Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengembangkan sistem pajak yang mutakhir yang dikenal sebagai Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP), yang juga disebut sebagai inti dari sistem administrasi perpajakan.
Yon Arsal, seorang Penasihat Ahli di Bidang Kepatuhan Pajak Kemenkeu, mengungkapkan bahwa sistem pajak yang canggih ini akan diimplementasikan pada tahun mendatang.Â
Saat ini, sistem inti perpajakan masih dalam tahap pengembangan dan pihaknya sedang melaksanakan pelatihan bagi para instruktur utama yang nantinya akan disebarluaskan ke seluruh penjuru Indonesia untuk memberikan pelatihan kepada instruktur pendamping.Â
Instruktur pendamping inilah yang akan mengajar para pegawai DJP di seluruh Indonesia.Â
"Pelatihan juga kami laksanakan karena nantinya rekan-rekan kami yang bertindak sebagai resmi juga tentu harus kami persiapkan. Jadi, pelatihan juga berjalan secara seiring," ujar Yon di Jakarta, pada hari Selasa, tanggal 29 Agustus.
Di samping itu, DJP Kemenkeu juga tengah menyusun alat bantu lainnya, seperti peraturan-peraturan, karena dalam sistem pajak inti ini terdapat banyak elemen baru yang perlu diperkenalkan dalam proses bisnis.Â
Saat ini, terdapat sekitar 150 layanan yang masih dilakukan secara manual. Namun, dengan implementasi sistem pajak inti pada tahun depan, sebagian besar layanan tersebut akan diubah menjadi digital.
"Kami telah banyak mengubah metode dari manual menjadi digital atau daring, sehingga hal ini seharusnya akan mengubah banyak saluran. Ini juga akan mengubah beberapa aturan regulasi dalam PMK kami," ungkapnya.
Salah satu hal yang tercakup dalam sistem pajak canggih ini adalah kemudahan dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak penghasilan.Â
Hal ini disebabkan oleh fitur pengisian SPT Tahunan PPh yang otomatis dalam PSIAP (sistem pajak inti). Artinya, semua informasi yang diperlukan untuk mengisi SPT akan tersedia dalam akun wajib pajak yang ada dalam sistem pajak inti.Â
Dengan cara ini, wajib pajak tidak perlu repot lagi mengisi data ke dalam formulir SPT Tahunan, karena hanya perlu memeriksa apakah data tersebut sudah sesuai atau mungkin menambahkan data tambahan jika diperlukan.
"Selama data dari pemberi kerja dapat dimasukkan, kami dapat membuatkan SPT-nya. Jadi setelah SPT dibuat, bapak/ibu hanya perlu memeriksa apakah SPT saya sudah sesuai atau tidak. Jika sesuai, tinggal kirim. Ini mirip dengan negara lain," tambahnya. Diharapkan Sistem Pajak Inti Dapat Meningkatkan Rasio Pajak
Pendiri Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Darussalam, menilai bahwa reformasi administrasi perpajakan melalui pembenahan manajemen risiko kepatuhan (CRM) dan implementasi sistem pajak inti akan dapat meningkatkan rasio pajak sebesar 1,5%.
"Reformasi administrasi perpajakan yang sedang berlangsung, dengan penggunaan sistem pajak inti dan CRM, jika berhasil, dapat memberikan kontribusi sebesar 1,5% terhadap rasio pajak," ujar Darussalam. Namun demikian, Kepala Mandiri Institute, Teguh Yudo Wicaksono, menyatakan bahwa Indonesia perlu mencapai rasio pajak sebesar 12,88% terhadap produk domestik bruto (PDB) agar dapat mencapai percepatan pertumbuhan ekonomi.
Hanya saja, implementasi sistem pajak inti masih belum cukup untuk segera mendorong rasio pajak mencapai angka tersebut, karena diperlukan waktu sekitar lima hingga 10 tahun ke depan.
"Memang sistem pajak inti dapat memperbaiki rasio pajak, tetapi untuk mencapai angka 12,88% dalam waktu singkat, tampaknya masih belum memungkinkan," jelas Teguh. Memang, sistem pajak yang canggih ini diyakini akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan akhirnya juga akan meningkatkan rasio pajak.
"Jadi, ketika tingkat kepatuhan tinggi, rasio pajak juga akan meningkat. Kami melihatnya sebagai cara yang sangat efektif untuk meningkatkan kepatuhan," pungkasnya.