(Tulisan ini adalah pengantar Arisan Materi yang akan dilaksanakan pada Minggu, 5 November 2023 di Lapak Baca Komunitas Jari Menari di Taman Mayang Mangurai, Area Lapangan Kantor Gubernur Provinsi Jambi)
Judul Buku: Â Â Germinal
Penulis: Â Â Â Â Â Emile Zola
Alih Bahasa: Lulu Wijaya
Penerbit: Â Â Â Â Â Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: Maret 1886 (versi buku asli)
            2016 (terjemahan Indonesia)
Tebal buku: Â Â 880 halaman
Â
Pekerja vs Pemilik Modal
      Cerita dalam novel ini dibuka dengan Etienne Lantier, seorang pemuda pengangguran. Dia adalah mantan operator mesin kereta api. Dia berjalan tak tentu arah dari Marchiennes ke Montsou. Tak ada tujuan tertentu Etiene ini datang ke Montsou. Pemuda ini hanya ingin mencari pekerjaan untuk mengganjal perutnya yang lapar. Dia berkeliling ke setiap area pertambangan untuk mendapatkan pekerjaan, mulai dari tambang batu bara La Voreux  hingga ke tambang batu bara Montsou. Hingga akhirnya Etienne mendapatkan pekerjaan sebagai juru kemudi gerobak di tambang batu bara Montsou.
      Dari sini dia menyaksikan betapa tragisnya kehidupan para pekerja tambang batu bara di Montsou. Sudah gaji kecil, kerjanya hingga sepuluh jam per hari. Dengan durasi kerja selama itu, alih-alih kehidupan para pekerjanya menjadi sejahtera. Kehidupan mereka malah menderita dengan penuh hutang. Waw sangat jauh dengan kata-kata busuk motivator yang selalu mengatakan bekerja keraslah tanpa henti hingga kau kaya. Keadaan ini semakin parah dengan kenyataan yang mengerikan, para pekerja tambang di sini kakek buyutnya juga merupakan seorang penambang batu bara. Ibarat buah jatuh tak jauh dari pohonnya, anak hingga cucu para pekerja tambang batu bara ini sama miskin dan melaratnya dengan bapak dan kakek mereka dulu. Sungguh mengenaskan!
      Hal ini berbanding terbalik dengan para pemegang saham batubara. Salah satunya yakni keluarga Madame Gregoire. Dahulu kala sebelum pertambangan Montsou ini dibuka, Kakek buyut Madame Gregoire, Picardy mengeluarkan tabungan lima puluh ribu franc dan menyerahkan uang sepuluh ribu franc dan menukarnya menjadi satu denier (satu lembar saham). Nilai satu denier yang awalnya setara sepuluh ribu franc berubah menjadi satu juta franc dalam waktu satu abad. Keluarga Madame Gregoire hidup mewah dengan hasil deviden perusahaan. Mme Gregore beserta istri dan anaknya yang masih gadis bernama Cecile bisa makan-makanan mewah apapun tanpa harus berpikir besok harus makan apa dan bisa bangun siang kapanpun dia mau.
      Kehidupan keluarga Mme Gregoire tentu sangat jauh berbeda dengan keluarga Maheu yang kakek buyutnya adalah penambang batubara juga. Bayangkan saja gaji mereka satu keluarga yang terdiri dari Maheu, Levaque, zacharie dan Cathrine jika ditotalkan dalam seminggu hasilnya tak lebih dari sepuluh sou. Tak jarang mereka selalu berhutang untuk membeli roti, daging dan makanan lainnya kepada Maigrat, seorang toko kelontong satu-satunya di Montsou. Keluarga ini telah berhutang sebanyak 60 franc dan tidak mungkin bisa melunasi hutang mereka yang sangat banyak. Tak hanya keluarga Maheu yang berhutang, semua keluarga penambang batubara berhutang ke Maigrat. Banyak diantara mereka bahkan merelakan hutangnya dibayar dengan tubuh istri dan anak mereka.
Lingkungan Tempat Tinggal yang Buruk
      Ini adalah salah satu hal yang saya soroti dalam novel ini. Keadaan Desa Montsou ini sangatlah buruk. Mereka memang diberikan sebuah rumah sewa yang dibayar sepenuhnya oleh perusahaan untuk mereka tinggal. Namun keadaan di sana begitu buruk. Masyarakat di sana sejak kecil terbiasa dengan kehidupan tambang yang begitu keras. Tak ada tempat hiburan gratis yang layak yang tersedia di desa itu. Satu-satunya hiburan yang ada di sana hanyalah seks. Orang-orang tua bekerja keras sepuluh jam di bawah tanah untuk memukul lapisan batubara. Ketika pulang mereka melakukan seks dengan istrinya. Sementara anak-anak? Mereka terbiasa mendengar lelucon seks dari orang dewasa sehingga mereka terbiasa berbicara dan bercanda dengan obrolan jorok.
Hal ini diperparah dengan aktifitas semua remaja di sana ketika sudah akil baligh mereka melakukan aktifitas seks mereka di semak-semak sekitar tambang atau di atap rumah ketika tidak ada orang di rumah. Dari sanalah anak-anak pertama dari setiap keluarga lahir. Eh tunggu dulu. Bukankah kondisi ini tak jauh berbeda dengan yang ada di Indonesia?
Lingkungan Kerja yang Buruk
      Sebagian besar penduduk di desa adalah penambang batubara sejak kakek buyut mereka kira-kira sejak satu abad yang lalu. Gaji mereka sangat kecil yakni hanya sepuluh sou setiap bulannya. Gaji ini begitu kecil sehingga dibutuhkan empat orang dari setiap keluarga untuk bisa memakan roti, daging dan minum kopi. Tak hanya gaji, mereka yang sejak kecil bekerja di batubara memendam penyakit berbahaya di paru-paru mereka. Tak jarang ketika sudah tua, mereka bisa batuk-batuk dan mengeluarkan air ludah berwarna hitam. Kotoran batubara mereka tabung sejak anak-anak dan menumpuk hingga mereka tua. Keadaan semakin buruk karena ketika kau sudah tua dan tak mampu bekerja kau tidak akan mendapatkan uang pensiun.
      Tak cukup berhenti di sana, setiap penggalian lobang batubara yang menembus jauh ke dalam inti bumi membutuhkan kayu untuk penopang agar lobang tambang tetap bisa dilalui oleh gerobak dan kuda. Setiap kayu yang digunakan pada akhirnya dipotong dari gaji setiap penambang yang bekerja.
      Hingga pada puncaknya keadaan ekonomi dunia yang semakin memburuk menjadikan perusahaan itu mulai merugi. Kerugian ini disebabkan oleh batubara yang tidak terjual karena Kaisar Prancis pada saat itu sibuk berperang. Efek kerugian ini adalah pemotongan gaji yang harus diterima oleh para pekerja.
Kesadaran Berorganisasi
      Sejatinya tokoh utama kita yakni Etienne sudah terbiasa dengan organisasi bernama Serikat Buruh. Hal ini dibuktikan dengan pertemuan Etiene dengan Rosseneur di bar miliknya. Rosseneur sendiri merupakan seorang pentolan pemogokan massal di tambang Montsou sebelumnya. Eteine yang merupakan anak buah Pluchart, mandornya dulu di stasiun. Hal ini didukung oleh Mahou seoerang pekerja senior teladan yang menjadi bapak kosnya. Ketika pemotongan upah terjadi, Etienne dan Maheu sering mengajak para pekerja tambang untuk melakukan diskusi di bar milik Rosseneur. Mereka menuntut perusahaan membuat serikat pekerja dan membuat tabungan bersama sebagai dana pensiun pekerja di sana. Tuntutan ini kemudian hari dikabulkan perusahaan dan Etiene ditunjuk pekerja sebagai Kepala Serikat Buruh ini.
      Namun keadaan baik ini tak berlangsung lama. Orang-orang yang terlibat dengan Serikat Buruh ini kemudian dipotong upahnya menjadi sekitar 4 hingga 4 sou per 2 minggunya. Keadaan ini tentu membuat Serikat Buruh mereka terpuruk.
Mogok Kerja Besar-Besaran
      Mereka akhirnya membuat pertemuan di bar milik Rosseneur dan menyepakati dilakukannya mogok kerja. Semua aktifitas pertambangan pun akhirnya berhenti selama seminggu. Mogok kerja massal ini juga menular ke tambang sekitar Monsou yakni La Voreux. Keadaan yang begitu kacau ini hingga membuat negara terpaksa turun tangan dengan mengerahkan tentara agar para para pekerja tambang tetap bekerja. Para tentara ini juga kemudian dikerahkan untuk membubarkan rapat Serikat Buruh di bar milik Rosseneur. Hingga akhirnya mereka terpaksa melakukan rapat tengah malam di hutan. Keadaan semakin rumit karena pemogokan dilakukan selama dua minggu dan mengakibatkan finnsial keluarga pekerja menjadi terpuruk. Mereka sempat meminta bantuan Serikat Buruh Internasional untuk mencukupi kebutuhan mereka. Hal ini sempat dikabulkan Serikat Buruh Internasional yang memberikan bantuan seratus lima puluh ribu franc melalui Pluchart. Bantuan ini tidak bisa terus diberikan karena Serikat Buruh Internasional juga membantu Serikat Buruh lainnya di seluruh dunia yang sedang bergejolak. Hingga akhirnya bentrokan pecah antara pekerja tambang, tentara dan manajemen perusahaan serta pemegang saham perusahaan tambang.
Karma yang Buruk
      Bentrokan yang berlangsung antara pekerja tambang, tentara dan manajemen perusahaan kemudian memakan korban. Banyak pekerja yang meninggal salah satunya adalah Maheu yang merupakan orang yang selalu mendukung Etiene. Hal ini membuat banyak keluarga menjadi berduka. Meski begitu La Maheude, istrinya Maheu tetap mendukung pemogokan terus berlangsung.
      Bentrokan kemudian terjadi di rumah Madame Hannabeu, manajemen perusahaan. Rumah Hannabeu hancur dilempari batu oleh penambang. Tak berhenti di situ saja, Madame Hannabeu baru tahu bahwa selama ini istrinya berselingkuh dengan keponakan dia sendiri selama bertahun-tahun. Hal ini membuat Madame Hannebeu menjadi kosong dan hampa sementara rumahnya dirusak oleh para pekerja yang mengamuk.
      Karma buruk juga dialami oleh pemegang saham lainnya yakni Madame Gregoire. Madame Gregoire yang sedang berwisata ke tambang harus menjadi sasaran amukan pekerja tambang. Mereka tidak terima dengan keluarga yang bisa memakai baju lebih bagus dari mereka hidup tenang dan damai sementara mereka kesusahan. Madame Gregoire yang berkunjung ke rumah Maheu juga harus kehilangan anak mereka satu-satunya yakni Cecile karena Bonnemort mengamuk tanpa sadar hingga membunuh Cecile.
Akhir yang Tidak Diharapkan
      Pada akhirnya para pekerja harus menerima kenyataan pahit. Perut mereka tidak bisa diisi oleh janji manis dan cita-cita yang tak mungkin tercapai: membuat para pemilik modal memperhatikan nasib mereka sebagai buruh dan mensejahterakan buruh! Para pekerja tambang kembali bekerja di tambang. Bahkan Etiene sendiri yang memimpin pemberontakan hingga melarikan diri ke goa tambang bersama Jeanline, harus kembali bekerja. Mereka kembali bekerja di La Vereux. Mereka tidak sadar bahwa tambang itu telah disabotase oleh rekan seperjuangan mereka dulu yakni Souvarine. Terjadi kecelakaan yang berakhir bencana besar di tambang La Vareux. Tambang itu runtuh dan membuat para pekerja terjebak di dalamnya. Keadaan semakin kacau karena pekerja yang terjebak berebut untuk menyelamatkan diri dari air yang terus bertambah tinggi. Para pekerja yang selamat berusaha menyelamatkan rekan mereka yang masih terjebak di dalam tambang.
      Keadaan kacau ini terus berlangsung berhari-hari. Mereka lalu membentuk rombongan dan berusaha menyusuri jalan-jalan tambang untuk mencari jalan keluar alternatif
Kisah Cinta dalam Kekacauan
      Meskipun novel ini menceritakan tentang revolusi buruh tambang batubara, tentu tak lengkap tanpa ada bumbu cinta di dalamnya. Percintaan yang begitu di sorot di novel ini adalah kisah cinta segitiga antara Etiene, Catherine dan Chaval. Etiene sejatinya jatuh cinta dengan Catherine sejak awal mereka bertemu di tambang Montsou. Sayang sekali, kala itu Chaval yang begitu ngotot berusaha memiliki Catherine, gadis cantik yang penurut dan lemah lembut. Lebih sial lagi Chaval adalah laki-laki yang kemudian memiliki tubuh Catherine dan mengajak Cathrerine untuk kabur dari rumah.
      Ketika bencana besar terjadi di La Vereux, ketiga orang ini juga sama-sama terjebak di dalam tambang. Terjadi perkelahian diantara Etiene dan Chaval. Mereka berebut siapa yang seharusnya selamat dan siapa lelaki yang berhak memiliki Catherine. Perkelahian hidup dan mati ini kemudian dimenangkan oleh Etiene. Etiene akhirnya berhak memiliki Catherine untuk sementara di tambang. Hingga akhirnya Catherine harus meninggal karena kekurangan oksigen. Hanya tokoh utama kita yakni Etiene yang selamat dari bencana ini.
Perjuangan Tetap Terus Berlanjut
      Meskipun pemberontakan mereka gagal total, tetapi para pekerja tetap optimis hidup mereka akan lebih baik ke depannya. Hal ini tampak pada semua pekerja yang pernah memberontak, salah satunya La Maheude, istri mendiang Maheu. Kini La Mahaude kembali bekerja di tambang setelah suaminya tiada. Hal ini mau tidak mau dilakukan oleh La Maheude karena siapa lagi yang bisa menghidupi keluarganya kecuali dia sendiri. Si Tua Bannemort juga dilepaskan dari tuduhan membunuh Cecile karena kurangnya barang bukti.
      Pada akhirnya Etiene menyusuri kembali jalanan yang dulunya dia tempuh untuk melakukan revolusi sosial. Dalam pikirannya timbul harapan bahwa mungkin suatu saat nanti di masa depan perjuangan dia untuk menaikkan kesejahteraan kelas pekerja tambang di Montsou akan terwujud.
      "Des hommes poussaient, une arme noire, vengeresse, qui germait lentement dans les sillons, grandissant pour les rcoltes du sicle futur, et dont la germination allait faire bientt clater la terre."
      "Manusia-manusia baru mulai hidup, laskar hitam pembalasan dendam yang perlahan-lahan bertunas di dalam terowongan-terowongan bawah tanah, tumbuh untuk panen abad yang akan datang; dan tak lama lagi, tunas ini akan mengoyak bumi."
Jambi, 5 November 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H