Mohon tunggu...
Nilna R. Isna
Nilna R. Isna Mohon Tunggu... -

Dikenal dengan nama Nilna R. Isna. Lahir di Padang, 31 Mei 1989. Memiliki punya hobi wajib membaca dan sering mengakhiri kegiatan dengan menulis. Berkuliah di Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas, Padang. Selama kuliah, mengawali aktualiasi dengan menulis artikel, berita, puisi, dan cerpen di berbagai media massa. Tahun 2009 menjadi Ketua HIMA PSIKM FK UNAND. Tahun 2010 terpilih sebagai Koordinator Wilayah I (Sumatera) Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia. Tahun 2011, terpilih sebagai Sekjend Ikatan Senat Masyarakat Indonesia (ISMKMI) yang merupakan pelaksana harian tertinggi di tingkat Nasional untuk mahasiswa Kesehatan Masyarakat se-Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Suatu Sore di Tanggal 20

18 Agustus 2012   06:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:35 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu sore di atas angkot, HPku berbunyi, nada dering Yearn. Aku kerepotan meraihnya. Tangan kananku memegang map besar, tangan kiriku meraba-raba tas, mencari resleting. Resleting tasku tanggal pula rupanya, aku tambah kerepotan. Angkot ini penuh sesak, macam-macam nafas bersetubuh di dalamnya, gerak tanganku mencari-cari celah resleting memperparah keadaan. HPku memekik semakin keras,tumpang tindih dengan pekikan musik angkot keren yang kunaiki ini.

“Ssh…,” seorang ibu beranak dua berdesis risih di sebelahku. Pingganggnya tersenggol-senggol siku tanganku. Dua anaknya yang dipangku mengangguk-angguk mengiringi irama nada deringku. Aku cengengesan sambil menundukkan kepala menaikkan bahu tanda meminta maaf pada ibu di sebelahku.

HP berhasil kuraih. Ibuku yang menelepon.

“Ra…, ada bawa x%shf98df…,” kalimat ibuku tak terdengar jelas.

“Apa, Bu?” tanyaku mengulang.

“Bawa ,h9h$$#fg%...,” masih tak terdengar.

Aku mengetuk-ngetuk kaca angkot dengan cincin di jariku. Berharap sopir angkot menurunkan volume musiknya. Tapi, sang sopir malah memberhentikan angkot. Caraku salah rupanya. Sopir angkot keren itu memang menurunkan volume musiknya tapi sekilas dapat kulihat wajahnya yang innocent alias masih sangat muda tersenyum miring sekaligus kesal oleh ulahku.

“Ada apa tadi, Bu?” tanyaku mengulang untuk kedua kalinya pada ibu.

“Lagi dimana, sih?” tanya ibu.

“Di angkot. Bawa apa tadi, Bu?,” aku mengulang pertanyaan yang ketiga kalinya.

“Ada bawa duit, Ra? Udah tanggal 20, listrik-air-telepon belum bayar,” tanya ibu kemudian menjawab pertanyaanku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun