Bukan hanya itu, ketika ada tamu masuk di Desa ini diwajibkan cuci tangan, pengecekan menggunakan Thermo Gun (Alat pendeteksi suhu badan), bilik sterilisasi (penyemprotan Desinfektan). Semua perlengkapan ini dapat terpenuhi dari usaha masyarakat, yang setiap malam menyisihkan uang dua ribu rupiah untuk dana Covid ini. Sehingga, kebutuhan-kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi.
Uang ini dikelola oleh pemerintahan desa yang bekerjasama dengan para pemuda dan karang taruna. Para pemuda yang menjaga posko juga bertugas keliling kampung untuk mengambil uang iuran dari warga. Setelah uang terkumpul dibelikan barang atau makanan pokok. Misalnya untuk pembelian alat semprot, desinfektan dan konsumsi bagi petugas penjaga posko covid.
Lalu bagaimana kebijakan tempat ibadah dan Lembaga pendidikan di Desa Pekalongan ? kebijakan tokoh agam desa setempat tidak melakukan penutupan masjid, dan meniadakan kegiatan keagamaan lainya. Seperti sholat eid kemarin masih dilaksanakan. Namun, sesuai dengan surat keputusan dari PCNU bahwa yang boleh melakukan sholat eid hanyalah kaum laki-laki. Sampai sekarang masjid masih buka dengan pemberlakuan protokol kesehatan yang ketat dan pengaturan jarak jamaah. Lembaga pendidikan pondok pesantren semua di non aktifkan. Semua santri dirumahkan dan melaksanakan ngaji via online.
Ketahanan Pangan
 Menurut Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996 ketahanan pangan merupakan  "kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau." Kondisi pandemi yang saat ini memaksa banyak masyarakat Indonesia harus menghentikan semua kegiatan perekonimiannya menyebabkan ketahanan pangan diberbagai tempat sedikit goyah. Untuk mengatasi masalah ini pemerintah Pekalongan menyediakan sembako gratis bagi warga yang membutuhkan. Semboyan " Ayo Jogo Tonggo" itu memang benar-benar direalisasikan bukan hanya semboyan.
Pemerintahan Desa Pekalongan membuka posko pangan yang isinya hasil bumi desa itu sendiri. Jadi, ketika pandemi ini berlangsung, hasil bumi masyarakat dikelola oleh desa. Keuntungan diperoleh desa dan digunakan untuk kepentingan masyarakat setempat. Semua warga saling membantu dengan iuran, guna menolong tetangga yang membutuhkan.
Beruntungnya kebanyakan warga Pekalongan berkerja sebagai seorang petani jadi dampak Corona ini tidak begitu dirasa oleh masyarakat. Hasil desa dan sembako dijual murah diposko pangan Desa Pekalongan. Langkah ini bisa menjadi alternatif untuk mengutakan ketahanan pangan warga. Kalaupun pemerintah terus menginpor beras, masyarakat Desa Pekalongan mandiri dengan mengelola hasil sawahnya sendiri. Inilah bentuk kemandirian dan kecerdasan warga.
Kebijakan dan kegiatan masyarakat yang dirasa cukup siap untuk menghadapi "New Normal" maka POLDA jateng menjadikan desa Pekalongan sebagai "KAMPUNG SIAGA COVID-19". Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H