Mohon tunggu...
Nila Kusyarina
Nila Kusyarina Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa PMI IAIN Salatiga

Community Development

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Sosial, Tren Manusia Silver di Traffic Light Salatiga

10 Juni 2021   00:08 Diperbarui: 10 Juni 2021   00:56 1486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://www.tagar.id/tagarphoto/132673/


Salatiga- Tiga orang pemuda tengah berdiri di persimpangan Jalan Lingkar Selatan (JLS) Salatiga. Panas jalanan juga terik matahari yang menyayat kaki tidak mengurangi usahanya untuk terus mengumpulkan pundi-pundi penyambung hari.

Tanpa alas kaki, tanpa pelindung kepala, bahkan hanya dengan telanjang dada menyisakan celana pendek, mereka rela mewarnai seluruh tubuhnya dari kaki, badan, wajah bahkan sampai ke ujung kepala dengan cat silver.

Berdiri sambil menggoyang-goyangkan badan layaknya manusia yang kaku, mereka mencoba menarik simpati pengendara roda dua maupun roda empat yang berhenti. Dengan membawa kardus bekas berwana silver mereka berkeliling dari pengendara satu ke pengendara yang lain. Beberapa pengendara yang iba kemudian memasukan uang sekenanya ke dalam kotak manusia silver ini.

Keringat yang terus bercucuran dari atas kepala kerap kali masuk ke dalam mata, sehingga manusia silver ini sering terlihat kepedihan. Tak lagi wajah riang yang mereka tampakkan, namun sorot mata yang terasa sakit karena menahan keringat yang masuk ke retina hingga membuatnya iritasi.

Pandemi Covid-19 membuat perubahan diberbagai sektor dari ekonomi hingga budaya. Di sektor ekonomi masyarakat harus beradaptasi dengan perubahan pengahasilan yang kini mereka tekuni. Hingga beberapa pemuda memutuskan untuk alih profesi sebagai manusia Silver.

Namanya Diki (22) bercerita denganku di warung Es Degan pojok perempatan JB pagi itu, meski tertutup cat silver, dari postur tubuh dan suaranya nampak seumuran denganku.

“dulu saya kerja di terminal Bawen mbak, tapi sekarang sepi. Sehari ngga nyampe lima puluh ribu. Terus teman-teman banyak yang nyoba jadi manusia silver di exit tol Bawen. Kok kelihatannya rame, akhirnya kita ikut-ikutan. Sekarang sudah banyak manusia silver di sekitar Salatiga. Kalau  Saya baru nyoba tiga hari ini Mbak”.

Diki dan kedua temannya adalah salah satu dari sekian banyak manusia silver yang berjuang mencari nafkah di tengah Pandemi. Di Salatiga Sendiri ada beberapa tempat yang kerap disinggahi oleh manusia silver ,seperti  JLS dan perempatan Mangunsidi.

Tiga pemuda ini bergantian menunjukan aksinya. Ketika Diki beraksi di depan para pengendara, kedua temannya bergantian merapikan uang pecahan yang mereka dapat. Sambil menghitung uang, mereka pun menceritakan kisahnya bekerja menjadi manusia silver.

Pemuda ini mengaku menjadi manusia silver adalah pilihan terakhir, karena saat ini pendapatan mereka sedang sepi.  Menjadi manusia silver memberi tambahan pemasukan bagi para pemuda ini untuk menyambung hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun