Mohon tunggu...
Mugianto_
Mugianto_ Mohon Tunggu... Penulis - Civil Society

Opinion

Selanjutnya

Tutup

Politik

‘Trojan’ dalam Pemilu

29 April 2014   04:54 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:05 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yunani mengalahkan pasukan Troy berbekal Trojan Horse (semacam kuda kayu). Awalnya Yunani tidak yakin sanggup menembus pertahanan pasukan Troy. Akhirnya, dibuatlah kuda kayu yang diisi beberapa pahlawan di dalamnya. Alih-alih memberi hadiah kepada pemimpin bangsa Troy, pahlawan Yunani di dalam kuda kayu tersebut justru menggempur Troy. Yunani menang.

Kemudian istilah Trojan sering dipakai untuk sebuah virus komputer. Apabila sebuah komputer terjangkit Trojan, ancaman kehilangan data atau identitas makin besar. Kedatangan virus ini seringkali tanpa diduga alias siluman. Program anti-virus kadangkala juga tidak mampu mendeteksinya. Semua akan terlihat baik-baik saja.

Di dalam sistem politik kita (baca: pemilu), virus Trojan menyerang sendi-sendi kehidupan rakyat.Kali ini ‘pahlawan’ tidak bersembunyi dalam kuda kayu, tapi dalam sederet baliho, poster, pamlet, iklan TV, kaos dan lainnya. Semua akan terlihat baik-baik saja. Bahkan, tetangga kita akan tersentuh hatinya melihat calon presiden jadi tukang becak di TV. Padahal dia tahu di dalam TV ada sutradara, make up maker, naskah, camera man dan lainnya.

Trojan dalam Pemilu tanpa diketahui telah menghilangkan identitas individu. Tiap individu menjadi neuritik atau paranoid. Dia tidak yakin akan dirinya sendiri. Jati dirinya lenyap. Perjalanan kehidupan dibuai angan, harapan, impian dan klenik akan datangnya ‘juru selamat’ dan ‘tokoh perubahan’. Seorang buruh rela mengecat seluruh tubuhnya sesuai warna dan simbol partai politik untuk kampanye. Sementara, nasibnya akibat politik upah buruh murah di Indonesia terkantung-kantung. Atau petani yang turut serta mewarnai proses kampanye, sedangkan penegakkan reforma agraria sejati tidak pernah terlaksana.

Sekali lagi, semua akan tampak baik-baik saja. Meski cara pandang dan ruang hidup kita disempitkan. Semisal saja, definisi politik ditanamkan jadi sesempit partisipasi ‘mencoblos’. Pilihan tidak mencoblos (golput) disamakan dengan makan daging babi (bagi muslim) atau menenggak oplosan, yakni haram. Mesin-mesin negara semua bergerak mengamankan virus Trojan agar lepas dari deteksi anti-virus. Tentu saja, mesin negara tidak akan berjalan sendiri tanpa sebuah komando: bankir dan korporasi monopoli raksasa.

Kepentingan bisnis dan politik di peradaban imperialistik bagai dua sisi uang logam. Tidak dapat dipisahkan. Basis struktur ekonomi bagaimanapun akan mengkondisikan supra-struktur (politik, ideologi, hukum dll). Maka, virus Trojan dalam Pemilu adalah hegemoni kultural dan sosial, dimana konstruksi perwakilan dan memilih langsung jadi kiblat terbaik kepentingan sosial. Sayangnya, bukan sedang pesimistis, Pemilu justru mengakibatkan manusia dan masyarakat banyak kecuriaan data, kehilangan identitas dan hidup pada ‘ketidakpercayaan-diri’. Keadilan dan kesejahteraan makin kabur.

Bukankah tidak lupa, tokoh liberal, Alswonth Ross menyebutkan sebuah criminaloid: golongan yang menikmati kekebalan dosa-dosa. Yakni, mereka yang berusaha meniupkan dana-dana untuk memperbaik citra dan mengorbankan kepentingan umum. Maker dunia (bankir dan korporasi) membanjiri rakyat dengan virus Trojan dalam sistem Pemilu, memoles pipi dan wajah para aktor politik sekaligus menduiti peralatan salon aktor politik. Di saat serangan Trojan ini, user atau rakyat yang menjalankan sistem akan merasa semua baik-baik saja.

Pemilu legislatif telah berlalu, ke depan rakyat dihasut untuk memilih Presiden. Dari Pemilu legislatif saja, menelanjangi kita fenomena kentir caleg gagal; pertikaian; caleg yang kalah tanpa malu menagih ‘uang politik’-nya kembali; dan, perpecahan oportunisme di dalam partai politik. Sistem sedikit demi sedikit menjadi chaos. Lama-lama bisa hang layaknya komputer keberatan virus. Demokrasi borjuis selamanya akan membuat panggungnya sendiri, rakyat cukup diminta untuk bertepuk tangan dan berteriak, Oke!

Apakah kita terus-terusan menjadi hamba menyuguhi anggur ke mulut orang lain yang mendaku wakil rakyat dan pemimpin perubahan? Neuritik? Sementara, Tuhan menitahkan tidak ada kaum yang sanggup merubah dirinya kecuali kekuatan kaum itu sendiri. Bahwa tidak ada yang mampu merubah nasib kaum buruh kecuali kekuatan kaum buruh itu sendiri. Juga tak ada yang bisa merubah nasib kaum tani, jika bukan kaum tani itu sendiri percaya kekuatan perjuangannya. Saya kira kekuatan diri dan kelas itulah peletuk perubahan.

Pada momentum hari buruh (Mayday) dan hari pendidikan bulan Mei nanti, saatnya rakyat mendeteksi lebih dalam virus Trojan dalam musim Pemilu kali ini. Berdiri di atas dua kaki, mengorganisasikan diri, memajukan kesadaran dan rebut hak-hak demokratisnya. Tapi, jika di antara kita malah senang memelihara dan mengembangbiakkan virus Trojan dalam Pemilu, itu pun sikap. Lalu, tak tersisa apapun, selain hakikat zoon politicon: sikap dan pengaruh. Itulah kemenangan Yunani atas Troya.**

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun