringinya pulang ke rumahnya masing-masing untuk persiapan melasti keesokan harinya. Saat melasti tiba, semua warga akan berkumpul kembali di Bale Agung pagi-pagi buta untuk persiapan ke segara(laut). Setelah semuanya berkumpul barulah semua Pratima berangkat ke segara terdekat. 

Sesampainya di segara, seluruh Pratima akan dibersihkan dan disucikan yang dipandu oleh pemangku. Setelah semua Pratima bersih dan suci, semua Pratima diarak kembali ke Bale Agung. Tujuan dari prosesi melasti ini ialah agar semua Pratima itu suci dan bersih sebelum menyambut tahun baru caka. Selama Pratima ini melinggih di Bale Agung, setiap malam biasanya akan ditampilkan tari-tarian wali sebagai sarana persembahan kepada tuhan.

Kemudian, dua hari setelahnya disebut hari raya Pangerupukan. Pada hari Pangerupukan ini identik dengan pawai ogoh-ogoh nya. Namun sebelum dilaksanakan pawai, ada beberapa rangkaian upacara yang harus dilaksanakan terlebih dahulu. Pertama ialah budal, dimana semua Pratima yang melinggih di Bale Agung akan budal (pulang) ke pura nya masing-masing. Setelah semua Pratima budal, dilanjutkan dengan upacara tawur atau mecaru. Upacara ini biasanya melibatkan seluruh anggota keluarga dalam pelaksanaan caru. 

Suasana dibuat seramai dan seberisik mungkin yang dipercaya dapat mengusir para bhuta (makhluk alam bawah) yang ada dipekarangan rumah. Sehingga pekarangan rumah menjadi bersih baik secara sekala maupun niskala sebelum Nyepi. Setelah tawur selesai, seluruh anggota keluarga akan melakukan persembahyangan di merajannya masing-masing untuk memohon agar tahun baru caka ini lebih baik dari tahun sebelumnya. Kemudian setelah itu, barulah dilaksanakan pawai ogoh-ogoh yang biasanya sangat semarak dan meriah.

Sayang seribu sayang pelaksanaan Hari Raya Nyepi dua tahun terakhir sangatlah berbeda daripada biasanya. Pelaksaan rangkaian  Nyepi yang biasanya penuh sukacita mulai dari melasti hingga pangerupukan sekarang terasa begitu hampa. Dalam hal ini kita tidak dapat menyalahkan siapapun. Semua ini terjadi sudah karena kehendak yang di atas, kita sebagai umat yang taat beragama hanya bisa terus menaati peraturan disertai dengan doa. Sama halnya dengan pelaksanaan rangkaina upacara Nyepi yang tentu berbeda dari tahun sebelumnya mengajarkan kita untuk tetap bisa adaptif dalam keadaan ini. 

Tentu banyak sekali perubahan yang terjadi seperti: pawai ogoh-ogoh ditiadakan, pembatasan jumlah orang dalam upacara, melasti juga ditiadakan hanya dari perwakilan saja dan masih banyak lagi yang berbeda. Namun, dibalik itu semua ada hal yang lebih penting yang harus diutamakan yakni nyawa kita bersama. Sehingga meskipun pelaksanaan rangkaian hari raya Nyepi tidak semarak biasanya bahkan ada yang disingkat maupun ditiadakan saat ini tentu tak mengurangi makna dari Hari Raya Nyepi itu sendiri. 

Sekarang adalah bagaimana kita tetap melaksanakannya dengan sepenuh hati tanpa memikirkan kekurangan ataupun perubahan yang terjadi. Sebab sejatinya apapun yang dilakukan dengan tulus ikhlas pasti akan berbuah manis, yang terpenting adalah kita dapat melaksanakan Catur Bratha Penyepian dengan baik tanpa adanya godaan apapun. Jangan anggap pelaksanaan Hari Raya Nyepi Tahun Caka 1943 ini tidak memiliki makna sama sekali. Namun jadikanlah Nyepi 1943 ini sebagai upaya kita untuk adaptif dan bangkit pada keadaan.

SELAMAT HARI RAYA NYEPI 1943

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun