Dengan cara ini, wajib pajak tidak perlu repot lagi mengisi data ke dalam formulir SPT Tahunan, karena hanya perlu memeriksa apakah data tersebut sudah sesuai atau mungkin menambahkan data tambahan jika diperlukan.
"Selama data dari pemberi kerja dapat dimasukkan, kami dapat membuatkan SPT-nya. Jadi setelah SPT dibuat, bapak/ibu hanya perlu memeriksa apakah SPT saya sudah sesuai atau tidak. Jika sesuai, tinggal kirim. Ini mirip dengan negara lain," tambahnya. Diharapkan Sistem Pajak Inti Dapat Meningkatkan Rasio Pajak
Pendiri Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Darussalam, menilai bahwa reformasi administrasi perpajakan melalui pembenahan manajemen risiko kepatuhan (CRM) dan implementasi sistem pajak inti akan dapat meningkatkan rasio pajak sebesar 1,5%.
"Reformasi administrasi perpajakan yang sedang berlangsung, dengan penggunaan sistem pajak inti dan CRM, jika berhasil, dapat memberikan kontribusi sebesar 1,5% terhadap rasio pajak," ujar Darussalam. Namun demikian, Kepala Mandiri Institute, Teguh Yudo Wicaksono, menyatakan bahwa Indonesia perlu mencapai rasio pajak sebesar 12,88% terhadap produk domestik bruto (PDB) agar dapat mencapai percepatan pertumbuhan ekonomi.
Hanya saja, implementasi sistem pajak inti masih belum cukup untuk segera mendorong rasio pajak mencapai angka tersebut, karena diperlukan waktu sekitar lima hingga 10 tahun ke depan.
"Memang sistem pajak inti dapat memperbaiki rasio pajak, tetapi untuk mencapai angka 12,88% dalam waktu singkat, tampaknya masih belum memungkinkan," jelas Teguh. Memang, sistem pajak yang canggih ini diyakini akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan akhirnya juga akan meningkatkan rasio pajak.
"Jadi, ketika tingkat kepatuhan tinggi, rasio pajak juga akan meningkat. Kami melihatnya sebagai cara yang sangat efektif untuk meningkatkan kepatuhan," pungkasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H