Apakah mekanisme pasar kompeten dalam menjaga stabilitas antara penawaran (supply) dan permintaan (demand)? Pertanyaan inilah yang membentuk dasar teori ekonomi klasik yang berpendapat bahwa pasar memiliki kemampuan alami umtuk menyesuaikan diri. Namun, dalam teorinya, John Maynard Keynes memiliki pendapat bahwa pasar seringkali gagal dalam mencapai keseimbangan dalam situasi dan kondisi tertentu, seperti resesi atau krisis ekonomi. Â
      Dalam teorinya, Keynes memiliki pandangan bahwa pendapatan nasional, pertumbuhan ekonomi, dan kesempatan kerja semuanya dipengaruhi oleh permintaan agregat (aggregate demand). Perspektif ini sangat penting jika digunakan unruk memahami ekonomi kontemporer (modern), termasuk pada kasus pandemi COVID-19 yang pernah terjadi secara global. Selain itu, dalam mengelola supply dan demand, ekonomi islam turut membantu dengan menambahkan dimensi keadilan sosial dan keinginan ekonomi.
      Oleh karena itu, artikel ini akan membahas tentang pandangan Keynes tentang supply dan demand, serta bagaimana metode ini dapat bekerja sama dengan prinsip ekonomi islam kontemporer dalam menciptakan kebijakan ekonomi yang adil dan inklusif.
PANDANGAN KEYNES TENTANG SUPPLY DAN DEMAND
      Dalam teorinya, Keynes menekankan bahwa permintaan agregat yang terdiri dari investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), konsumsi rumah tangga (C), dan ekspor neto (NX) sangat penting. Menurut Keynes, jika permintaan agregat tidak mencukupi, barang maupun jasa yan telah diproduksi tidak akan terserap oleh pasar yang dapat menyebabkan lambannya perekonomian dan peningkatan penurunan yang menyebabkan angka pengangguran semakin tinggi. Hal ini tentu saja bertentangan dengan teori ekonomi klasik yang menyatakan bahwa pasar kompeten dalam menentukan titik keseimbangan.
      Selain itu, dalam teorinya, Keynes juga menawarkan ide tentang permintaaan efektif (effective demand), yang merujuk pada permintaan yang benar-benar mendorong produksi ke tingkat optimal. Dalam hal ini, pemerintah juga harus ikut berperan aktif melalui kebijakan fiskal yang ada, seperti meningkatkan belanja publik atau memberikan subsidi kepada masyarakat agar permintaan agregat dapat kembali pulih selama resesi. Karena selama resesi, belanja pemerintah untuk infrastruktur dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan mendorong konsumsi pada masyarakat.
      Namun, teori Keynes tidak lepas dari kritik. Misalnya kebijakan fiskal ekspansif yang berlebih dapat memicu terjadinya inflasi, terutama jika tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitasnya. Oleh karena itu, teori milik Keynes sering kali dipadukan dengan kebijakan lain untuk mencapai stabilitas jangka panjang.
PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM TENTANG SUPPLY DAN DEMAND
      Dalam ekonomi islam, fokusnya adalah pada keadilan sosial dan kesejahteraan bersama. Prinsip utamanya yaitu mendorong pembagian kekayaan yang adil dan transparan melalui zakat, infak, dan sedekah. Uang dalam ekonomi islam dipandang sebagai alat tukar untuk mendukung aktivitas riil, bukan sebagai komoditas untuk spekulasi.
      Sedangkan dalam teori Keynes, salah satu alasan orang menyimpan uang adalah sebagai spekulasi. Spekulasi dalam islam tentu saja tidak sejalan dengan teori Keynes, di mana hal tersebut dianggap tidak produktif dan dilarang karena tidak dapat mewujudkan nilai tambah bagi masyarakat. Sebaliknya, ekonomi islam memberi tekanan pada aktivitas produktif yang menguntungkan semua pihaknya.
      Misalnya, pembiayaan berbasis bagi hasil (mudharabah atau musyarakah) yang memastikan bahwa risiko dan keuntungan dibagi secara adil antara investor dan pengusaha. Dengan demikian, ekonomi islam menawarkan metode yang lebih stabil dan berkelanjutan dibandingkan dengan sistem berbasis riba yang memiliki risiko cukup tinggi.