Mohon tunggu...
Nila Kusyarina
Nila Kusyarina Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa PMI IAIN Salatiga

Community Development

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sistem Belajar Daring, Anak Merdeka (Belajar/Bermain) Saat Pandemi?

10 Juni 2020   22:27 Diperbarui: 11 Juni 2020   22:19 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mendikbud Nadiem Anwar Makarim  awal 2020 kemarin mencanangkan adanya sistem pendididkan "Merdeka Belajar". Rencanananya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan akan menghapuskan Ujian Nasional bagi siswa dan mulai menata sistem "Merdeka Kampus" bagi mahasiswa. Rencana ini akan di implementasikan bagi seluruh kampus di-Indonesia. 

Semesta seolah mendukung, belum sampai diputuskan konsep ini, pandemi datang menghadang. Fokus utama yang dilakukan pemerintah sekarang adalah mencegah adanya persebaran virus covid-19. 

Salah satunya dengan menerapkan kebijakan Social distancing, menghindari bergerombol yang artinya semua kegiatan berkerumun seperti di dalam kelas, pertemuan berkelompok dan kegiatan-kegiatan dilapangan sementara waktu di off-kan.   

Konsep pendidikan baru yang akan di terapkan di Indonesia, seolah mendahului takdirnya. Virus Covid-19 yang tiba-tiba menyebar keberbagai belahan dunia termasuk Indonesia.Seolah mematikan sementara semua kegiatan manusia. 

Di dunia pendidikan pun, para pelajar dipaksa untuk belajar dengan konsep "merdeka belajar". Semua aktifitas pendidikan ditiadakan dan diganti dengan belajar dalam jejaring (daring). 

Belajar dengan konsep ini bukan berarti pelajar merdeka "tidak belajar". Pelajar harus kreatif memerdekaan diri dengan memanfaatkan situasi pandemi dengan sistem jaringan yang diterapkan.

Banyak sekali hal-hal positif yang dihasilkan, bukan tanpa kendala dalam menjalankannya. Ketika sistem daring di terapkan ada tiga sudut pandang yang perlu dicermati; pertama, dengan adanya sistem belajar daring, pelajar dapat meningkatkan SDM (Sumber Daya Manusia) dengan menguasai teknologi yang mana hari ini Indonesia masih tertinggal dari negara-negara lain. 

Kedua, pelajar dan mahasiswa memanfaatkan komunikasi visual sebagai wadah yang positif menumbuhkan habit memberhasilkan pembelajaran model daring. 

Namun tak dipungkiri masih banyak kekerungan sana sini yang perlu dibenahi. Ketiga, meningkatkan kreatifitas pelajar dan pengajar. Para guru atau dosen dituntut untuk memberikan inovasi baru dalam metode pembelajarannya.

Tenaga pengajar seperti guru atau dosen diharuskan lebih kreatif mempersiapkan materi yang padat,lugas dan mudah dipahami. Kemudian, guru dan dosen diwajibkan mampu mendesain Group WhatsApp (WA) atau aplikasi lain agar menyenangkan untuk belajar. 

Guru dan dosen harus cerdas menyampaikan dan memberi stimulus kepada pelajar agar menarik perhatian mereka. Namun sayangnya kendala utama adalah seorang pelajar atau mahasiswa ketika group WA digunakan sebagai media belajar,kebiasaan umum mereka hanyalah "Menyimak" atau hanya membuka notif kemudian "Close". 

Sedikit sekali yang memeperhatikan apalagi merespons guru ataupun dosen. Aplikasi lain juga bagus untuk digunkan. Seperti Google Drive, Aplikasi Zoom Room dan lain sebagainya.

Masalah kedua, seorang pengajar dibingungkan dengan metode apa yang harus digunakan untuk siswa SD. Karena, kebanyakan siswa SD belum mempunyai Handphone. Otomatis orang tua mereka lah yang menghandle semua jenis kegiatan pembelajaran. 

Beban orang tua bertambah, selain memikirkan kebutuhan rumah tangga juga kebutuhan tambahan berupa paket kuota. Ironinya banyak orang tua yang belum mampu memakai aplikasi yang dimaksud oleh pengajar.

Membingungkan memang, belajar daring terus dievalusi oleh pemerintah. Namun, pertanyaannya apakah siswa dan mahasiswa benar-benar  belajar? Ataukah mereka merdeka bermain? Kebanyakan mahasiswa ketika menerima materi hanya melihat dan absensi selebihnya membuka chat lain selain group kelas. 

WA Group tidak bisa interaktif dan diskusi jarang hidup ketika tidak bertatap muka. Sebagian besar perguruan tinggi tentu telah memiliki sistem internal untuk penyelenggaraan pembelajaran daring di kampus. 

IAIN Salatiga memberikan kuota gratis untuk para mahasiswa, karena ketika mahasiswa "dirumahkan" masalah utama adalah terletak pada kuota dan jaringan. Para pelajar dan mahasiswa ketika dihadapkan dengan belajar daring, maka ini merupakan tantangan bagi kita. Karena kita dipacu untuk madiri dalam arti tidak bergantung pada sikap terbatas pada materi tatap muka yang disampaikan dosen di dalam kelas. 

Kita ditantang untuk bisa berenang lebih jauh agar dapat memperoleh makan yang lebih banyak. Apakah kita sanggup? Harus benar-benar berperang dengan diri sendiri untuk belajar tanpa pengawasan.

Apakah pelajar ketika hanya diberi tugas kita benar-benar belajar? Anak usia SD-SMP tidak menghiraukan adanya tugas. Pandemi menurut mereka adalah liburan yang mana bebas bermain tanpa belajar. 

Realitas dilapangan, anak-anak didesa kebanyakan tidak mengetahui tugas serta kegiatan pembelajan yang guru mereka ajarkan.  Harusnya belajar dengan daring dapat meningkatkan kreatifitas belajar siswa dan mahasiswa. 

Dengan pemanfaatkan teknologi sebagai media belajar, siswa dan mahasiswa dapat melakukan proses membaca diblog dengan mudah dan menilik konten-konten kreatif dengan leluasa.

Tapi lagi-lagi masalah pemanfaat teknologi kurang tepat guna. Harapan merdeka belajar menjadi merdeka bermain. Semoga pandemi cepat tiada agar kita dapat kembali bertatap muka.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun